Mohon tunggu...
Beryn Imtihan
Beryn Imtihan Mohon Tunggu... Penikmat Kopi

Seorang analis pembangunan desa dan konsultan pemberdayaan masyarakat yang mengutamakan integrasi SDGs Desa, mitigasi risiko bencana, serta pengembangan inovasi berbasis lokal. Ia aktif menulis seputar potensi desa, kontribusi pesantren, dan dinamika sosial di kawasan timur Indonesia. Melalui blog ini, ia membagikan ide, praktik inspiratif, dan strategi untuk memperkuat ketangguhan desa dari tingkat akar rumput. Dengan pengalaman mendampingi berbagai program pemerintah dan organisasi masyarakat sipil, blog ini menjadi ruang berbagi pengetahuan demi mendorong perubahan yang berkelanjutan.

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Artikel Utama

Gelaran MotoGP: Kontras yang Menarik Mata dan Hati

5 Oktober 2025   09:19 Diperbarui: 6 Oktober 2025   22:10 416
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para pebalap memacu sepeda motor mereka saat memulai sesi Sprint Race MotoGP Indonesia 2025 di Sirkuit Internasional Pertamina Mandalika, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, Sabtu (4/10/2025). (ANTARA FOTO/ADITYA PRADANA PUTRA via KOMPAS.com)

Empat kali MotoGP berlalu, namun denyut ekonomi desa tetap berputar di tempat yang sama.

Nelayan terpantau kamera MotoGP, asyik menjaring ikan tak terpengaruh gemuruh deru MotoGP (Sumber: facebook.com/lombok kita)
Nelayan terpantau kamera MotoGP, asyik menjaring ikan tak terpengaruh gemuruh deru MotoGP (Sumber: facebook.com/lombok kita)

Desa yang Tetap di Titik Nol

Dalam berbagai pertemuan desa, isu Mandalika sering muncul sekilas — terutama ketika narasumber luar datang berbicara tentang peluang desa di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika. Tapi reaksi warga sering kali datar. Beberapa hanya saling pandang, sebagian lain tersenyum sopan tanpa paham sepenuhnya. Bagi mereka, KEK dan MotoGP terasa seperti cerita jauh, bukan bagian dari hidup sehari-hari.

Bagi banyak warga, Mandalika bukan peluang — melainkan cerita jauh yang tak pernah benar-benar sampai ke rumah mereka.

Bahkan dalam musyawarah desa, ketika perencanaan pembangunan dibahas, nama “Mandalika” jarang disebut sebagai sumber peluang. Tidak ada program wisata berbasis desa yang terintegrasi dengan ajang internasional itu. Tidak ada pelatihan khusus untuk memanfaatkan potensi pasar wisatawan. Desa-desa di sekitar sirkuit tetap fokus pada persoalan dasar: air bersih, akses jalan, dan kebutuhan pangan.

Ironisnya, di tengah gemerlap sirkuit dan ribuan kamera dunia, angka stunting di beberapa desa sekitar Mandalika masih tinggi. Tantangan gizi dan pendidikan anak belum tuntas. Di saat dunia membicarakan catatan waktu dan posisi finis, sebagian keluarga di selatan Lombok masih memikirkan cara menambah penghasilan agar dapur tetap mengepul.

Ketika dunia bersorak untuk juara dunia, sebagian keluarga di Lombok selatan masih berjuang agar anaknya cukup makan.

Kehidupan desa tetap di titik nol pembangunan yang sesungguhnya. Gelaran internasional itu belum memberi denyut baru pada ekonomi warga. Antara sirkuit dan sawah, terbentang jarak sosial yang tak kasat mata — jarak yang bukan soal kilometer, melainkan soal kesempatan yang tak pernah benar-benar datang.

Antara Kecepatan dan Ketertinggalan

MotoGP Mandalika adalah simbol kemajuan, tetapi juga cermin ketimpangan. Di lintasan, para pebalap berlomba menaklukkan waktu dalam hitungan detik. Di luar lintasan, masyarakat desa masih menunggu perubahan yang datang seolah dalam hitungan tahun — atau bahkan belum juga tiba.

Empat kali ajang MotoGP digelar, namun belum lahir satu pun pembalap lokal dari NTB yang tampil di sirkuit kebanggaan mereka sendiri. Di desa-desa sekitar, anak muda masih bercita-cita menjadi buruh bangunan atau pelayan toko ritel, bukan atlet motorsport. Kecepatan lintasan tidak menular menjadi inspirasi; ia hanya melintas seperti angin, dingin dan cepat hilang.

Kecepatan di lintasan tak otomatis menjadi inspirasi di desa — karena perubahan butuh akses, bukan sekadar tontonan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun