Mohon tunggu...
Beryn Imtihan
Beryn Imtihan Mohon Tunggu... Penikmat Kopi

Seorang analis pembangunan desa dan konsultan pemberdayaan masyarakat yang mengutamakan integrasi SDGs Desa, mitigasi risiko bencana, serta pengembangan inovasi berbasis lokal. Ia aktif menulis seputar potensi desa, kontribusi pesantren, dan dinamika sosial di kawasan timur Indonesia. Melalui blog ini, ia membagikan ide, praktik inspiratif, dan strategi untuk memperkuat ketangguhan desa dari tingkat akar rumput. Dengan pengalaman mendampingi berbagai program pemerintah dan organisasi masyarakat sipil, blog ini menjadi ruang berbagi pengetahuan demi mendorong perubahan yang berkelanjutan.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Kartini Bukan Sekadar Nama: Ia Hidup dalam Suara Musyawarah Desa

21 April 2025   09:19 Diperbarui: 21 April 2025   12:23 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saat perempuan marjinal bersuara bersama (Sumber: https://www.kompas.id/baca/humaniora/2023/05/16/saat-perempuan-marginal-bersuara-bersama)

Setiap 21 April, nama Kartini digaungkan dari kota hingga kampung. Dari layar televisi hingga panggung-panggung sederhana di balai dusun. Namun, jauh dari perayaan simbolik, sesungguhnya Kartini masih hidup—dalam bentuk yang lebih senyap tapi nyata: perempuan desa yang bergerak.

Di banyak desa, Kartini bukanlah nama, melainkan peran. Ia adalah ibu-ibu yang bertahan mengurus rumah, bertani, mengelola usaha kecil, dan tetap hadir saat musyawarah desa digelar. Ia adalah kader Posyandu yang tanpa upah mencatat gizi balita di dusun terpencil.

Ketika musyawarah desa membahas pembangunan jalan, irigasi, atau program sosial, suara-suara perempuan sering kali menjadi minoritas. Bukan karena mereka tak punya gagasan, tapi karena ruangnya belum cukup terbuka. Padahal, sebagaimana diungkapkan oleh Kementerian Desa (2021), partisipasi perempuan terbukti memperkaya perspektif dan efektivitas program desa.

Di tengah keterbatasan itu, pendamping desa hadir bukan hanya sebagai fasilitator pembangunan, tapi juga sebagai penenun ruang partisipasi yang lebih adil. Mereka tidak hanya berbicara tentang angka dan proposal, tetapi berusaha membangkitkan suara-suara yang selama ini tenggelam oleh tradisi.

Salah satu pendekatan yang makin terbukti efektif adalah dengan mendorong lahirnya champion lokal—tokoh perempuan di desa yang berpengaruh secara sosial, meski tanpa gelar atau jabatan. Mereka adalah Kartini-Kartini baru yang muncul dari dapur, ladang, dan teras rumah-rumah sederhana.

Pemberdayaan perempuan tidak bisa hanya berhenti di pelatihan. Ia harus diberi ruang untuk tampil, berbicara, dan mengambil keputusan. Dalam konteks desa, ini berarti mendorong keterlibatan aktif perempuan dalam Musrenbangdes, forum BPD, dan pengelolaan BUMDes.

Langkah ini sejalan dengan pendekatan pembangunan berbasis partisipasi yang ditegaskan oleh Chambers (1997) dalam Whose Reality Counts?. Masyarakat lokal, termasuk perempuan, adalah pelaku utama pembangunan—bukan sekadar objek dari kebijakan yang dirancang dari luar.

Tantangannya tidak ringan. Banyak perempuan desa merasa tidak percaya diri berbicara di forum formal. Beberapa menganggap bahwa urusan desa adalah urusan laki-laki. Di sinilah peran pendamping menjadi sangat penting: bukan hanya membangun kapasitas, tetapi juga keberanian.

Di beberapa desa di Nusa Tenggara Barat, pendekatan ini sudah mulai berjalan. Di satu dusun, seorang kader Posyandu yang awalnya hanya membantu timbang balita, kini menjadi ketua kelompok usaha perempuan. Ia mulai bicara di musyawarah, bahkan menyampaikan pendapat tentang alokasi dana desa.

Perubahan semacam ini tidak terjadi tiba-tiba. Ia tumbuh perlahan, dari dialog kecil, dari pertemuan informal, dari pelatihan yang ramah perempuan. Pendamping desa berperan sebagai jembatan, menjadikan para champion lokal ini sebagai pintu masuk untuk melibatkan lebih banyak perempuan lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun