Mohon tunggu...
Beryn Imtihan
Beryn Imtihan Mohon Tunggu... Penikmat Kopi

Seorang analis pembangunan desa dan konsultan pemberdayaan masyarakat yang mengutamakan integrasi SDGs Desa, mitigasi risiko bencana, serta pengembangan inovasi berbasis lokal. Ia aktif menulis seputar potensi desa, kontribusi pesantren, dan dinamika sosial di kawasan timur Indonesia. Melalui blog ini, ia membagikan ide, praktik inspiratif, dan strategi untuk memperkuat ketangguhan desa dari tingkat akar rumput. Dengan pengalaman mendampingi berbagai program pemerintah dan organisasi masyarakat sipil, blog ini menjadi ruang berbagi pengetahuan demi mendorong perubahan yang berkelanjutan.

Selanjutnya

Tutup

Music Pilihan

Semakin Ditekan, Semakin Lantang: Dramaturgi Perlawanan Band Sukatani

23 Februari 2025   19:50 Diperbarui: 23 Februari 2025   22:19 387
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Band Sukatani (sumber: kompas.com/tren/read/2025/02/23/080000665/)

Band punk Sukatani mendadak menjadi pusat perhatian setelah merilis lagu Bayar Bayar Bayar yang mengkritik praktik pungutan liar. Tidak lama berselang, mereka meminta maaf kepada Polri dan menarik lagu tersebut dari peredaran. 

Permintaan maaf ini memunculkan perdebatan. Sebagian menganggap band ini lemah, sementara yang lain melihat ini sebagai strategi cerdas. Justru karena tekanan itu, pesan lagu mereka semakin lantang dan menyebar lebih luas.

Dalam perspektif dramaturgi Erving Goffman, tindakan Sukatani dapat dilihat sebagai pertunjukan di panggung depan. Mereka menampilkan kepatuhan agar terhindar dari risiko lebih besar. 

Namun, di panggung belakang, pesan lagu mereka tetap hidup. Fenomena ini mirip dengan apa yang disebut Goffman dalam "The Presentation of Self in Everyday Life" (1959). Apa yang terlihat di permukaan sering kali berbeda dengan apa yang sebenarnya terjadi di balik layar.

Sejarah panjang gerakan subkultur membuktikan bahwa represi justru memperkuat perlawanan. Dari era punk Inggris hingga protes sosial lainnya, semakin ditekan, semakin besar gaungnya. 

Alex Ogg dalam No More Heroes: A Complete History of UK Punk (2006) mencatat bahwa punk berkembang karena represi dari otoritas. Ketika pemerintah menekan gerakan ini, justru lebih banyak orang tertarik dan terlibat dalam arus perlawanan tersebut.

Dalam banyak kasus, tekanan terhadap gerakan subkultur hanya mempercepat penyebaran pesan mereka. Efek Streisand, sebagaimana dikaji oleh Mike Masnick (2005) dalam Techdirt, menunjukkan bahwa upaya untuk menyensor atau membungkam sesuatu sering kali berujung pada peningkatan eksposur. 

Lagu Bayar Bayar Bayar yang semula mungkin hanya didengar oleh komunitas kecil, kini justru viral karena kontroversi ini. Selain itu, fenomena ini juga mengingatkan pada kasus lain dalam sejarah musik perlawanan. 

Pada era 1960-an, lagu-lagu protes seperti Blowin' in the Wind dari Bob Dylan atau Imagine dari John Lennon sering kali berusaha dibungkam. Namun, tindakan represif justru memperkuat makna lagu-lagu tersebut. 

Simon Frith dalam Performing Rites: On the Value of Popular Music (1996) menyebut bahwa musik memiliki kekuatan sebagai alat politik dan sosial. Semakin keras ditekan, semakin besar dampaknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun