Ratna Sarumpaet, wanita yang dilahirkan di Tapanuli Utara tepat pada tanggal 16 Juli 1949 akhir-akhir ini menggemparkan public dengan aksi hoax nya yang mengaku telah dianiaya hingga wajahnya berubah menjadi seperti monster. Ratna Sarumpaet yang melakukan operasi plastic sedot lemak itu mengaku kepada anaknya bahwa ia telah dianiaya oleh seseorang ketika ditanya mengenai wajahnya yang tiba-tiba berubah menjadi seperti babak belur.Â
Dalam jumpa pers nya yang ia lakukan pada hari  Rabu, 03 Oktober 2018 ia mengaku bahwa ia telah berbohong dan membuat berita hoax mengenai penganiayaan tersebut. Ia bercerita bahwa saat itu ia tengah bingung ketika ditanya mengenai wajahnya tersebut. Seketika ia mengatakan bahwa ia telah dianiaya. Mulanya berita tesebut hanya berputar dalam keluarganya saja. Namun lama kelamaan berita hoax tersebut menyebar hingga seluruh antero jagat raya.
Kebohongan yang dilakukan oleh Ratna Sarumpaet ini menggambarkan bagaimana masih bobroknya moral rakyat Indonesia. Betapa tidak, pada saat itu masih gencar-gencarnya berita tentang tragedi sporter The Jack mania yang dikeroyok oleh bobotoh hingga meninggal dunia.
Dimana letak simpati dan prihatinnya sampai ia tega memanfaatkan tragedy tersebut untuk membuat drama baru dalam hidupnya. Entah apapun alasannya membuat berita hoax itu, yang pasti tindakan seperti itu adalah pebuatan yang salah, yang melanggar moral dan agama.
Berangkat dari hoax Ratna Sarumpaet tersebut kita dapat mengambil kesimpulan moral bangsa saat ini sudah tidak lagi sesuai dengan yang diharapkan yaitu berkepridian pancasila.
Perbuatan Ratna Sarumpaet ini tidak hanya merugikan dirinya sendri. Namun telah merugikan banyak pihak mulai dari orang awam, politisi, polisi, bahkan pemerintahan bangsa Indonesia sendiri. Dimana letak moralnya kalausudah seperti ini? Apakah 'moral' hanya sebagai kata-kata yang akan terus menerus diabaikan?
Ratna Sarumpaet sang queen hoax Indonesia memberikan pelajaran sangat besar bagi bangasa ini khususnya dunia pendidikan. Pendidikan yang selama ini di idam-idamkan dapat membentuk moral yang baik bagi bangsa ini ternyata masih gagal dalam hal tersebut.
Pembentukan moral yang baik tidak hanya dilakukan oleh seorang guru kelas ataupun guru BK di sekolah. Namun pembentukan  moral juga harus dilakukan dan didukung oleh semua stakeholder khususnya orang tua dan lingkungan peserta didik.
Mengapa Harus Moral dan Stakeholder?
Coba kita amati lagi berita yang akhir-akhir ini menggemparkan dunia sosial media dan pertelevisian. Mulai dari Korupsi, kriminalitas, pembunuhan, pengeroyokan, tawuran, hingga penyebaran berita hoax. Mari kita telaah lagi bagaimana itu bisa terjadi? Tentu karna moral dari bangsa kita ini masih bobrok atau memang sudah bobrok. Jika moral bangsa ini diperbaiki maka tindakan-tindakan atau perbuatan-perbuatan yang tidak pantas dan melanggar hukum akan berkurang.
Disamping seorang pendidik atau dalam hal ini merupakan guru di sekolah baik guru BK, guru kelas dan kepala sekolah, stakeholder yang meliputi orang tua, lingkungan, tokoh agama, pimpinan organisasi dsbg  juga harus mendukung dan membantu pembentukan moral pesrta didik. Sehingga diharapkan benar-benar bisa membentuk peserta didik yang mempunyai moral yang baik dan tidak lagi menghebohkan bangsa ini dengan tindakan atau perbuatannya yang merendahkan dirinyasendiri  dan merugikan orang lain.
