Menuju Mina dan Tantangan Melontar Jumrah
Setelah melewati malam di Muzdalifah, perjalanan selanjutnya adalah menuju Mina untuk mabit (bermalam). Bus kami berangkat dini hari dari Muzdalifah. Lagi-lagi, antrean bus menguji kesabaran semua jemaah. Di sini, semua orang sama, tak ada perbedaan status atau kekayaan, semua bersabar menanti giliran. Suasana dini hari yang dingin, tubuh yang lelah, dan rasa kantuk yang mulai menyerang tak mengurangi semangat. Kami tahu, setiap detik penantian ini adalah bagian dari pahala.
Kami tiba di Mina tepat waktu Subuh. Setelah turun dari bus, hal pertama yang kami lakukan adalah segera menunaikan salat Subuh di tenda. Kemudian, sarapan. Â Aku berusaha makan dengan lahap, mengumpulkan tenaga, karena tantangan sesungguhnya menanti. Kami harus mempersiapkan diri untuk melontar jumrah, sebuah ritual penting yang membutuhkan kekuatan fisik dan mental.
Perjalanan dari tenda Mina menuju Jamarat diperkirakan sekitar 6 kilometer. Ya Allah... Aku menghela napas. Mengingat kakiku yang sering sakit, jarak sejauh itu terasa seperti tantangan yang sangat besar. Hanya kepada-Mu aku memohon kekuatan dan perlindungan. Semoga Allah memberiku kekuatan hati, iman, dan kaki ini untuk terus melangkah menuju Jamarat. Perjalanan jauh seperti ini bukanlah hal yang biasa bagiku.
Namun, di tengah kekhawatiranku, ada satu penyemangat luar biasa yang muncul. Ibu Kolot, Ibu Hj. Marwiyah, seorang jemaah berusia sekitar 90 tahun dari rombonganku. Masyaallah, beliau berjalan dengan langkah yang mantap, bahkan lebih cepat dari kami yang jauh lebih muda. Tak ada keluhan sedikit pun keluar dari bibirnya. Senyumnya selalu terukir, memancarkan ketenangan dan keyakinan yang luar biasa. Melihat semangat Ibu Kolot, rasa malu dan motivasi langsung membanjiri diriku. Jika beliau saja sanggup, mengapa aku tidak? Ini memotivasiku untuk terus bersemangat menuju Jamarat. Jangan pernah mengeluh, yakinlah Allah akan memberikan kekuatan dan keselamatan sampai kami tiba di Jamarat. Alhamdulillah... Kami terus melangkah, di antara ribuan jemaah lainnya, semua dengan satu tujuan dan satu keyakinan. Kami pun telah melakukan lempar Jumroh untuk pertama kalinya.
Setelah lempar jumroh, doa dipanjatkan dengan dipimpin oleh Umi Hj. Entoh. Air mata semakin membanjiri pipiku. Haru, bahagia penuh syukur. Kaki yang sakit tidak kurasakan. Hanya ungkapan kebahagiaan dan harapan semoga ibadah haji yang kulakukan ini diterima oleh Allah SWT. Aamiin Ya Rabb...
Demikianlah kisah Armuznaku di tahun 2024. Semoga bermanfaat dan menginspirasi sahabat-sahabatku. Terima Kasih.
Salam Literasi
Salam Persahabatan