Musim hujan di Propinsi Nusa Tenggara Timur berawal pada akhir November 2024 lalu. Sejak saat itu hujan deras hampir turun setiap hari hingga akhir Februari kemarin.Â
Menjelang siang biasanya awan hitam mulai bergerak dan tidak lama pun hujan turun. Kadang hujan deras hanya sekejap dan kadang berlangsung dari siang sampai malam. Hujan kadang juga disertai hembusan angin kencang dan sambaran-sambaran petir.Â
Curah hujan tinggi membawa berkah tersendiri bagi para petani karena tanaman-tanaman di kebun tumbuh maksimal. Hasil panen pasti akan menggembirakan petani.
Hal ini berbanding terbalik dengan curah hujan yang sangat minim pada akhir tahun 2023 hingga awal 2024 lalu. Waktu itu banyak petani yang gagal panen karena hujan tidak turun hampir tiga bulan.
Curah hujan tidak hanya membawa berkah namun juga membawa bencana seperti sambaran petir, pohon tumbang, banjir dan longsor. Televisi dan set top box di rumah kami rusak terkena sambaran petir. Instalasi listrik dan perangkat elektronik beberapa tetangga kami juga rusak karena petir.
Banjir merusak beberapa jembatan di daerah Timor. Jalan raya trans Timor mengalami longsoran di sejumlah titik.
Menurut prakiraan Badan Meteorologi dan Klimatologi, puncak musim hujan pada Februari 2025. Hujan sudah memuncak selama Februari dan ketika memasuki awal Maret intensitas hujan menurun drastis.
Setiap hari langit hanya cerah berawan atau tanpa awan sama sekali dan matahari sangat terik. Cuaca panas bikin gerah, tidak seadem Beberapa bulan lalu. Rasanya kayak musim kemarau.
Kondisi cuaca seperti ini menjadi tantangan sendiri bagi warga Muslim yang sedang menjalankan ibadah puasa. Suhu baru terasa agak sejuk pada sore hari di atas pukul 16.00 Wita.Â
Di tengah kondisi alam yang panas, tubuh membutuhkan asupan makanan dan minuman segar. Bagi umat Muslim yang sedang berpuasa, makanan dan minuman (takjil) baru akan disantap saat waktu buka puasa tiba.