Mohon tunggu...
Imanuel Lopis
Imanuel Lopis Mohon Tunggu... Petani - Petani

Petani tradisional, hobi menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Pencoblosan Molor Dua Jam, Pemilih Sebal dan Ngomel

14 Februari 2024   18:54 Diperbarui: 14 Februari 2024   20:25 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana di TPS 02, Desa Maunum, Kecamatan Amanuban Tengah, Kabupaten Timor Tengah Selatan, NTT. Gambar: dokumentasi Imanuel Lopis.

Hari Rabu (14/2/2014), waktu hampir pukul 07.00 WITA. Saya tergesa-gesa mempersiapkan diri ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang tak jauh dari rumah kami. TPS 02 di Desa Maunum, Kecamatan Amanuban Tengah, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur, rupanya masih sepi.

Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) masih mengecek surat suara yang ada dalam kotak. Belum ada pelayanan pendaftaran pemilih dan kami harus menunggu sebentar.

Tidak lama kemudian petugas Linmas mengarahkan kami masuk ke salah satu ruang kelas SDN Niki-niki IV yang merupakan ruang tunggu TPS. Dua jam lebih kami masyarakat pemilih duduk menunggu namun pendaftaran pemilih belum mulai.

Kami pun bosan menunggu, sebal dan mengomel-ngomel karena pencoblosan belum mulai. Sementara itu pemilih lain terus berdatangan dan harus menunggu pula untuk memberikan suara dalam Pemilu.

Dari omongan yang terdengar di TPS bahwa KPPS masih menunggu Daftar Pemilih Tetap (DPT) dari salah satu panitia penyelenggara. DPT tersebut merupakan salah satu pegangan dalam menerima pendaftaran pemilih.

Panitia pemilihan kemudian menelepon-nelpon untuk mencari sang panitia pembawa DPT yang entah ke mana. Beberapa saat kemudian pembawa DPT pun muncul ke TPS lalu pergi dan kembali lagi dengan berkas-berkas.

Saya dan beberapa pemilih bercanda bahwa seandainya keterlambatan pencoblosan ini menjadi bahan gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK), kami harus siap jadi saksi. Enak dong jadi saksi di MK apalagi kalau soal Pilpres.

Kalau jadi saksi di MK bisa muncul di media massa dengan wajah lugu dan kocak dari kampung. Bolehlah jadi saksi di MK asal tiket pesawat, penginapan dan makan/minum gratis. Sekalian kami orang kampung ini bisa punya pengalaman pertama naik pesawat dan tidur di hotel.

By the way, sudah lewat pukul 09.00 WITA barulah pendaftaran pemilih mulai. Kami bergegas menyerbu panitia pendaftar dengan membawa surat undangan dan KTP.

Masyarakat pemilih yang sudah lama menanti pun tidak antri lagi namun berdesak-desakan untuk menyerahkan surat undangan dan KTP. Setelah menyerahkan surat undangan kami kembali menunggu panggilan untuk ke ruang pencoblosan.

Menunggu panggilan untuk mencoblos cukup lama dan menyebalkan. Beberapa pemilih mengeluh lapar karena datang tepat waktu sejak pagi.

Saya pun baru mendapat panggilan ke ruang pencoblosan sekitar pukul 11.00 WITA. Di ruang pencoblosan pun harus menunggu belasan menit untuk menerima surat suara.

Lamanya pencoblosan karena durasi coblos tiap pemilih agak lama. Panggilan untuk pemilih juga memiliki jeda beberapa menit dari pemilih sebelumnya.

Salah satu pemandangan lainnya adalah KPPS tidak mempersilahkan pemilih menerima surat suara untuk mencoblos sementara ada bilik suara yang kosong. Ah, mungkin ada prosedurnya sehingga pemilih tidak langsung mengisi bilik yang kosong.

Hingga pukul 16.00 WITA pencoblosan di TPS ini yang memiliki 200-an pemilih berada di penghujung pencoblosan. Sementara itu hasil quick count sudah bergerak hingga jumlah suara masuk 30 persenan. Sepanjang mengikuti pencoblosan selama ini, baru kali ini yang paling molor.

Pencoblosan yang molor sudah pasti akan membuat perhitungan suara bisa sampai tengah malam. Fisik petugas KPPS sudah pasti akan terkuras. Semoga mereka tetap kuat dan sehat selalu.

Semoga cerita Pemilu hari ini dapat menjadi evaluasi bagi penyelenggara demi kelancaran pesta demokrasi di waktu-waktu mendatang. Selamat menikmati hasil Pemilu hari ini, jayalah Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun