Mohon tunggu...
Imansyah Rukka
Imansyah Rukka Mohon Tunggu... Jurnalis - Kemuliaan Hidup bukan hanya sekedar rutinitas namun bagaimana bisa mermanfaat bagi umat manusia dan alam semesta
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Ketua Persatuan Pewarta Warga Indonesia - PPWI Sulawesi Selatan -- Jurnalis Koran Sergap, (sergapreborn.id), Jendela Indo News (Jendelaindo.com).

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Hidup

29 Juni 2010   04:26 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:13 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Hidup itu sejati adanya. Kesejatian itu perlu di rasakan dengan penuh penghayatan. Namanya saja hidup yang berasal dari hayat. Menghayati berarti memahami, merasakan, lalu menghayati hidup yang ada dalam diri kita. Suara dan getaran apa yang di rasakan dalam hidup itu. Semuanya berawal dari hidup yang ada dalam diri kita. Orang jawa kuno bilang “sasmita ning suara”. Yakni suara yang berasal dari dalam diri kita. Inilah yang langgeng dan kekal lagi abadi. Suatu sore ketika itu saya duduk di teras di depan rumah saya. Saya ingin merasakan apa yang dinamakan hidup seperti yang saya ulas diatas. Kupenjamkan mata ini lalu, dengan menghayati nafas saya yang keluar masuk. Setiap tarikan nafas kunikmatinya dengan penuh pengahayatan yang terdalam. Begitu pula ketika kuhembuskan secara perlahan namun penuh dengan penghayatan. Anehnya ada semacam kenikmatan yang luar biasa kudapatkan dalam konteks menghayati hidup yang diberikan oleh Sang Maha Segalanya. Itu hanya masih dalam hal-hal kecil yang bagi saya adalah sesuatu yang sangat besar dalam menghayati makna hidup yang hakiki. Sesuatu yang kecil dalam diri ini sangat berarti rasanya jika kita melakukannya dengan penuh pengkajian dan pemaknaan. Semuanya berawal dari yang kecil dan melangkah menjadi yang besar. Dalam bahasa sains adalah mikro lalu makro. Orang-orang teosof lebih umum menyebutnya mikrokosmos dan makrokosmos. Ringkasnaya bagaimana saya bisa mengetahui dan mengenal yang makro sedangkan yang mikro saja saya belum mengenalnya apalagi menghayatinya. Semua dan segalanya awalnya yang ada dalam diri saya. Diri saya yang terlahir sebagai manusia. Bukan hewan. Kelebihan manusia dibandingkan dengan mahluk Tuhan yang lainnya. Adalah merupakan makhluk derajat tertinggi. Kata orang jawa lagi “menungso”. Yaitu manusia mulia. Kemuliaan inilah yang semua berawal dari hidup yang ada dalam diri kita. adanya “Nur” sebagai special edition” dari Tuhan memberikannya kepada mahkluk yang bernama manusia. Disinilah letak kemuliaan manusia karena adanya Nur yang ada dalam diri kita. Saya tidak perlu mengulir otak terlalu jauh. Karena manusia sudah diberikan akal untuk mengkajinya. Akal menjadi cerdas dan jenius jika kita memaknai hidup kita secara mendalam. Dengan hembusan nafas yang keluar masuk. Secara otomatis kecerdasan intelijensia berfungsi dengan sendirinya. Dengan begitu kecerdasan manusia akan terbentuk menjadi jenius. Anehnya sinar dan aura kita akan terbentuk. Semuanya terakumulasi dari proses memaknai hidup itu. Kemudian, apa saya rasakan dalam semua perjalanan dalam penghayatan itu. Alam yang ada sekitarku memberikan feed back positif serta respon yang luar biasa. Ada hukum tarik menarik. Semuanya memberikan kedamaian. Orang-orang, hewan-hewan, tumbuh-tumbuhan serta yang ada di sekitar ku menjadi terdamaiakan. Ekosistem tersebut tiada pernah berbohong dengan apa yang kita lakonin dalam menemukan dan merasakan hidup kita. Sebenarnya jika mereka bisa berbicara secara, khususnya hewan dan tumbuh-tumbuhan. Mereka mengatakan dengan jujur, saya ingin kamu sekalian manusia memberikan yang terbaik buat kami. Karena kalian manusia-lah yang mempunyai cahaya Ilahi yang bisa memberikan keseimbangan. Kalian manusia-lah yang memegang tahta tertinggi sebagai mahkuk Tuhan. Hanya kepada manusia-lah yang paham bentuk etika-etika yang santun pada alam. Namun semua itu dia memberikan komunikasi kepada manusia adalah bentuk respon positif yang nyata dari apa yang kita lakonin. Jadi semuanya tergantung manusia yang telah diberikan hidup yang sempurna. Yang di dalamnya terdapat potensi yang tiada batas. Namun yang membatasi itu manusiawi kita yakni badan jasmani kita sebagai wadah hidup itu sendiri. Badan jasmani kita itulah yang akan mati. Yang tidak akan pernah mati adalah hidup itu. Dia Kekal abadi selamanya. Maka nikmatilah hidup yang kekal dengan penuh penghayatan. Akan kita temukan hidup yang sebenar-benarnya. Hidup dengan penuh dengan kesadaran tertinggi. Setelah itu lihat dan nyatakan apa yang kita dapatkan. Semoga saya, anda, dan kepada saudaraku sesamaku tanpa terkecuali dengan daya juang yang kuat untuk bisa kembali ke “rasa” yang sejati kita yakni hidup. Hidup yang penuh rasa. Dan rasa yang memiliki hidup. Itulah rasa Tuhan yang sejati nan abadi. Posting di saat eling"

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun