Mohon tunggu...
Imansyah Rukka
Imansyah Rukka Mohon Tunggu... Jurnalis - Kemuliaan Hidup bukan hanya sekedar rutinitas namun bagaimana bisa mermanfaat bagi umat manusia dan alam semesta
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Ketua Persatuan Pewarta Warga Indonesia - PPWI Sulawesi Selatan -- Jurnalis Koran Sergap, (sergapreborn.id), Jendela Indo News (Jendelaindo.com).

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Bahasa Tuhan Tiada yang Jelas

25 Mei 2010   10:36 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:58 625
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Semuanya berawal dari kekosongan. Dari tiada menjadi ketiadaan. Sonya dan kekosongan. Zero maupun nol. Ikhlas atau tulus. I'tikaf dan meditasi. Merenung cenung. Zikrullah. Atau apapun nama istilah dan bahasanya. Semuanya menjadi sebuah terminologi yang tanpa batas. Tiada salah benar membahasakan hal ini. Tiada pula yang benar salah dalam mengartikannya. Namun  yang ada hanyalah kebenaran sejati dan kebenaran mutlak. Karena Bahasa Tuhan tiada yang jelas. Jelas bagi orang-orang yang tentunya diberi hidayah dan dituntun untuk mengetahui sebuah kebenaran sejati itu.

Janganlah takut untuk membahasakan sebuah kebenaran. asalkan itu adalah hasil dari sebuah perenungan. Tentunya perenungan secara totalitas. Baik melalui berbagi metode dan cara. Berbagai cara orang menemukan bahasa kebenaran  itu. Tentunya selalu di awali dari lingkaran paling besar. Dalam prosesnya bahasa itu makin lama - makin kecil dan semakin kecil lalu semakin kecil lagi. Jadinya semakin halus dan sangat halus.

Dalam perspektif sufisme, ketika manusia masuk ke dalam dimensi yang sangat halus tersebut. Bahasa itu terasa sulit untuk dibahasakan. Termasuk orang-orang yang memang tiada pernah butuh pengakuan dalam menemukan konsep Ketuhanan itu sendiri. Ia hanya bisa dibahasakan dengan laku atau lakon sehari-hari. Dan alam pun tidak bisa berbohong dengan manusia-manusia seperti itu. Tiada pernah puas dengan apa yang diraihnya. Tiada pula bangga dengan apa yang telah disaksikannya apalagi terkagum-kagum dengan hasil cipta buah pikiran manusia.

Terkadang manusia terjebak dengan kata-kata yang elok namun membuat bingung. Terlena dengan kebendaan materialis yang berlebihan dikarenakan bertahtanya otak tanpa masuk ke dalam lagi yakni spiritual. Padahal, mengkaji dan mengamalkan serta menghayati dimensi Ketuhanan. Maksud saya berikanlah yang terbaik dan lakukan yang terbaik dalam hidup ini. Demi kemaslahatan orang banyak. Mengapa musti dirahasiakan jika kita jelas mengetahuinya. Bahasakanlah  dengan jelas kepada sesama. Jika memang itu sudah bisa terbahasakan. Jika tersurat. Kaji dan bahasakan secara tersirat apa makna dari bahasa itu. Terkadang saya juga menjadi peka ketika orang ramai-ramai mengikuti kajian spiritual. Training dan pelatihan-pelatihan dari para trainers terkenal. Dengan begitu pesertanya dengan rela mengeluarkan uang dalam jumlah yang tidak sedikit.

Timbul pertanyaan dalam diri saya. Apakah bahasanya yang tidak jelas ataukah orang yang membahasakan tidak bisa membahasakannya dengan jelas. Ataukah memang orang yang memberikan pemahaman tersebut tidak paham apa yang sebenarnya dibahas untuk dibahasakan kepada orang banyak. Kita ambil contoh, maaf beribu maaf". Begitu banyaknya Kiayi. Hustad dan majelis-majelis zikir bertaburan dimana-mana. Tapi ironisnya, negeri kita juga tetap begini-begini juga. Malah semakin bobrok mentalitas serta moralitas manusia.

Terjadilah pendangkalan makna alquran yang sebenarnya. Yang ketika kita Flash Back kebelakang mengenai Nabi Adam dengan proses terjadinya manusia. Bahwa Adam diciptakan dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Artinya ada kelebihan yang dimilki Nabi Adam. Hingga malaikat saja bisa sujud kepadanya. Nah, jika kita mau mengkaji dan selalu minta ridho dan petunjuk-NYa. Apa yang digambarkan oleh pendahulu kita itu. Serta merta kita harus pula mencari dan menemukannya.

Selanjutnya kita melangkah lagi di era Rasulullah SAW. Dengan tegas beliau mengajarkan melalui wahyunya bahwa apa yang digambarkan oleh Nabi Adam itu dilengkapi oleh Rasulullah ketika melakukan mi'raj di gua hira. Begitu juga Nabi Isa dan sebagainya sebagainya kepada para umatnya. Bahwa manusia itu mulia adanya. Letak kemuliaan manusia itu nyata ada. Lalu dalam agama Islam dikeluarkanlah sabda Tauhid dan Sabda Rasul. Yang menjadi dua kalimat syahadat. Dua kalimat penegasan. Dalam versi jawa disebut kalimasadah. Itu-itu juga sebenarnya.

Nur Allah - Nur Muhammad - Nur Insan. Adalah sebuah istilah universal. Tiga trimurti proses terjadinya manusia. Yang dalam bahasanya Ary Ginanjar adalah IQ - EQ - SQ atau istilah trennya disebut ESQ Power. Juga dalam spiritual kejawen bisa diartikan dengan sedulur papat lima pancer. Sekali lagi, apapun bahasanya mengandung makna yang sama. Bukan dengan begitu selalu memperbesar perbadaan. Selanjutnya, dari rangkaian proses terjadinya manusia itu terdiri dari bagian-bagian atau adonan-adonan yang sangat sempurna. Sesuai dengan janji Allah kepada manusia.

Bahwa manusia itu adalah manusia yang memiliki derajat tertinggi. Dalam sebutan kalangan bangsawan Jawa adalah "Menungso". Manusia yang telah diberikan Nur Muhammad ketika sejak masih dalam kandungan Ibu. Setelah keluar atau lahir di dunia nyata ini, nur itu pecah.  Nur Ilahi dan Nur Muhammad serta Nur Insan. Menjadilah kita manusia yang berbadan sinar atau Nur. Dinilah letak kemuliaan itu. Ketika kita bisa memahami, mengamalkan dan menghayatinya dengan kesadaran tertinggi.

Sudah saatnya para kalangan ulama bisa memberikan atau siapapun sebagai pegiat spiritual, untuk membuka dan menjelaskan tanpa pamrih apa yang mereka ketahui jika tuntunan itu ada. Dikala dunia ini sudah semakin tua dan rapuh, manusia terjebak dengan kebingungan. Telah kehilangan kepekaan dan sentuhan. Jangankan rakyat biasa. Para pemimpin bangsa dan petinggi negeri ini kalau mau jujur jauh dari apa yang mereka ketahui. Lebih parahnya lagi ketika pintu-pintu hati untuk memahami hal tersebut sudah tertutupi oleh berbagai hedonisme ; pangkat, jabatan, status dan kemewahan.   Tanpa pernah lagi mau sadar atau eling.

Bahasa Tuhan yang dibahasakan melalui konsep kemuliaan manusia telah dicontohkan oleh Nabi Adam selanjutnya diperjelas lagi oleh Rasulullah SAW.  Itu sudah sangat jelas dan tegas. Melalui kesaksian dua kalimat syahadatnya yang harus dibuktikan secara empirik. Bahwa bagaimana agar benih kemuliaan yang ada dalam diri kita sebagai manusia itu bisa kita rasakan. Adalah langkah awal kita harus sadar sesadarnya dengan kesadaran tertinggi kita. Tanpa usaha itu, semakin sia-sia kita terlahirkan di dunia ini. Sehingga bagi orang-orang sufi mengatakan "mencari yang sudah lama dicari sejak 1500 tahun lalu".

Itulah sebuah ungkapan bahasa dari makna penjelajahan diri manusia awal dan akhir. Mencari yang sudah lama dicari. Yakni manusia itu mulia adanya. Memberikan sebuah kajian spiritual yang mendalam. Semakin dalam dan halus semakin sepi dan kosong. Diibaratkan dalam Ka'bah yang ada hanyalah kekosongan. Baitullah Qalbu Muqmin. Hanya ada dalam hati orang-orang yang beriman. Dengan itu ia tertuntun untuk menemukan kemuliaan yang ada dalam dirinya. Namun, semuanya menjadi tidak jelas dan penuh dengan misteri. "Tuhan Maha Mengetahui hamba-hambanya yang akan dikehendakinya".

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun