Mohon tunggu...
iman firdaus
iman firdaus Mohon Tunggu...

Lahir di Bandung dan kini tinggal di Jakarta. Selain nonton wayang dan naik sepeda, menulis jadi hobi sekaligus pekerjaan.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Gusti Allah Tuhan Kita Semua

12 Januari 2010   02:28 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:30 1960
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Sebagian masyarakat Betawi memiliki berbagai ungkapan untuk menunjukkan aneka perasaan. Dan hal itu kemudian, tidak hanya digunakan oleh orang Betawi saja, tapi  semua yang tinggal di Jakarta. Misalnya, kata "Ceileh.." sebagian ada yang menyebutnya "ye ileh.." untuk mengungkapkan perasaan kaget, jengkel atau gondok. Apa arti kata itu sebenarnya? Para orang tua di Betawi menduga kata itu awalnya berbunyi "Ya Allah..". Tapi kebiasaan lidah Betawi yang biasa menyingkat kata sekaligus melapalkan "e" untuk huruf "a" memuat kalimat baik itu menjadi "ceileh" atau "ye ileh". Bila Anda berdomisili di Jakarta pasti pernah menyampaikan kata itu, bukan?

Sekarang, mari kita dengar bagaimana orang Jawa dan Sunda menyebut nama Tuhannya. Kalimat yang sering terucap adalah "Gusti Allah". BAhkan, saya masih mengingat banyak orang Sunda yang menyebut "Pangeran" buat Tuhan. Ternyata, itu juga kebiasan orang barat yang mengganti "God" dengan "Lord". Kata pengganti buat Tuhan yang masih saya dengar dan baca dari orang Jawa dan Sunda adalah Sang Hyang Widi. Penamaan ini banyak saya temui pada tembang Cianjuran dan buku sastra Sunda lama. Artinya, ya Tuhan itu. Kata Sang Hyang Widi dan Gusti bisa kenali asal-usulnya dari tradisi Hindu dan Budha yang pernah menjadi agama nenek moyang sebagian besar orang Indonesia.

Dalam tradisi Islam, panggilan untuk Tuhan tidak hanya satu tapi ada 99 nama. Itu yang dikenal dengan sebutan asmaul husna. JAdi, sebutan "Allah" hanya salah satu saja. Kita dianjurkan untuk memanggil-Nya dengan nama-nama itu. Misalnya, Yang maha pengasih, Yang maha adil, atau Maha Pelukis agung (al mushawir).

Begitu banyak nama disematkan kepada zat yang maha tinggi itu. Setiap orang atau suku bangsa memiliki panggilan berbeda namun hakikatnya menuju kepada Yang satu. Tuhan tidak akan marah bila Dia dipanggil dengan sebutan-sebutan sesuai lidah dan ucapan hamba-Nya yang berlainan itu. Sebab Tuhan pencipta bahasa. Biasanya yang marah hanya manusia-manusia yang merasa paling mengerti bahasa Tuhan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun