Mohon tunggu...
Lukman Hamarong
Lukman Hamarong Mohon Tunggu... Administrasi - Sangat sulit menjadikan aku seperti kamu, karena aku adalah aku, kamu ya kamu

Mengalir seperti air

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Separuh Hati Petani Telah Pergi

10 Agustus 2016   20:56 Diperbarui: 10 Agustus 2016   21:04 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tidak seperti Harimau yang mati meninggalkan belang, manusia mati pasti meninggalkan nama, entah nama baik atau buruk. Tanggal 9 Agustus 2016 akan dicatat sebagai hari berkabung bagi seluruh insan yang tergabung dalam barisan para pejuang pangan dan pejuang kemanusiaan.

Salmon Padmanagara, pria kelahiran Bandung 89 tahun lalu itu telah dipanggil Yang Maha Kuasa, Allah Swt. Tidak banyak yang mengetahui siapa Salmon, namun tidak sedikit juga yang mengenal beliau sebagai salah satu tokoh pertanian yang banyak berjasa mengembangkan pertanian di Indonesia, utamanya dalam penyelenggaraan penyuluhan pertanian.

Bagi masyarakat awam, nama Salmon mungkin belum familiar di telinga, tetapi nama Salmon bagi sebagian masyarakat yang peduli dengan pembangunan di sektor pertanian tentu tidaklah asing. Beliau adalah bapak Penyuluh Pertanian Indonesia. Gelar prestisius tersebut tidak diberikan secara “gratis”, tetapi ada perjuangan dan dedikasi yang sangat besar yang dilakukan beliau sehingga gelar tersebut terpatri indah di dalam jiwa dan raganya. Pemberian gelar terhadap Salmon sebagai Bapak Penyuluh Pertanian Indonesia dilakukan di acara PENAS KTNA di Sumatera Utara pada 1986.

Penahbisan gelar sebagai Bapak Penyuluh Pertanian Indonesia rupanya menjadi pintu masuknya berbagai penghargaan lainnya. Pada PENAS 1996 di Lombok, lagi-lagi Salmon mendapatkan penghargaan dari para petani se-Indonesia berupa Peniti Emas. Melihat jasa-jasanya di bidang penyuluhan yang telah banyak merubah wajah pertanian Indonesia, maka tidak salah jika Indonesia memberikan penghormatan terakhir kepada beliau. Kami yang tergabung dalam korps Penyuluh Pertanian sangat kehilangan sosok bapak yang telah memberikan banyak inspirasi kepada dunia pertanian kita.

Kutipan dari pidato Salmon bisa membuat kita terenyuh dan berpikir betapa petani Indonesia adalah manusia-manusia pilihan yang berjuang sampai titik keringat terakhir guna menghidupi bangsa ini untuk selalu tegak bediri, sehingga pemerintah seharusnya menjadikan mereka sebagai fokus dan titik perhatian dalam pembagunan.

Mereka adalah dominasi terbesar bangsa ini yang seharusnya mendapatkan lokus pembangunan yang besar pula. Salmon adalah seorang inspirator yang selalu menginspirasi para penyuluh dan petani. Salmon adalah hati petani yang mana ketika hati itu hilang, maka kita sebagai bagian yang tak terpisahkan dari pembangunan pertanian akan sedih dan sudah selayaknya kita memberikan doa terbaik kepada beliau.

Kutipan pidato Salmon berikut ini membuat bulu-bulu ini merinding.“Di zaman revolusi saya berada di desa-desa, memegang tugas sebagai pembina masyarakat. Dalam melaksanakan tugas itu, saya banyak bergaul dengan petani, pemuda-petani muda, ibu-ibu tani.

Saya hidup bersama mereka, bekerja bersama mereka, dan latar belakang itu memberi keyakinan pada saya bahwa mereka, masyarakat petani adalah unsur penting dari bangsa ini. Petani menjadi pemberi kehidupan bagi bangsa ini. Merekalah yang memberi makan seluruh anak bangsa yang sedang berjuang merebut dan mempertahankan negeri ini dan juga kepada mereka yang sedang mengungsi. Karenanya, pada saat itu petani disebut sebagai soko guru revolusi.”

Petani adalah kita, sehingga sudah sepantasnya petani ditempatkan pada posisi tertinggi. Mereka tak boleh termarginalkan oleh keadaan yang nanti menjadi penting ketika dibutuhkan. Mereka tak boleh dijadikan objek politik yang selalu dimanfaatkan saat dibutuhkan, setelah itu end. Salmon mengatakan,petani selalu dijadikan objek politik, mereka tidak memiliki kekuasaan untuk memutuskan dirinya sendiri. Secara ekonomi mereka pun tetap menjadi objek dari orang-orang yang mengambil barang dari petani, bukan untuk kesejahteraan petani tapi untuk kesejahteraan orang lain.

Salmon juga mengatakan, posisi tawar petani selalu paling lemah. Secara sosial, petani pun didudukkan pada lapisan paling bawah. Secara budaya, petani berada pada deretan paling belakang, terutama karena didorong cara pandang kita kepada petani yang masih selalu negatif.

Petani masih sangat bergantung kepada pemerintah, dan peranan aparat pun masih terlalu dominan, kurang memberikan ruang gerak kepada para petani untuk berperan aktif sebagai subyek pembangunan. Latar belakang petani seharusnya menyadarkan kita bahwa petanilah yang seharusnya menjadi titik pusat perhatian dalam merencanakan dan melaksanakan pembangunan. Ketika kita merencanakan, ketika kita bekerja, ketika kita berpikir dan bertindak, selalu petani dan keluarganyalah yang harus dijadikan pusat perhatian kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun