Entah sudah berapa kali mulut ini menyebut nama "ibu guru". Entah sudah berapa kali jemari ini menulis kata "ibu guru". Entah sudah berapa kali mata ini memandang wajah "ibu guru". Sekali? Tentu tidak! Dua kali? Juga tidak! Lantas berapa kali? Jawabnya ada pada entah.
Di usia menjelang 40 tahun, aku masih terus belajar. Itulah kemudian semua orang yang memberiku inspirasi adalah "guruku". Semua orang yang memberikan efek rasa kagum adalah juga "ibu guruku". Guru selalu menjadi istimewa karena ia menularkan sejuta kebaikan.
Ibu guru adalah cerminan kerendahan hati, dan orang yang rendah hati selalu mampu menjadi sumber inspirasi. Ya, inspirasimu di dunia nyata, termasuk di lini masa media sosial bagi "guru-guru jaman now", mengubah semuanya menjadi lebih indah.
Kita tak boleh ada sekat. Aku di sini, meski ibu guru ada di sana. Aku (mungkin) masih muda, engkau sudah renta. Pun sebaliknya. Aku renta, kamu muda. Namun, senyummu tak pernah berubah seperti saat kau mengajarkan "ini ibu Budi dan ini ayah Budi."
Dahulu, ada catatan kecil di sudut lembar buku tulis tentang kenakalanku yang paling hit's, tapi setidaknya catatan "hitam" itu menjadikan aku lebih dekat dengan ibu guru. Jadilah lebih baik dan berakhlak mulia. Itu pesan paling memesona yang pernah mampir di telingaku.
Sekarang, aku bukan lagi anak kecil yang labil, tapi aku tetap butuh disentil agar tak terkucil. Aku bisa bediri setegak ini karena ilmu yang guru bagikan kepadaku, kepada kami, kepada mereka, dan kepada kita semua yang tak pernah berhenti belajar di sekolah kehidupan ini. (LH)
SELAMAT HARI GURU (Palopo, 251118)
#orang_tuaku
#guruku
#tabloid_BOLA