Saat menyusuri jalan setapak di dalam kawasan hutan Sentul Eco Edu Tourism Forest di Desa Karangtengah, Kecamatan Babakanmadang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, tiba-tiba terdengar suara seperti ada yang terjatuh dari atas pohon. Begitu melihat sumber suara, ternyata yang jatuh adalah seekor ular. Siang itu memang begitu terik.Â
Sengatan sinar matahari terik mungkin membuat sang ular tak nyaman menetap di atas pohon sehingga menjatuhkan dirinya ke permukaan tanah. Sayangnya hewan reptil itu begitu cepat menggerakkan tubuhnya untuk melarikan diri dan menghilang di semak-semak.
Di satu sisi pengalaman bertemu ular saat dalam perjalanan menyusuri hutan adalah hal yang menakutkan. Namun, di sisi lain kehadiran ular itu menjadi bukti bahwa ekosistem di hutan wisata itu masih lestari.Â
Dalam rantai makanan ular merupakan konsumen kedua atau ketiga, tergantung habitatnya. Di dalam habitat sawah misalnya. Ular berperan sebagai konsumen kedua yang memangsa tikus sebagai konsumen pertama. Adapun sang tikus melahap batang padi sebagai produsen.
Di dalam habitat hutan, bisa jadi ular sebagai konsumen ketiga. Ular yang menghabiskan hidupnya di pohon memangsa burung yang merupakan konsumen kedua. Adapun burung memangsa ulat yang merupakan konsumen pertama. Ulat melahap dedaunan sebagai produsen. Terjaganya populasi aneka jenis pohon yang tumbuh di kawasan hutan Eco Edu Tourism Forest menjadi musabab lestarinya sebuah habitat hutan.Â
Seandainya kawasan itu gundul, maka otomatis sebuah ekosistem akan punah. Tak ada ulat yang menjadi makanan burung, tak ada burung yang menjadi mangsa sang ular, dan tentunya ular pun tak akan pernah kita jumpai. Jadi, pertemuan dengan ular hari itu adalah kabar gembira.
Perjalanan menyusuri jalan setapak pun kembali berlanjut dan akhirnya tiba di sebuah tanah yang agak lapang. Sepertinya lahan kosong itu biasa digunakan untuk berkemah. Di sekitarnya jejeran pohon pinus yang tumbuh menjulang. Namun, ada satu pohon yang menarik perhatian. Pohon itu tengah berbuah lebat.Â
Setelah mendekat ternyata itu adalah pohon jambu eropa Bellucia axinanthera. Masyarakat suku Sunda biasanya menyebutnya harendong. Sebagian besar buahnya masih pentil, ada juga yang sudah matang. Sebagian lagi bunganya baru mekar. Yang unik bagian dasar buah tampak seperti berbentuk bintang.
Perjumpaan dengan jambu eropa di hutan wisata Eco Edu Tourism Forest mengingatkan perjalanan saya ke hutan Temula di Kutai Barat, Kalimantan Timur dan Hutan Harapan di Provinsi Jambi. Buah jambu eropa yang matang menjadi penyelamat saat lapar mendera selama perjalanan. Rasa buahnya manis meski berdaging tipis.Â
Tak disangka saya menjumpainya lagi di Bogor. Jawa Barat memang salah satu penyebaran tanaman anggota famili Melastomataceae itu. Namun, menemukannya adalah pengalaman langka. Yang istimewa saya menemukannya justru di sebuah hutan yang dekat dengan ibukota Jakarta.
Dalam habitat hutan jambu eropa merupakan buah favorit hewan frugivora alias pemakan buah, seperti musang, bajing, monyet, dan berbagai jenis burung. Itu berarti kehadiran jambu tangkalak---sebutan lainnya---sangatlah penting dalam ekosistem di hutan wisata Edu Eco Tourism Forest. Tanaman itu menjadi produsen utama dalam sebuah rantai makanan di dalam habitat hutan.
Dilihat dari ciri-cirinya, yakni menggelembung pada bagian pangkal batang daun seperti umbi bawang merah, kemungkinan anggrek itu bergenus Bulbophyillum. Sayangnya anggrek itu sepertinya baru saja selesai berbunga. Itu terlihat dari tangkai bunga yang menjuntai tanpa satu pun bunga tersisa.
Kehadiran anggrek yang tumbuh sentosa menunjukkan bahwa kualitas dan kelembapan udara di dalam kawasan hutan masih terjaga. Anggrek tergolong tanaman yang relatif rewel. Kondisi iklim mikro yang tidak sesuai membuat tanaman anggota famili Orchidaceae itu enggan memamerkan bunga.
Selain sebagai kawasan konservasi, hutan itu menjadi tempat pembelajaran tentang kehutanan, keanekaragaman hayati, serta pendidikan lingkungan tentang hutan tropis Indonesia. Program yang digagas sebagai upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim itu bekerja sama dengan Kementerian Kehutanan dan Perhutani di Babakanmadang, Kabupaten Bogor. Untuk mengembangkan kawasan hutan itu Astra menginvestasikan Rp1,2 miliar.
Dana itu Astra gunakan untuk merealisasikan penanaman 179.625 pohon. Dari jumlah itu 175.700 pohon di antaranya adalah aneka jenis pohon untuk pengayaan tanaman asli, 1.000 pohon langka, dan 3.925 tanaman buah langka yang secara khusus ditanam di arboretum seluas 4 ha.Â
Untuk mengelola kawasan itu Astra bekerjasa sama dengan Perum Perhutani Unit III Banten dan Jawa Barat dengan status hutan lindung. Program kawasan hutan terpadu itu juga sebagai salah dukungan Grup Astra atas SDG's Global Goalske-15, yakni Life on Land.
 Kini kawasan hutan itu menjadi rumah yang nyaman bagi 38 jenis burung, 5 jenis mamalia, 1 jenis primata, 7 jenis reptil, 6 jenis amfibi, 21 jenis serangga, dan 2 jenis arachnida.Â
Dari jumlah itu, dua di antaranya termasuk kategori mendekati terancam punah berdasarkan International Union for Concervation of Nature (IUCN), yakni burung betet Psittacula alexandri dan katak hijau pohon Rhacophorus reinwardtii. Terima kasih Astra telah menjadi inspirasi bagi rakyat Indonesia selama 60 tahun.***