Mohon tunggu...
Imam Rahmanto
Imam Rahmanto Mohon Tunggu... Jurnalis - Coffee addict

Cappuccino-addict | Es Tontong-addict | Writing-addict | Freelance

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Paspor dari Profesor

17 November 2015   05:33 Diperbarui: 17 November 2015   07:11 322
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Belakangan ini, menyelesaikan satu buku bacaan saja sangat susah. Saya harus mencari-cari (hingga mencuri-curi) waktu demi menamatkan satu buku yang sudah menetap di kepala. Ada beberapa buku yang mengantri dan ingin dibaca sekaligus.

***

[caption caption="Bukunya lengkap, bikin semangat."][/caption]"Life is negotiable," --Rhenald Kasali

Kemarin, saya baru saja menyelesaikan satu buku yang telah lama saya incar-incar. Saya justru menemukannya di kota lain, Medan. Itu lantaran di kota Makassar, Gramedia selalu kehabisan stock setiap kali saya mengecek dua mall besar disana.

Pernah mendengar buku 30 Paspor di Kelas Sang Profesor? Kalau belum, maka cari dan bacalah! Saya teramat-sangat merekomendasikannya.

Buku yang ditelurkan lewat pemikiran "self driving" seorang dosen nyentrik Universitas Indonesia (UI) ini sungguh mencerahkan. Yah, sekaligus membuat saya menggebu-gebu ingin membuat paspor! Ya, passport! Tanpanya, saya takkan pernah bisa menginjakkan kaki ke luar negeri.

Gara-gara membaca tulisannya pula, Passport, saya terdorong membaca tulisannya yang lain.

Buku setebal 328 halaman ini dirangkum oleh J.S Khairen, yang berisi kumpulan kisah perjalanan 30 mahasiswa "nyasar" di luar negeri. Sebenarnya, mereka tidak benar-benar kesasar dalam artian sesungguhnya. Akan tetapi, tugas dari "pemikiran unik" Prof. Rhenald Kasali di kelasnya lah yang memaksa mereka berpetualang sendirian ke luar negeri.

Negara yang berbeda, kisah yang berbeda. Semua bermula dari kelas sang Profesor dengan mata kuliah Sang Profesor, Pemasaran Internasional (Pemintal). Setiap mahasiswa diwajibkan memilih salah satu negara tujuan observasi.

Negara yang dituju tak boleh berbahasa melayu dan bahasa Indonesia, semisal Malaysia, Singapura, atau Brunei. Satu orang pun tak boleh memilih negara yang sama dengan teman-teman lainnya. Ditambah lagi, mereka harus pergi seorang diri ke negara tujuannya, tanpa keluarga, sanak saudara, atau teman.

"Uang untuk beli tiketnya bagaimana, Pak?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun