Pendiri Grup Lippo Mochtar Riady mengungkapkan pihaknya mengalami kesulitan dalam mengurus perizinan proyek kota baru Meikarta, Cikarang, Jawa Barat. Lippo membutuhkan hingga 136 cap atau stempel sebagai tanda mendapat izin untuk pembangunan megaproyek tersebut.
“Butuh 136 cap untuk pembangunan. Begitu sulit. Bapak Presiden Joko Widodo (Jokowi) bilang semua izin tiga hari selesai, tapi ternyata tidak demikian,” ucap Mochtar saat ditemui Kompas.com, Kamis (12/7/2018) di Jakarta.
*****
Tampaknya Bos dari Grup Lippo saat menyampaikan dahulu di depan awak media seperti tengah menyusun dalih atas kasus besar yang kemudian terjadi dan mengguncang Kabupaten Bekasi kemaren saat Bupati Neneng Hasanah terkena OTT KPK terkait adanya transaksi antara pemda Bekasi dengan pengembang di kawasan Meikarta tersebut.
Mochtar Riady seakan sosok indigo yang ngerti sak durung winarah, seakan maklum bahwa sebuah insiden akan menerpa bisnisnya. Padahal semua publik mestinya mahfum bagaimana sepak terjang klan Riady ini saat pilpres 2014 lalu.
Penyematan tanda kehormatan bagi Mochtar seakan menegaskan eksistensinya di pusaran kesuksesan Jokowi menapak di Istana Kepresidenan dan tentu saja sosok sang Pangeran, James Riady di balik pilihan pragmatis keluarga taipan kondang ini untuk mendukung Jokowi.
Proses yang berkelok-kelok untuk menjadikan proyek kloningan dari kawasan satelit Lippo Karawaci tersebut bisa sukses di Cikarang membuat Riady seakan mati kutu dan memilih untuk menerjang peraturan yang ada.
Riady seakan menjelma menjadi anak kemaren sore membaca pernyataan Jokowi yang mengumbar janji akan memangkas semua perijinan yang kelak hanya akan membutuhkan waktu hanya dalam hitungan harian saja. Umpan yang memikat ini di sambar oleh Riady. Tak heran meskipun masih terbelit dengan perijinan, marketing Meikarta langsung menggeliat menawarkan produk hunian mereka.
Penentangan Deddy Mizwar saat menjabat Wakil Gubernur Jawa Barat dahulu tidak mereka gubris. Secara agresif Meikarta berusaha merangkul semua komponen bisnis hingga acara Topping-Off bahkan ikut diresmikan oleh Menko Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan. Dan ini seakan menyakinkan publik proyek bombastis keluarga Riady ini "aman" dan "beres".
Proyek LRT (Light Rail Transit) saja sampai "diarahkan" untuk bisa berbelok hingga ke Meikarta sehingga antusiasme publik kian tinggi. Tudingan adanya hopengan dan kongkalingkong pengembang dengan beberapa petinggi pemerintah daerah itu menjadi rahasia publik. Bantah-bantahan dinas satu dan dinas lainnya menjadi lazim.
Hingga akhirnya, di tahun politik KPK kembali "berulah" dengan melakukan penangkapan OTT. Kontan persepsi publik terbelah antara Mochtar Riady ditinggalkan atau meninggalkan Jokowi lalu memungut konsekuensi atau penangkapan tersebut ingin merubah citra Jokowi yang melorot drastis.