Mohon tunggu...
Imam Kodri
Imam Kodri Mohon Tunggu... - -

Formal Education Background in UPDM (B) Of Bachelor’s Degree of Politics and Social Science, majoring of Public Administration and Master Degree, Majoring of Human Resources. Worked in various private companies over 30 years, such as: PT. Pan Brothers Textile as HRD Assistant Manager, PT. Sumber Makmur as HRD Manager, General Personnel Manager at PT. Bangun Perkarsa Adhitamasentra, Senior Manager of HRD and General affair at PT. Indoraya Giriperkarsa, Headmaster of Kelapa Dua High School, and the last, Head of the General Bureau and Human Resources at ISTN Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Era Baru Revolusi Mental ala Joko Widodo

23 Oktober 2014   23:39 Diperbarui: 17 Juni 2015   19:57 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Masyarakat menjadi bertambah bingung, jangan-jangan pembatalan pengumuman kabinet Jokowidodo, yang rencananya Rabu malam 22/10/2014, bertempat di Tanjung Priok, merupakan isyarat bahwa Pak Jokowi sudah mulai ingkar terhadap semangat revolusi mental yang digembar gemborkan selama ini.

Semangat revolusi mental menjadi semakin sulit untuk diimplementasikan di kalangan masyrakat bawah, menengah hingga kalangan atas, para buruh, pengusaha, pelajar mahasiswa, para guru dan dosen, serta profesi-profesi yang lainnya, apabila figure yang selama ini dijadikan symbol pemimpin teladan ternyata sudah mulai tidak tepat janji, tidak tegas, padahal kekuasaan sebagai Presiden sudah ada ditangannya. Beliau memegang hak prerogative, tidak ada lagi yang dapat menjegalnya.

Tidak diketahui secara pasti penyebab kesulitan Jokowi dalam kerja pertamanya sebagai Presiden, untuk memilih calon pembantu-pembantunya. Tampaknya ada tarik ulur kepentingan diantara partai-partai yang tergabung didalam koalisi Indonesia hebat.

Masyarakat awam hanya melihat, dari kulit luarnya saja kalau untuk memilih manusia terbaik, professional, jujur, kepemimpinan integritas yang kuat, kompetensi tinggi, dan syarat lainnya yang dibutuhkan oleh Jokowi-Jk, kiranya tidak terlalu sulit. Apalagi yang meminta atau menseleksi sorang Presiden.

Namun yang kita saksikan adalah Presiden Jokowidodo seperti terbebani sesuatu yang sangat mengganggunya dalam pengambilan keputusannya, mulai dari nama-nama calon menteri pilihannya yang bersumber dari publik, parpol koalisi, atau orang-orang-orang terdekatnya.

Masyarakat awam kemudian banyak yang mengkira-kira, apakah Privilege Megawati yang mungkin paling menjadi beban berat Jokowidodo. Sebagai Presiden, Jokowidodo masih belum mampu sepenuhnya melepaskan tekanan psikologi sebagai petugas partai yang harus sepenuhnya taat kepada Ibu megawati.

Ketaatan yang mendalam sudah mendarah daging Jokowidodo kepada Megawati ketika masih menjadi loyalis PDIP, ternyata terbawa-bawa hingga sekarang, disaat beliau memegang jabatan tertinggi di republik ini, Presiden Republik Indonesia.

Eva Sundari dari PDIP menyebutkan, bahwa sudah mengajukan kepada Jokowi sebanyak 10 orang, dari jatah 6 orang yang merupakan hak PDIP, ditambah beberapa orang yang merupakan privilege Megawati Sukarnoputri. Pertimbangannya karena PDIP sebagai partai pengusung dan sebagai pemenang pertama pemilu legislative.

Demikian juga para calon menteri yang diajukan oleh partai koalisi IH Walaupun professional, dan dipenuhinya syarat-syarat yang lain, tetap harus melalui pintu utama yaitu Ibu Mega. Demikian kompromi-kompromi politik di dalam KIH. Kompromi politik tidak akan melanggar etika yang sudah menjadi komitmen bersama, dengan alasan bahwa didalamnya tidak ada transaksional politik.

Harapan rakyat kepada Presiden Jokowidodo sebenarnya tidak terlalu muluk, itu kesan yang pertama, yaitu agar Jokowidodo mampu membentuk kabinet yang bersih dari KKN, jujur, bekerja keras, membela kepentingan rakyat, sehingga langkah Jokowidodo yang dianggap cukup baik adalah dengan dikutsertakan PPATK dan KPK ikut membantu menelisik, bersih atau terindikasi kurang bersih dari calon menteri yang akan dipilihnya.

Revolusi mental memang harus dimulai dari diri sendiri. Jika itu seorang Presiden yang pertama kali mempublikasikan maka secara etika Presiden harus memulainya terlebih dulu dari dalam lingkungan terkecilnya, kemudian melebar masih dalam lingkup kabinetnya Jokowidodo.

Apa yang akan di refolusi, mental yang bagaimana, tentu Jokowidodo yang paling tahu untuk soal yang ini, hanya perlu menjadi pertimbangan Presiden Jokowidodo, masyarakat kita masih perlu dikuatkan rasa tanggung jawabnya, minimal kepada dirisendiri dan keluargnya, mau bekerja keras, berani berdikari, tidak menjadi konsumtif.

Dalam lingkup yang lebih luas meningkatkan rasa tanggung jawab, disiplin memanfaatkan waktu. Dan sebagai penutup Presiden kita Bapak Jokowidodo harus menjadi pemimpin yang memberikan contoh atau keteladanan yang baik, dan selamat bekerja Bapak Presiden!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun