[caption caption="Presiden Jokowi memberikan ucapan selamat kepada Ahok usai acara pelantikan Gubernur di Istana Negara, Rabu (19/11/2014). (Liputan6.com/Faizal Fanani)"][/caption]Pesta akbar pemilukada di Ibu Kota Jakarta 2017 masih cukup lama, namun suasana sudah mulai terasa menghangat. Penyebabnya yang dianggap paling menarik menjadi rebutan adalah faktor klasik. Yakni rebutan lahan basah yang dimiliki oleh Jakarta berupa Pendapatan Asli Daerah (PAD) DKI Jakarta sebagai yang terbesar di seluruh Indonesia.
Selain itu posisi Gubernur DKI Jakarta yang sangat bergengsi jika dibandingkan jabatan gubernur daerah lain, karena Jakarta adalah ibu kota Negara, menjadi kiblatnya para gubernur di seluruh Indonesia. Sebagai provinsi yang memiliki APBD terbesar serta Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tertinggi, maka peluang untuk memodernisasi Jakarta semakin terbuka dan cukup menantang.
Jabatan Gubernur DKI juga menjadi rebutan semua Partai politik. Mereka saling berlomba untuk menempatkan kadernya mengikuti Pilkada agar dapat terpilih. Partai politik sangat berkepentingan untuk memberikan dukungannya terhadap kandidat yang mempunya potensi keterpilihannya terbesar, adalah keterkaitannya dengan kepentingan partai politik itu sendiri.
Kemungkinan besar tingkat keterpilihan kader partai untuk menjadi orang nomor satu di Jakarta berkorelasi positip dengan popularitas partai di mata masyarakat. Dengan kata lain popularitas calon Gubernur DKI mendongkrak popularitas Partai pengusungnya. Semakin tinggi populeritasnya seorang kandidat kepala daerah yang diusung partai politik, maka nama partai politik pengusungnya semakin meningkat.
Saat ini sudah mulai bermunculan kandidat calon Gubernur DKI. Seperti Adhyaksa Dault, Sandiaga Uno, Ridwan Kamil, Nachrowi Ramli, Djarot dari PDIP, dan masih banyak lagi. Rupanya partai politik juga sedang mencari bentuk kandidat yang memenuhi kriteria hampir sempurna, akan tetapi tetap saja tokoh-tokoh yang sengaja dimunculkan pada akhir-akhir ini kualitasnya masih jauh dibawah kualitas yang dimiliki oleh Gubernur Basuki Tjahaja Purnama.
Seperti Adhyaksa Dault, walaupun ia mantan seorang menteri Olah Raga dimasa pemerintahan SBY, tetapi melihat sisi Adhyaksa Dault yang kurang dikenal berupa sumbangsihnya yang paling menonjol untuk masyarakat luas, melalui hitung-hitung sederhana diatas kertas, belum merupakan lawan atau pesaing yang perlu diperhitungkan oleh Ahok. Adhiyaksa masih kategori pesaing dengan kadar biasa, belum luar biasa.
Adhyaksa Dault besar dan sekolah di Jakarta tetapi diyakini kurang memahami persoalan-persoalan yang ada di ibukota karena Adhiyaksa tidak pernah blusukan, sehingga tidak memahami kehidupan rakyat bawah. Ia lebih aktif sebagai kolektor mobil dan motor antik yang jauh jangkauannya bila dikaitkan dengan kepentingan rakyat miskin.
Sedangkan untuk menjadi lawan tangguh Ahok, seorang calon Gubernur DKI tidak cukup bermodal ia harus seorang muslim, jujur, pintar-cerdas, tegas, track record yang baik, akan tetapi lebih dari itu. Ia harus harus mempunyai keberanian diatas rata-rata. Karena Jakarta isinya "Binatang Buas" semua, seperti pernyataan Sutiyoso, maka Gubernur DKI harus lebih buas.
Dapat dikatakan sifat yang harus dimiliki gubernur DKI berani dan buas seperti binatang buas porsinya 75 bahkan sampai 90 persen. Sedangkan kriteria seorang muslim yang jujur, pintar-cerdas, tegas, track record yang baik yang hanya maksimal 25 persen saja sudah cukup.
Sebab, apalah artinya seorang pemimpin DKI yang jujur pintar cerdas, dan seterusnya, akan tetapi tidak memiliki keberanian dan sifat buas, maka semua program kerja untuk memperbaiki DKI dari persoalan korupsi, banjir, macet, dan lain-lain pekerjaan berat lainnya, akan sia-sia.
Kandidat lainnya seperti Sandiaga Uno, ia memang pebisnis yang berhasil sebagai seorang pengusaha kaya. Tercatat sebagai orang terkaya ke-37 di Indonesia pada tahun 2011, ia juga seorang motivator mengenai peningkatan jiwa entrepreneurship untuk kalangan anak muda. Ia diusung oleh Partai Gerindra, karena dalam dunia politik, Sandiaga tercatat sebagai Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra.