"ADHD Membuat Hidup Sibuk, 4 Cara Saya Bertahan dan Bangkit"
Diagnosis ADHD Saja Tidak Akan Mengubah Hidup Anda
Saya pertama kali didiagnosis disleksia dan ADHD ketika berusia 9 tahun. Di ruang tunggu klinik itu, saya hanya anak kecil yang bingung. Saya tidak benar-benar paham apa arti dua kata panjang yang baru saja disebut dokter. Yang saya tahu, saya berbeda.
Di sekolah, perbedaan itu membuat saya merasa seperti "murid tiri negara." PR matematika selalu berakhir dengan amarah guru. Membaca nyaring di kelas adalah mimpi buruk; huruf-huruf seolah menari, berputar, lalu hilang. Saya sering menunda mengerjakan tugas hingga menit terakhir bukan karena malas, tapi karena otak saya seperti menolak bekerja di luar tekanan.
Diagnosis itu sendiri tidak mengubah apa pun. Saya tetap pulang dengan rapor penuh merah, tetap diejek teman, tetap dianggap "anak bodoh." Bertahun-tahun kemudian saya sadar: diagnosis hanyalah pintu masuk. Yang mengubah hidup adalah langkah-langkah kecil setelahnya.
Inilah empat "alat" yang membantu saya bertahan dan akhirnya menemukan cara hidup dengan ADHD.
1. Kesadaran Diri : Belajar Melihat Diri Apa Adanya
Menurut Dr. Russell Barkley, pakar ADHD dunia, ADHD bukan sekadar sulit fokus, melainkan gangguan pada executive function cara otak mengatur waktu, emosi, dan prioritas. Saya merasakannya setiap kali harus mengerjakan PR. Alih-alih memulai, saya sibuk menajamkan pensil, mengatur buku, atau tiba-tiba ingin menggambar.
Kesadaran diri datang saat saya mulai jujur pada diri sendiri: "Saya memang berbeda, dan itu tidak salah." Sejak itu saya mencoba cara baru. Saya mulai menggunakan timer kecil 10 menit kerja, 5 menit istirahat. Ajaibnya, PR yang dulu terasa seperti monster kini lebih bisa saya hadapi, sedikit demi sedikit.
2. Rutinitas : Jangkar di Tengah Pikiran yang Kacau