Dan karena aku tahu bagaimana rasanya, aku tidak pernah menyerah pada mereka.
Ketika seorang anak ADHD kesulitan duduk diam, aku tidak menyuruhnya 'tenang' atau 'fokus'. Aku memberinya cara belajar yang sesuai dengan otaknya dengan gerakan, dengan alat bantu visual, dengan eksplorasi.
Ketika seorang anak disleksia kesulitan menulis, aku tidak memaksanya mengikuti metode konvensional. Aku mengajarkannya cara mengekspresikan diri melalui gambar, melalui suara, melalui teknologi.
Karena aku tahu, masalahnya bukan ada pada mereka. Masalahnya ada pada sistem yang belum siap menerima keberagaman cara berpikir.
Kita harus mengubah cara kita melihat pendidikan. Kita harus berhenti memaksakan satu standar untuk semua anak. Setiap anak adalah unik, setiap anak memiliki potensinya sendiri.
Kepada semua guru, orang tua, dan siapa pun yang membaca ini: Jangan melihat anak-anak seperti kami sebagai 'masalah'. Lihatlah kami sebagai peluang untuk memahami dunia dengan cara yang lebih luas, lebih dalam, dan lebih berwarna.
Dan kepada semua anak yang merasa 'berbeda':
Kamu tidak rusak. Kamu tidak gagal. Kamu hanya melihat dunia dengan cara yang berbeda dan itu adalah kekuatanmu.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI