Mohon tunggu...
Imam Setiawan
Imam Setiawan Mohon Tunggu... Praktisi pendidikan inklusif, penyintas disleksia-ADHD. Pendiri Homeschooling Rumah Pipit

Saatnya jadi Penyelamat bukan cuma jadi pengamat Saatnya jadi Penolong bukan cuma banyak Omong Saatnya Turuntangan bukan cuma banyak Angan-angan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Disleksia dan Potensi yang Terlupakan

14 Maret 2025   09:15 Diperbarui: 14 Maret 2025   09:15 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Disleksia dan Potensi yang Terlupakan

Saat orang berbicara tentang disleksia, yang pertama kali muncul di benak mereka adalah kesulitan membaca, menulis, dan mengeja. Disleksia sering kali dianggap sebagai suatu gangguan, sebuah hambatan yang harus diatasi. Namun, bagaimana jika saya mengatakan bahwa disleksia bukanlah sebuah kekurangan, melainkan sebuah kelebihan yang tersembunyi? Bagaimana jika saya mengatakan bahwa di balik semua tantangan yang ada, terdapat sebuah potensi luar biasa yang dapat mengubah dunia?

Saya, Imam Setiawan, adalah seorang penyandang disleksia dan ADHD. Sejak kecil, saya bergulat dengan huruf-huruf yang tampak menari di depan mata, angka-angka yang sulit saya pahami, serta dunia pendidikan yang belum sepenuhnya memahami kebutuhan saya. Saya pernah merasa tidak cukup pintar, merasa gagal, bahkan pernah berpikir bahwa saya tidak akan pernah bisa sejajar dengan teman-teman saya. Namun, seiring perjalanan hidup, saya menyadari bahwa cara saya berpikir yang unik adalah sebuah anugerah, bukan sebuah kutukan.

Jika disleksia benar-benar sebuah kekurangan, mengapa begitu banyak tokoh sukses yang ternyata juga menyandang disleksia? Albert Einstein, Steve Jobs, Richard Branson, hingga Leonardo da Vinci adalah beberapa contoh dari sekian banyak individu luar biasa yang memiliki pola pikir berbeda. Mereka bukan sukses karena disleksia, tetapi dengan disleksia. Pola pikir yang tidak linear, kreativitas yang luar biasa, serta kemampuan problem-solving yang unik adalah kekuatan utama para penyandang disleksia.

Menurut Dr. Sally Shaywitz, seorang pakar disleksia dari Yale University, disleksia bukanlah bentuk keterbelakangan intelektual. Justru, individu dengan disleksia memiliki keunggulan dalam berpikir secara holistik, melihat pola, dan menemukan solusi inovatif. Hal ini senada dengan teori Ron Davis, seorang peneliti yang juga menyandang disleksia, yang menyatakan bahwa disleksia adalah bentuk berpikir tiga dimensi yang memungkinkan seseorang untuk melihat dan memahami dunia dengan cara yang berbeda.

Saya memilih untuk menjadi seorang guru bagi anak-anak berkebutuhan khusus karena saya memahami betapa pentingnya memiliki seseorang yang benar-benar mengerti tantangan yang dihadapi anak-anak dengan disleksia dan ADHD. Saya ingin membuktikan bahwa mereka bukan anak-anak yang "bodoh" atau "malas," tetapi individu yang memiliki cara belajar yang berbeda.

Saya melihat banyak anak dengan disleksia yang kehilangan kepercayaan diri karena sistem pendidikan yang belum ramah terhadap kebutuhan mereka. Mereka dipaksa untuk belajar dengan metode yang tidak sesuai dengan cara kerja otak mereka. Saya tidak ingin mereka mengalami hal yang sama seperti saya dulu. Maka, saya menerapkan strategi pembelajaran yang lebih visual, lebih interaktif, dan lebih berbasis pengalaman nyata. Saya tidak hanya mengajarkan mereka membaca dan menulis, tetapi juga mengajarkan mereka cara untuk menemukan kekuatan dalam diri mereka sendiri.

Jika Anda atau anak Anda memiliki disleksia, berikut beberapa strategi yang bisa membantu:

  1. Gunakan Visualisasi -- Gunakan gambar, diagram, dan warna untuk membantu memahami konsep.
  2. Fokus pada Kekuatan -- Cari tahu apa yang Anda kuasai dan kembangkan potensi tersebut.
  3. Gunakan Teknologi -- Aplikasi berbasis suara dan teks bisa sangat membantu dalam membaca dan menulis.
  4. Ciptakan Lingkungan yang Mendukung -- Berada dalam lingkungan yang memahami dan mendukung dapat meningkatkan rasa percaya diri dan motivasi.
  5. Berani Berbeda -- Jangan takut untuk berpikir di luar kebiasaan. Kreativitas adalah senjata utama kita!

Disleksia bukanlah sebuah hambatan, melainkan cara berpikir yang berbeda. Jika kita memahami dan menggunakannya dengan benar, kita bisa mengubah dunia. Mari kita hentikan stigma bahwa disleksia adalah sebuah kelemahan. Sebaliknya, kita harus mulai melihatnya sebagai kelebihan yang perlu digali dan dikembangkan.

Seperti yang dikatakan Albert Einstein, "Everybody is a genius. But if you judge a fish by its ability to climb a tree, it will live its whole life believing that it is stupid." Mari kita tidak lagi memaksakan standar yang sama untuk semua anak. Sebab, setiap anak adalah unik, dan setiap perjuangan mereka berharga.

Jadi, pertanyaan saya untuk Anda: Apakah Anda masih melihat disleksia sebagai sebuah gangguan, atau apakah Anda siap untuk melihatnya sebagai sebuah keajaiban?

Saya adalah seorang guru, saya adalah seorang penyandang disleksia, dan saya di sini untuk membuktikan bahwa kita semua bisa sukses, dengan cara kita sendiri.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun