Mohon tunggu...
Imam Setiawan
Imam Setiawan Mohon Tunggu... Praktisi pendidikan inklusif, penyintas disleksia-ADHD. Pendiri Homeschooling Rumah Pipit

Saatnya jadi Penyelamat bukan cuma jadi pengamat Saatnya jadi Penolong bukan cuma banyak Omong Saatnya Turuntangan bukan cuma banyak Angan-angan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sisi Gelap Menjadi Empath

12 Maret 2025   10:06 Diperbarui: 12 Maret 2025   11:05 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sisi Gelap Menjadi Empath

Sebelum seorang empath dapat sepenuhnya menerima dan memanfaatkan sensitivitas energiknya, mereka sering kali harus melewati sisi gelap dari anugerah ini.

Sebagai seorang guru anak berkebutuhan khusus yang juga seorang penyandang disleksia-ADHD, saya memahami betul bagaimana menjadi seorang empath bisa menjadi berkah sekaligus beban. Empath bukan sekadar orang yang peka terhadap perasaan orang lain mereka menyerap emosi, merasakan ketidakadilan dengan lebih dalam, dan sering kali terbebani oleh penderitaan yang bukan miliknya.

Saat masih kecil, saya sudah bisa merasakan emosi di sekeliling saya. Ketika guru di kelas berbicara dengan nada frustrasi, saya bisa merasakan ketegangan di udara. Ketika teman-teman tertawa, saya bisa tahu mana yang benar-benar bahagia dan mana yang hanya menyembunyikan kesedihan. Tapi kemampuan ini bukan tanpa konsekuensi. Seperti banyak empath lainnya, saya juga mengalami kelelahan emosional, kesulitan membangun batasan, dan tantangan dalam memahami mana emosi yang berasal dari diri saya sendiri dan mana yang berasal dari orang lain.

Dr. Elaine N. Aron, seorang psikolog yang dikenal dengan konsep Highly Sensitive Person (HSP), menjelaskan bahwa individu yang sangat peka memiliki keunggulan dalam empati dan kreativitas, tetapi juga lebih rentan terhadap stres dan kecemasan. Ini sangat relevan bagi mereka yang memiliki neurodivergensi seperti saya Disleksia dan ADHD bukan hanya tentang kesulitan belajar atau hiperaktivitas, tetapi juga tentang cara saya merasakan dunia dengan lebih intens.

Banyak empath mengalami:

  1. Overwhelm Emosional Kita menangkap begitu banyak emosi dari orang-orang di sekitar kita, yang terkadang membuat kita merasa seperti tenggelam dalam lautan emosi yang bukan milik kita.
  2. Kesulitan Membatasi Diri Empath sering kali merasa bertanggung jawab atas kebahagiaan orang lain. Sebagai guru anak berkebutuhan khusus, saya sering kali terbawa perasaan ketika melihat murid-murid saya berjuang menghadapi dunia yang tidak memahami mereka.
  3. Kelelahan Fisik dan Mental Menyerap energi negatif terus-menerus dapat menyebabkan kelelahan kronis. Tidak jarang saya merasa terkuras bahkan sebelum hari benar-benar dimulai.
  4. Kesulitan Menyaring Informasi Emosional ADHD membuat pikiran saya bergerak cepat, tetapi sebagai seorang empath, saya juga menangkap banyak sinyal emosional sekaligus. Kombinasi ini membuat saya sering mengalami kecemasan dan kesulitan berkonsentrasi.
  5. Dampak pada Kesehatan Mental Tanpa pemahaman yang cukup tentang batasan dan mekanisme perlindungan diri, banyak empath mengalami burnout, depresi, dan isolasi sosial.

Meskipun memiliki sisi gelap, menjadi empath juga merupakan kekuatan luar biasa. Dr. Judith Orloff dalam bukunya The Empath's Survival Guide menyatakan bahwa kunci bagi seorang empath adalah membangun batasan yang sehat dan mempraktikkan self-care.

Saya belajar bahwa untuk bisa terus mendampingi murid-murid saya, saya harus terlebih dahulu memahami dan mengelola energi saya sendiri. Saya mulai menerapkan teknik grounding seperti meditasi, olahraga, dan journaling untuk membantu menyeimbangkan emosi saya. Saya juga belajar bahwa tidak semua penderitaan harus saya tanggung sendiri belajar mengatakan 'tidak' dan memahami batasan bukanlah tanda kelemahan, tetapi bentuk keberanian.

Di ruang kelas, saya menggunakan empati saya untuk memahami kebutuhan unik setiap anak. Saya tahu bagaimana rasanya disalahpahami, jadi saya ingin memastikan bahwa anak-anak yang saya ajar tidak merasa sendirian dalam perjuangan mereka. Saya mengajarkan mereka bahwa perbedaan bukanlah kelemahan, tetapi kekuatan.

Menjadi seorang empath dengan disleksia-ADHD bukanlah perjalanan yang mudah, tetapi itu adalah bagian dari siapa saya. Ini adalah anugerah yang memungkinkan saya melihat dunia dengan warna-warna yang tidak terlihat oleh banyak orang. Kunci utamanya adalah menemukan keseimbangan antara memberi dan menerima, antara merasakan dan melindungi diri, antara memahami orang lain dan tetap setia pada diri sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun