Mohon tunggu...
I Made Ariana
I Made Ariana Mohon Tunggu... Programmer - -

https://sentralsoft.com/@i.made.ariana

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Nelson Mandela dan Warisan Perjuangannya untuk Seluruh Anak di Dunia

4 Agustus 2017   01:22 Diperbarui: 4 Agustus 2017   01:35 1032
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anak-anak beragam latar bermain dalam persahabatan ( rawpixel.com -- shutterstock.com #316354160).

"Tidak ada manusia dilahirkan untuk membenci manusia yang lain .. 
Untuk bisa membenci, seorang manusia harus melewati proses belajar.
 Jika mereka dapat belajar untuk membenci, mereka pasti dapat diajarkan untuk mencintai." -- Nelson Mandela (1918 -- 2013), politisi & pejuang hak asasi Afrika Selatan.

Demikian  sepenggal kata bijaksana seorang Mandela yang hampir separuh hidupnya  diabdikan untuk perjuangan menyetarakan derajat manusia ditengah politik  apartheid yang mendewakan warna kulit di negara tanah kelahirannya, Afrika Selatan.

Sebelumnya, saya sudah membaca kutipan yang bermakna sama namun dalam kalimat yang berbeda, diucapkan oleh Martin Luther King, Jr. dalam pidatonya yang terkenal 54 tahun lalu, "I Have a Dream", di Lincoln Memorial, Amerika Serikat: "..  saya punya impian, bahwa keempat anak saya, ..suatu hari nanti hidup di  sebuah negara di mana mereka tidak akan dinilai berdasarkan warna kulit  mereka namun berdasarkan isi karakter mereka". 

Ada sebuah  keadilan yang hakiki dalam pesan itu, karena langsung menyentuh inti  permasalahan yang selalu mengakibatkan konflik di antara manusia. Kulit,  seperti "kulit-kulit" lainnya, tidak akan menyakiti seseorang namun  perkataan dan perbuatan yang merendahkan dan kasar yang dilahirkan oleh  pikiran salah dan bermanifestasi dalam karakter akan berdampak  sebaliknya.

Ada indikasi ketidakbahagiaan dalam diri orang kulit putih di Afrika Selatan kala itu. Walaupun mereka menganggap diri mereka berada dalam status  sosial yang tinggi, terutama dari segi pendidikan dan kemakmuran, namun  sebenarnya jiwa mereka kosong dan menderita, tidak pernah puas dengan  apa yang sudah dimiliki. 

Orang yang tidak puas atau tidak pernah  bersyukur tentu adalah orang yang menderita karena segala yang dimiliki  atau diberi oleh Tuhan masih dianggap kurang. Ketidakbahagiaan tersebut  berasal dari ketamakan dan begitu cepat akan melahirkan penderitaan di  sekelilingnya. Sebaliknya pikiran yang dihinggapi penuh kebahagiaan akan  selalu memberi kebahagiaan ke sekelilingnya. 

Apakah penderitaan  orang kulit hitam merupakan imbas pikiran tidak bahagia orang kulit  putih? Sudah pasti, namun masalahnya tidak sesederhana itu. Orang kulit  hitam juga tidak berusaha untuk memperjuangkan hak asasi mereka, yaitu  hak untuk hidup dan sejajar dengan manusia lainnya di dunia hingga  datangnya Mandela, seorang sosok yang terdidik dan dikaruniai filsafat  hidup yang mulia.

Orang yang bahagia tidak akan pernah memiliki  pikiran untuk merendahkan orang lain. Orang yang bahagia selalu puas  dengan hidupnya dan banyak menghargai segala hal yang ia jumpai dalam  hidupnya. Orang yang bahagia apabila melihat keadaan sekelilingnya  kacau, tidak akan terpengaruh dan sebaliknya akan menjadikan  sekelilingnya dipenuhi kebahagiaan dan keharmonisan. 

Orang yang  bahagia tidak pernah mengeluh pemerintahan negaranya buruk namun  berusaha untuk mengubah negaranya secara perlahan dari pikiran  bahagianya. Itulah sosok Mandela, seperti cahaya lilin yang menerangi  sekitarnya, seseorang yang mengerti bahwa penindasan hanya bisa  ditiadakan dengan cinta kasih bukan dengan kekerasan atau dengan  senjata. Keyakinan bahwa cinta kasih akan selalu menang terus dijunjung,  itulah prinsip sejati, karena dalam cinta kasih dan rasa syukur selalu  akan ada kebahagiaan.

Memperjuangkan cinta kasih, keharmonisan,  kedamaian, dan hal mulia lainnya dengan cara membenci, menjelekkan,  merendahkan, merusak, meneror, dan menyakiti manusia lain merupakan  sesuatu hal yang menurut saya paradoks dan tidak melahirkan simpati. 

Kedamaian  hanya datang dari pikiran yang damai. Keharmonisan hanya datang dari  pikiran yang harmonis. Begitu juga cinta kasih hanya datang dari pikiran  yang penuh cinta. Tidak ada orang mencintai dengan cara membenci.  Tidak ada orang yang menyuarakan kedamaian dengan melakukan teror atau  perusakan. Benci hanya datang dari pikiran yang penuh dengan rasa iri  dan kurangnya rasa menghargai manusia lain.

Apabila di tengah  perjalanan hidup, seorang manusia tidak tahan dalam memegang prinsip  sejati tersebut karena siksaan yang melahirkan rasa putus asa, pada saat  itulah pikiran rendah mengambil alih kemudi, dan jiwa yang lemah  akhirnya membelot dan bersekutu dengannya. Mewujud dalam tindakan  kekerasan yang tidak terarah, membuat penderitaan banyak orang. Kini ia  berada di pihak yang sama dengan penindasnya. 

Cinta dan benci  adalah dua hal yang berbeda, satunya berjalan ke arah Timur dan satunya  ke arah Barat, dan banyak yang memilih menjalani keduanya karena tidak  berusaha memahaminya secara filsafat. Itu sebabnya di dalam diri ada dua  roda gigi yang saling bergesekan dan merusak "mesin" pikiran dan  jasmani seseorang.

Masih terkait kutipan Mandela pada bagian  pembuka tulisan ini, ia mengingatkan saya pada anak saya yang sekarang  berada jauh di sana. Sekarang ia sedang belajar tentang kehidupan pada  masa-masa awal hidupnya. Saya harus bijaksana menuntunnya agar selalu  bersyukur dan menghargai semua orang. 

Tugas saya dan orang-orang  terdekatnya untuk mengenalkannya pada dunia dan memandunya bahwa ia  bebas memilih untuk melihat dunia mana yang ia ingin lihat dan menjadi  realitasnya dalam batas-batas yang sesuai dengan norma dan usianya.

Sedikit  bercerita, pernah saya melihat bagaimana seorang anak baru masuk  sekolah dasar sangat tidak menyukai seseorang. Saya bisa melihat dari  sinar matanya ketika ibunya menyebut nama orang tersebut. Saya menarik  napas panjang, saya pernah melihat tatapan mata seperti itu, tapi itu  bukan milik anak seusia dia, itu milik pemimpin partai Nazi, Adolf Hitler, yang sedang berpidato memprovokasi rakyat Jerman. 

Setelah  saya telusuri ternyata ibunyalah yang menanamkan rasa tidak suka  tersebut karena suaminya pernah diperlakukan tidak baik oleh orang  tersebut. Saya berpikir kasihan anak tersebut, masih belum mengerti  masalah orang tuanya namun ikut memendam perasaan negatif yang  seharusnya belum pantas untuk anak seusianya karena ternyata ayahnyalah  yang bersalah pada orang tersebut berdasarkan cerita ayahnya pada saya.  Sedemikian mudahnya kita menggoreskan tinta hitam di atas kertas anak  yang putih dan tanpa kita sadar akibatnya, kita sudah turut merusak  pikiran dan karakternya.

Sejak dahulu dunia tidak berubah, ada  sisi baik dan sisi buruk. Manusia diberi kecerdasan dan leher untuk  menoleh ke arah mana yang ia suka. Dalam usianya menjelang 3 tahun,  dipenuhi rasa ingin tahu, sering anak saya bertanya pada saya tentang  apa nama sebuah benda atau binatang dengan menunjukkan jari telunjuknya  yang kecil ke arah sebuah gambar dan sambil menggumam dengan bahasa yang  tidak saya mengerti seolah ingin mengatakan "Itu namanya apa, Papa?".  Ketika saya mengatakan "gajah", ia langsung mengulang mengucapkan kata  tersebut walaupun masih kurang sempurna. Esoknya, ketika ia melihat  gambar itu lagi, sambil menunjuk, spontan ia menyebut kata "gajah". Saya  takjub, terdiam dan berpikir lama.

Ada sedikit perasaan was-was,  seperti menulis instruksi ke dalam sebuah komputer yang belum terisi  berkas apapun agar tidak terjadi kesalahan ketika menjalankannya yang  ujungnya membuat komputer menjadi hang. Ternyata memang orang  dan lingkungan sekitarnyalah yang akan membentuk pikiran dan karakter  anak tersebut. Seperti anak di negara bersalju akan belajar bagaimana  bertahan dari cuaca dingin dari orang tuanya dan begitu juga anak di  gurun belajar bertahan dari cuaca panas. 

Setiap manusia melihat  dunia mereka dari lubang kunci mereka yang kecil, setiap pengalaman  sifatnya pribadi. Gambaran dunia tersebut hanya menjadi utuh melalui  penyelaman pengetahuan yang diperoleh dari pikiran dan pengalaman orang  lain yang dibagi dalam bentuk bacaan maupun dengan melakukan perjalanan  ke berbagai belahan dunia.

Saya membayangkan apabila semua anak  usia 2 atau 3 tahun di dunia ini belajar untuk mencintai manusia lain  terlepas dari atribut sosialnya bukankah itu cukup untuk menciptakan  dunia yang lebih baik 10 atau 20 tahun ke depan? Memang ada saat ia  harus berhati-hati dan menjaga diri yaitu dengan mengenali karakter  manusia yang lain dan bukan dengan menilai baik buruk seseorang melalui  "warna kulit"-nya. 

Ia akan bingung bila suatu hari nanti bertemu  dengan orang yang berbeda "warna kulit" namun berkarakter baik, bahkan  lebih baik dari orang yang memiliki "warna kulit" yang sama dengan  dirinya. Apakah berlaku sebaliknya? Tentu tidak.

Sampah dan bunga  sudah ada di sana sejak ia lahir, namun selama ia hidup agar  mengusahakan untuk selalu melihat bunga karena itu akan menolongnya  untuk tetap teguh menyeberangi kehidupan ini. Tidak ada yang salah  dengan sampah kalau ia tidak terpengaruh bau atau tampilannya, sampah  itu alami dan bermanfaat bagi bunga. 

Namun ketika pemandangan  atau bau sampah itu mengganggu pikiran dan jiwa, di sanalah diperlukan  kemampuan untuk mengambil alih kemudi diri untuk menyadari bahwa  sebenarnya ia bisa menoleh ke belakang, atau bahkan ke atas, atau ke  bawah atau bahkan menjauh untuk melihat bunga indah dan mencium harumnya  yang selama ini ia abaikan.

Kita melihat di akhir cerita, Mandela  bisa hidup berdampingan dengan orang-orang kulit putih yang telah  menindasnya. Itu bukan suatu kebetulan, karena mungkin ada satu ucapan  Gandhi yang terpatri dalam hati dan pikirannya: "Orang yang lemah tidak akan pernah bisa memaafkan. Sikap memaafkan hanyalah tanda yang dimiliki oleh orang-orang kuat". 

Semuanya  diawali dengan perjuangan damai dan begitu juga seharusnya di akhir  cerita. Mandela telah lulus dalam ujian hidupnya, dan semoga damai di  dunia yang baru. Bantuan tangan tersembunyimu masih diperlukan untuk  membimbing jiwa-jiwa manusia agar menjadi sekuat dan semulia dirimu.

..  semoga semua mahluk berbahagia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun