Mohon tunggu...
Ilyani Sudardjat
Ilyani Sudardjat Mohon Tunggu... Relawan - Biasa saja

"You were born with wings, why prefer to crawl through life?"......- Rumi -

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

GSK Diinvestigasi Menyuap Dokter?; Refleksi Kode Etik Industri Farmasi Global

7 Mei 2014   02:09 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:47 889
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13993785771469345282

[caption id="attachment_335011" align="aligncenter" width="390" caption="Obat sumber:vemale.com"][/caption]

Kasus yang menimpa GlaxoSmithKline (GSK), perusahaan farmasi raksasa yang berpusat di Inggris ini mungkin bisa menjadi momentum perbaikan kode etik hubungan antara penjual obat raksasa, dengan dokter, pelayanan kesehatan, rumah sakit.

Bagaimana tidak? Bermula dari kasus di China, seorang investigator kasus korupsi, Gao Feng mengumumkan ke jurnalis, praktek suap yang dilakukan oleh GSK sebesar USD 500 juta (Rp 5 T), kepada petugas kesehatan dan dokter. Suap bukan saja dalam bentuk uang langsung, tetapi juga perjalanan (travel-travel), gratifikasi seks, liburan, dan seterusnya.

Skandal suap ini  terjadi bukan hanya di China ternyata, tetapi juga melanda negara-negara Polandia, Irak, Jordania dan Lebanon.

Di Polandia, 11 dokter dan seorang regional manager menjadi terdakwa kasus korupsi ini. Salesman yang  dari GSK menyatakan, dokter-dokter ini dibayar untuk mempromosikan dan menjual obat atsma Seretide. Dengan kasus seperti ini, industri farmasi TNC menjadi sorotan dunia kembali terhadap kode etik penjualan obatnya.

Beberapa bulan lalu saja, Johnson & Johnson membayar denda kepada pemerintah AS sebesar USD 2,2 Milyar (Rp 22 Trilyun) karena membayar insentif kepada dokter dan pharmasis untuk meningkatkan masuknya obat mereka ke resep, fee kepada dokter dan kits obat dalam bentuk lollipop kepada anak-anak (sumber: Financial Times, 17 Dec 2013).

Sementara di China sendiri, pelapor dugaan korupsi beberapa obat merk asing mulai bermunculan, termasuk dari industri raksasa Sanofi, Novartis, Eli Lilly, dan Bayer. Investigasi bukan hanya dilakukan terhadap industri asing, tetapi industri lokal juga kena, dan beberapa karyawan industri ini telah ditahan. Tetapi tidak ada pemberitahuan kepada publiknya (sumber: FT, 17 Dec 2013).

Ada suatu pepatah di China mengenai korupsi: kill the chicken to scare the monkey. Tetapi untuk kasus GSK, China langsung menangkap gorilanya....:D

Maklum, GSK termasuk terbesar ke empat, dibawah Pfizer, Sanofi-Aventis, Novartis. Dibawah GSK, yang termasuk 10 besar adalah Roche, AstraZeneca, Merck, Johnson & Johnson.

Bagaimana di Indonesia? Yang jelas, saya beberapa kali datang ke RS swasta di Medan dan Jakarta. Di depan mata saya sendiri, beberapa salesman obat mengikuti dokter dengan hebohnya.

Bahkan, ketika berada di sebuah RS swasta terkenal di Pondok Indah, kami pernah ditawarkan obat yang masih uji coba, tetapi harganya bisa milyaran! Karena katanya satu-satunya alternatif untuk menyembuhkan adik saya ketika itu. Eh ternyata ketika berobat keluar negri, adik saya hanya dikasih 2 macam obat (sebelumnya bisa 7-9 macem), tetapi harus menjaga pola hidup,  makan yang sehat, tidak boleh terlalu capek. Alhamdulillah, sehat sampai sekarang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun