Mohon tunggu...
Ilyani Sudardjat
Ilyani Sudardjat Mohon Tunggu... Relawan - Biasa saja

"You were born with wings, why prefer to crawl through life?"......- Rumi -

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Jokowi, KTT ASEAN dan "Bad Flu" Ekonomi Indonesia

14 November 2018   11:48 Diperbarui: 18 November 2018   22:13 677
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Kemarin Jokowi menghadiri KTT ASEAN ke 33 di Singapura. Pertemuan ini tentu banyak membicarakan masalah ekonomi dan kerjasama antar negara.

Tidak dipungkiri, Indonesia adalah pasar yang menggiurkan bagi ASEAN. Penduduk terbesar ke 4 didunia dan terbesar di ASEAN. Kalau tidak pandai meniti buih, Indonesia bisa bisa hanya mendapat tetesan dari pertumbuhan negara negara emerging market yang menggairahkan, walau negara maju sedang lesu.

Sayang di era Jokowi, pertumbuhan ekonomi Indonesia jusru menurun dibandingkan era SBY. Hanya berkisar 5%.  

Dan dibandingkan dengan negara Asean, Indonesia termasuk paling jeblok, no. 6 di Asean. Yang pertama paling bagus pertumbuhan ekonominya Laos (6,9%), Vietnam (6,8%), Myanmar (6,8%), Filipina (6,7%), Malaysia (5,9%), Indonesia (5,07%), Thailand (3,9%), Singapura (3,6%, note: Singapura masuk dalam negara maju) dan Brunei 1,3%).

Bukan itu saja. Defisit transaksi berjalan Indonesia sudah sangat parah. Data BPS triwulan III 2018 menunjukkan defisit sudah mencapai 3,37% PDB. Lebih besar dari batas toleransi sebesar 3% PDB. Defisit itu terjadi karena parahnya impor yang dilakukan Indonesia.

Ini membuat Indonesia masuk 5 besar negara di dunia yang paling rentan mengalami gejolak, bersama negara (persentase berdasarkan defisit terhdap PDB), yaitu Turki (5,7%), Afsel (3,5%), India (2,4%) dan Brazil (1%) sehingga membuat investor global ragu melakukan investasi.

Selain itu, pelemahan rupiah juga yang terburuk di Asean secara keseluruhan. Rupiah bergejolak melemah kisaran Rp 14.700 hingga Rp 15.400. Untuk menolong rupiah, cadangan devisa USD 131,98 M bulan Januari 2018 terkuras sebesar USD 17 Milyar  atau sekitar Rp 250 Triliun, hingga kini tinggal USD 115 Milyar.

Jika Jokowi membanggakan infrastruktur, seharusnya pembangunannya bisa memebri efek ganda bagi ekonomi Indonesia. Kecuali pembangunannya pakai material asing, tenaga kerjanya asing bahkan sampe makanannya pun nyetok dari negara asalnya? (sumber ILC soal TKA asing).

Padahal infrastruktur itu pakai utang? Kondisi utang pemerintah dan BUMN juga sudah lampu merah, lebih dari 60% PDB. Utang era Jokowi tertinggi setelah reformasi. 

Yang jelas ekonomi Indonesia memang lagi kena flu berat (bad flu, meminjam istilah Blomberg). Kondisi sekarang paling parah dibandingkan era Presiden sebelumnya sejak reformasi. Baik dari indikator pertumbuhan ekonomi, pengurangan kemiskinan, pengurangan utang. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun