Mohon tunggu...
Ilyani Sudardjat
Ilyani Sudardjat Mohon Tunggu... Relawan - Biasa saja

"You were born with wings, why prefer to crawl through life?"......- Rumi -

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Wabah Difteri dan Campak Mengintai, Apa Maknanya bagi Menkes dan Jokowi?

4 Februari 2018   08:00 Diperbarui: 4 Februari 2018   08:23 782
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi:www.cnnindonesia.com

Sekarang ini hari hari warga memang dibayangi oleh kecemasan wabah penyakit.  KLB Difteri sudah memakan 38 korban wafat. Difteri ini wabah yang mematikan, bahkan anak saya yang sudah 4 kali dapat imunisasi Difteri masih dianjurkan oleh dokter anak untuk imunisasi lagi.

Sementara untuk orang dewasa, inisiatif ibu ibu posyandu di daerahku patut diacungi jempol. Pada didaftarin untuk barengan imunisasi. Nah inikan berdasarkan inisiatif, tetapi upaya pemerintah sendiri gimana? Kenapa gak kampanye besar besaran seperti ketika imunisasi MR dulu? Masih banyak warga yang tidak ngeh dengan difteri ini.

Itu difteri. Yang paling menyedihkan tentu wabah campak dan gizi buruk di Asmat, Papua. Sudah 70 orang tewas di Asmat saja. Sementara yang terkena wabah sekitar 600-an. Secara keseluruhan, akses pelayanan kesehatan di Papua memang menyedihkan.

Merebaknya wabah ini menunjukkan:

1. Sistem informasi cepat untuk melaporkan 1 kejadian wabah tidak jalan. Bahkan jika di suatu wilayah seperti Asmat belum ada semacam puskesmas dan posyandu, maka informasi dini masalah kesehatan tidak akan terdeteksi. Informasi dini penting untuk pencegahan dan penanganan cepat masalah hingga tidak merebak.

2. Akses pelayanan kesehatan yang meliputi tenaga kesehatan hingga obat obatan dan faktor pendukungnya tidak menjangkau semua kecamatan. Banyak tenaga kesehatan yang enggan ke daerah terpencil, karena beberapa faktor di hulu sistem kesehatan

3. Sebagai Menkes, Nina Moeloek tidak berupaya mereformasi bagian hulu sistem kesehatan. Seperti luar biasa mahalnya biaya pendidikan kedokteran Indonesia, sertifikasi tenaga kesehatan yang njlimet, dan pengarus utamaan pendidikan kesehatan untuk warga lokal, dimana daerahnya rawan masalah kesehatan. Jadi tenaga kesehatannya adalah warga itu sendiri.

Menkes tidak bisa menyalahkan dokter yang tidak mau bertugas ke daerah terpencil, karena jaminan dari pemerintah saja kurang memadai. Jadi inget seorang dokter yang wafat di daerah terpencil, dan tidak ada kompensasi wajar bagi keluarganya. Padahal dokter ini tumpuan keluarga, tapi bersedia mengabdikan hidupnya di daerah terpencil

4. Untuk Presiden RI, Jokowi, semoga bisa mengarus utamakan pembenahan sistem kesehatan Indonesia dengan mengalokasikan dana yang besar, dengan cara yang tepat dan pemanfaatan yang tepat. Reformasi hulu dalam penyediaan tenaga kesehatan diperlukan pak, dan itu biayanya tidak sedikit.

Ya sudah gitu aja. Salam Kompasiana!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun