Mohon tunggu...
Ilya Ainur
Ilya Ainur Mohon Tunggu... Guru - Penyusun Aksara | SCHOOL COUNSELOR

saya ingin menulis lagi dan terus menulis sampai akhir

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen|Matahari yang Terbenam

31 Agustus 2018   09:35 Diperbarui: 4 September 2018   22:01 656
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Awalnya sempat ada keraguan untukku mengambil keputusan kerja di sana. Tapi ayah, ibu, adek ku Madinah terutama Nadia selalu memberikan ku semangat, meyakinkan ku bahwa pilihan memilih pekerjaan itu adalah jalan terbaik. Dan ahirnya setelah pertimbangan segala hal aku putuskan untuk iya aku akan mengambil pekerjaan itu dan aku siap untuk menjalani hubungan jarak jauh dengan Nadia.

"Mas marwan,,, keluar mas ini loh mbak Nadia sudah datang, kita semua juga sudah siap." Madinah memanggilku dari luar mengingatkan ku bahwa semua orang telah seiap.

"Iya dek, bentah nanti  mas keluar."

Di ruang tamu sudah ada ayah, ibu, Madinah, Nadia dan paman ku. Pemandangan di sana membuatku selalu terkesan. Melihat Nadia begitu akrab dengan ayah, bisa menjadi teman Ibu dalam menyiapkan makanan untukku, dapat menjadi kakak perempuan bagi Madinah. Nadia selalu dapat mencarikan suasana, seluruh orang dikeluargaku suka pada perangainya. 

Bagaimana bisa aku menolak diri ini untuk menjadikannya kelak teman hidupku wanita yang akan ku ikrarkan ijabku di depan ayahnya. Tak hanya keluargaku yang merestui hubungan ini. Keluarga Nadia pun sudah merestuinya. Ayah Nadia sudah percayakan kebahagiaan Nadia anak perempuan satu-satunya kepadaku. Dia berpesan jangan sampai di dalam hidupnya Nadia sedih karena Ayahnya tak pernah membuat Nadia menangis sekalipun. 

Ibunya senang ada aku yang selalu dapat menjadi teman bagi Nadia selalu menjadi terdepan jika sesuatu terjadi pada Nadia. Begitupun dengan ketiga kakak laki-laki Nadia percaya bahwa aku bisa menjadi kakak laki-laki keempat bagi Nadia.

Setibanya di ruang tamu denagan senyum indahnya Ibu mengajakku dan kami semua untuk menyantap makanan yang dibawakan oleh Nadia waktu itu. Masakan Nadia memang selalu enak. Tak pernah ada makanan yang dimasak Nadia tidak enak. Selalu enak dan selalu dengan menu baru setiap Nadia memasakan makanan untukku. Setelah semua siap dan selesai makan akhirnya semua berangkat untuk mengantarkan ku menuju bandara. 

Mobil yang dikemudikan paman berjalan meninggalkan rumah yang tak pernah ku tinggalkan dan saat ini aku akan meninggalkannya jauh sekali. Dalam perjalanan aku melihat setiap sudut yang pernah aku datangi bersama Nadia. Rasanya ada perasaan mengganjal semacam perasaan sedih dan tidak siap meninggalkan Nadia di sini bersama segala kenangannya. Kalo dipikir-dipikir kenapa saya lebay banget ya toh saya pergi hanya lima tahun. Dan inshaallah setelah dua tahun atau bekalku terasa cukup aku akan pulang untuk mempersunting Nadia yang sudah aku pacari satu tahun terakhir ini.

Semua orang aku salami aku berpamitan ke ayah, ibu, Madinah dan pamanku. Ayah memberikan amanat untuk aku selalu menjadi anak laki-laki yang berusaha dan berjuang demi mendapatkan apa yang aku inginkan. 

Ibu memberikan amanat agar aku menjadi anak laki-lakinya yang selalu taat kepada Allah SWT. Madinah hanya bisa menangis melepas kepergian kakaknya yang tak pernah jauh darinya yang setiap hari mengantarkannya pergi dan menjemputnya pulang dair sekolah. Paman yang titip aku selalu menjadi anak yang berbakti kepada kedua orangtuaku.

"Mas,, Nadia yakin mas Marwan bisa melewati ini. Ini semua juga kan demi kebaikan karir mas Marwan kedepannya. Dan demi masa depan yang sudah kita rencanakan selama ini agar terwujud."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun