Mohon tunggu...
ilmiyatun
ilmiyatun Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Si Tikus Berdasi Kudu Diapakan?

24 April 2019   19:42 Diperbarui: 25 April 2019   10:25 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tindak pidana korupsi telah diakui sebagai tindakan kejahatan paling berbahaya saat ini. Dampak destruktif korupsi bagi negara dan masyarakat telah dirasakan dengan sangat pedih berupa menjalarnya kemiskinan, rusaknya infrastruktur sosial, rawannya bencana, tidak meratanya hasil-hasil pembangunan, dan merosotnya martabat kemanusiaan Indonesia. Lebih jauh, tindakan korupsi membunuh masa depan generasi yang lebih baik dan berkualitas.

Karena itu, sanksi untuk para pelaku korupsi harus berat, berlapis, dan diusahakan memiliki efek jera. Sanksi yang berat memang tidak menjamin hilangnya tindakan korupsi, tetapi ia bisa membuat para pelakunya berhitung ulang. Diakui bahwa hukuman bagi koruptor masih ringan di Indonesia sehingga efek jeranya nyaris tidak ada. Penangkapan koruptor selalu terjadi, meski media dan KPK telah mengumumkannya ke publik. Para pelaku korupsi di sini seperti jenggot, setiap kali dicukur selalu tumbuh dengan lebih lebat lagi. Harus dipikirkan mengapa hal ini terjadi.

Banyak pemikiran dari para ahli hukum tentang sanksi bagi koruptor. Pertama, usulan agar para koruptor dimiskinkan. Pemiskinan koruptor dilakukan dengan cara menyita semua kekayaan hasil korupsi. Semua harta yang tidak dapat dipertanggungjawabkan asal-usulnya harus disita untuk negara. Dengan pemiskinan ini, koruptor akan jera dan tak memiliki kemampuan lagi untuk mengorganisir atau memengaruhi orang lain.

Metode ini dilakukan dengan pembuktian terbalik dan dilakukan dengan cara yang tegas tanpa tawar-menawar lagi. Kedua, diberi hukuman mati, terutama, para koruptor yang terbukti bersalah menilap uang negara dengan jumlah tertentu. Hukuman mati ini harus dilakukan secara konsisten dan ditayangkan media massa sehingga membuat para koruptor lain berfikir ulang. Hukuman mati, sekarang, sudah relevan untuk diterapkan bagi para koruptor mengingat dampak negatif-destruktif yang ditimbulkannya bagi negara serta masyarakat.

Jadi, hukuman mati jangan hanya diterapkan pada kaum teroris dan atau para bandar narkoba. Ketiga, hukuman bagi kotuptor diintegrasikan dengan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang sehingga hukumannya maksimal. Tiga usulan para ahli hukum di atas sebagian telah dicoba terapkan, terutama yang pertama dan yang ketiga. Yang pertama dan ketiga, telah diterapkan pada kasus Joko Susilo yang terjerat kasus Simulator. Dia dihukum 10 tahun penjara dan denda 500 juta serta seluruh kekayaannya yang diperoleh dari hasil korupsi disita untuk negara.

Meski hukuman Joko Susilo dianggap masih ringan, tapi oleh salah satu pimpinan KPK merupakan terobosan hukum karena mengintegrasikan Undang-Undang Tipikor dan TPPU. Ini bisa menjadi yurisprudensi bagi penegakan hukum di Indonesia terkait pemberantasan tindak pidana korupsi. Apa yang dilakukan Hakim Tipikor terkait kasus Joko Susilo merupakan langkah nyata bahwa pemberantasan korupsi di sini masih memiliki harapan dan cukup menjanjikan.

Selanjutnya, hukuman mati bagi koruptor masih diperdebatkan. Para ahli masih mempertimbangkan usulan bahwa hukuman mati sudah mulai harus dihapuskan di muka bumi---sebagaimana sekarang berlaku di negara-negara Eropa dan Amerika. Namun demikian, contoh hukuman mati bagi koruptor dapat diperoleh dari negeri China dan Singapura. Kedua negeri ini dianggap sangat berhasil di dalam meredam rindak pidana korupsi karena hukumannya berat dan nyata, yaitu hukuman mati. Hukuman mati di kedua negeri ini dilakukan tidak pandang bulu dan tidak tebang pilih. Para mantan pejabat dan partai politik di China yang terbukti korupsi akan tetap dihukum mati di hadapan rakyatnya sehingga membuat efek jera yang efektif.

Bagaimana menurut hukum Islam atau fikih? Konsep al-kulliya>t al-khams, yakni: menjaga agama, jiwa, akal, properti, dan keturunan adalah inti dari Syariah atau hukum Islam. Konsep ini merupakan tujuan utama Syariah atau maqa>s}id al-ahka>m al-syar'iyyah. Manusia adalah makhluk Allah yang termulia, karena itu, menjaga kepentingan-kepentingannya adalah suatu tindakan mulia.

Dari argumen di atas, korupsi dapat dikategorikan sebagai tindakan yang merusak atau mengancam al-kulliya>t al-khams. Di dalam al-Quran dinyatakan bahwa membunuh satu manusia sama dengan membunuh seluruh manusia di muka bumi. Sebaliknya, menolong nyawa satu manusia sama dengan menolong seluruh manusia di bumi. Di ayat lain juga dinyatakan bahwa Allah memuliakan anak-anak Adam (manusia), memberikan rizki, dan menjadikan manusia makhluk yang lebih utama daripada makhluk Allah lainnya. Juga larangan membunuh manusia dengan cara yang tidak hak, dan lain-lain. Ayat-ayat itu merupakan sumber dasar ajaran Islam tentang cara menghargai martabat dan harkat manusia. Harkat dan martabat tersebut tidak boleh dilanggar dan kewajiban manusia untuk merawatnya.

Dari perspektif ajaran Islam di atas, fikih sangat tegas bahwa hukuman bagi koruptor haruslah berat jika tindakan korupsi sama dengan menghancurkan hak-hak anak manusia untuk hidup layak, aman, terjaga dari kelaparan, akses pendidikan, dan demikian, contoh hukuman mati bagi koruptor dapat diperoleh dari negeri China dan Singapura. Kedua negeri ini dianggap sangat berhasil di dalam meredam rindak pidana korupsi karena hukumannya berat dan nyata, yaitu hukuman mati. Hukuman mati di kedua negeri ini dilakukan tidak pandang bulu dan tidak tebang pilih. Para mantan pejabat dan partai politik di China yang terbukti korupsi akan tetap dihukum mati di hadapan rakyatnya sehingga membuat efek jera yang efektif.

Bagaimana menurut hukum Islam atau fikih? Konsep al-kulliya>t al-khams, yakni: menjaga agama, jiwa, akal, properti, dan keturunan adalah inti dari Syariah atau hukum Islam. Konsep ini merupakan tujuan utama Syariah atau maqa>s}id al-ahka>m al-syar'iyyah. Manusia adalah makhluk Allah yang termulia, karena itu, menjaga kepentingan-kepentingannya adalah suatu tindakan mulia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun