Nugroho juga seorang tokoh yang cukup dikenal baik karena kegiatannya di ranah universitas. Beliau juga pernah menjadi ketua Senat Fakultas Sastra. Pada tahun 1964, Jendral Nasution menunjuk Nugroho sebagai Kepala Pusat Sejarah ABRI dan dengan jabatan inilah Nugroho membuat proyek proyek sejarah. Dengan begitu tujuan didirikannya Pusat Sejarah ABRI tidak lain dan tidak bukan untuk menulis sejarahnya sendiri berdasarkan peristiwa yang terjadi. Proyek lainnya juga berjalan dalam ranah politik.
BAB 3 Sejarah Untuk Membela Rezim Orde Baru
Setelah mengulas kisah hidup Nugroho, bab ini menggunakan pembenaran sejarah untuk mendukung pemerintahan Orde Baru. Upaya kudeta terjadi sekitar tahun 1965, yang mendorong Pusat Sejarah ABRI untuk segera merespon dan terlibat untuk menerbitkan catatan tentara tentang upaya kudeta tersebut. 40 Hari Kegagalan G30S adalah salah satu karya propaganda yang diproduksi.
Propaganda dibuat untuk menunjukkan bahwa upaya tersebut adalah hasil dari plot komunis. Ini berhasil meyakinkan rakyat bahwa PKI adalah arsitek kudeta dan bahwa itu bukan insiden internal militer. Dengan diterbitkan dalam bahasa Inggris, propaganda ini disebarkan secara internasional selain di dalam negeri.
Selama era Orde Baru, anti-komunisme semakin populer. Nyatanya, hal itu terus berdampak pada era reformasi. Persepsi negatif masyarakat terhadap komunisme merupakan bukti keberhasilan Orde Baru dalam mengukuhkan legitimasi kekuasaannya melalui upaya militernya. Dengan memanfaatkan kesempatan ini, Nugroho dan Pusat Sejarah ABRI akan mengkaji kejadian-kejadian masa lalu secara lebih detail dalam upaya mengangkat derajat militer dalam sejarah Indonesia, memupuk persatuan militer, dan mengesahkan pemerintahan Orde Baru.
BAB 4 Mengkonsolidasi Kesatuan Militer
Pusat Sejarah ABRI melukiskan gambaran yang terlepas dari realita ketika berkampanye menumpas komunis dan membela Pancasila. Pusat Sejarah ABRI bermaksud meningkatkan kohesi di dalam ABRI ketika pekerjaannya selesai. Hal ini dilakukan dengan mereduksi institusi di masing-masing TNI yang membuat narasi sejarah dan memfokuskannya pada Pusat Sejarah TNI.Â
Isu perpecahan internal yang dihadapi militer terhadap personel rezim Orde Baru, semakin mendesak karena mempengaruhi posisi militer. Ini karena validitas yang perlu disebutkan dalam catatan sejarah.
Selain itu, Pusat Sejarah ABRI telah mempertimbangkan proses regenerasi militer untuk menularkan semangat dan semangat perjuangan kemerdekaan kepada generasi prajurit selanjutnya. Hal ini tercakup dalam kuliah tahun 1972 tentang transmisi nilai-nilai baru untuk tahun 1945. Cita-cita Demokrasi Terpimpin tahun 1945 serupa, tetapi versi ini lebih menekankan pada konflik bersenjata. Seminar itu sendiri mengilhami beberapa prakarsa sejarah yang dimaksudkan untuk memajukan cita-cita 1945
Selama seminar tahun 1972 tentang transmisi nilai-nilai baru untuk tahun 1945, topik ini dibahas. Cita-cita Demokrasi Terpimpin 1945 serupa, tetapi versi ini lebih menekankan pada konflik bersenjata. Seminar itu sendiri mengilhami beberapa prakarsa sejarah yang dimaksudkan untuk memajukan cita-cita 1945.
Hal ini terlihat dari permintaan Akademi Militer Magelang kepada para taruna muda agar mereka dapat menghayati etos kemiliteran versi idealisasi masa perang gerilya. Mereka seharusnya mengikuti perjalanan gerilya Panglima Sudirman. Seminar ini dimaksudkan untuk mendidik masyarakat umum tentang militerisme dan gagasan peran ganda selain militer.