Mohon tunggu...
Ilhamdi S
Ilhamdi S Mohon Tunggu... Jurnalis asal Provinsi Aceh, AJI Indonesia, Terverifikasi Dewan Pers, dan 6 sertifikat Kelas Tanpa Batas dari Tempo Institute

Konsisten menyajikan informasi akurat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Merdeka di Atas Lupa

2 Agustus 2025   08:10 Diperbarui: 2 Agustus 2025   08:13 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bendera merah putih yang usang dan robek berkibar lemas di atas atap rumah tua, terpapar waktu dan cuaca. (Sumber foto: kibrispdr.org)

Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa para pahlawannya.


Kutipan Bung Karno itu seakan terus didengungkan setiap Agustus, namun apakah maknanya masih tertanam kuat di benak generasi muda hari ini?


Di tengah gegap gempita lomba 17-an, euforia TikTok bertema kemerdekaan, hingga bendera merah putih berkibar di setiap sudut negeri, ada satu hal yang pelan-pelan mulai menghilang ingatan kolektif tentang sejarah lokal dan para pejuangnya.

Di banyak daerah, makam-makam pahlawan lokal tertutup semak. Sekolah-sekolah hanya mengajarkan sejarah nasional dari buku cetak, tanpa menyentuh perjuangan orang-orang yang gugur di kampung sendiri demi kemerdekaan.

Generasi muda pun tumbuh dengan hafal nama Soekarno, Hatta, Jenderal Sudirman tapi asing terhadap nama-nama seperti Tgk. Chik di Tiro, Cut Nyak Dhien, Teuku Umar, dan ratusan pahlawan lain yang darahnya tumpah di tanah kelahiran mereka.

Tak Lagi Dikenal, Apalagi Dikenang

Seorang guru SMP di Aceh Timur bercerita:"Saya tanya ke murid siapa tokoh pejuang dari daerah kita, banyak yang jawab 'nggak tahu'. Padahal mereka tinggal tidak jauh dari kompleks makam pahlawan."

Hal ini bukan terjadi di satu dua daerah saja. Di Sumatera Barat, nama Tan Malaka yang dahulu sempat dielu-elukan sebagai pemikir revolusioner, justru dihapus dari pelajaran sejarah selama bertahun-tahun karena perbedaan ideologi.

Di Kalimantan, kisah perjuangan Tjilik Riwut tak banyak diketahui pelajar di daerahnya sendiri. Di Nusa Tenggara, kisah heroik para pejuang adat kalah gaung dibanding konten viral.

Lupa karena Tak Pernah Diceritakan?

Masalahnya bukan sekadar "anak muda tak peduli". Sebagian besar memang tidak pernah diperkenalkan dengan narasi sejarah lokal.

Pemerintah lebih fokus pada narasi tunggal sejarah nasional. Media massa pun cenderung mengangkat kisah tokoh-tokoh besar yang berulang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun