Mohon tunggu...
rokhman
rokhman Mohon Tunggu... Freelancer - Kulo Nderek Mawon, Gusti

Olahraga

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Ini Kemiripan Kebijakan Tiket Borobudur dengan Cukai Rokok

6 Juni 2022   15:41 Diperbarui: 6 Juni 2022   15:41 634
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pengunjung di Candi Borobudur. foto: amir sodikin/kompas.com

Ingin membatasi dengan cara mencari untung. Setidaknya itulah kesamaan dalam kebijakan pemerintah tentang tiket Borobudur dan Cukai Rokok.

Pertama tentang tiket Candi Borobudur yang ada di Kabupaten Magelang. Berdasarkan penjelasan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, tentunya setelah adanya pernyataan Menko Luhut Panjaitan, ada dua tiket di Borobudur.

Tiket pertama adalah tiket masuk sebesar Rp50 ribu. Tiket kedua adalah tiket naik ke bangunan candi yang biayanya berlipat ganda yakni Rp750 ribu.

Dari pernyataan Ganjar diketahui bahwa naiknya harga tiket untuk naik ke bangunan Candi Borobudur adalah guna pengendalian jumlah pelancong yang naik ke bangunan candi.

Saya pernah ngobrol dengan seorang teman di Magelang. Si teman mengatakan, memang rawan jika banyak orang yang naik ke bangunan Candi Borobudur. Rawannya adalah bahwa bangunan candi bisa ambles karena menahan beban yang berlebih.

Nah, uniknya kebijakan pemerintah adalah membatasi pelancong naik ke bangunan candi dengan menaikkan tarif. Maka, kebijakan ini jelas mencari untung. Jika pelancong yang naik ke bangunan candi berkurang, maka niat membatasi pelancong berhasil.

Jika pelancong yang naik ke candi tetap stabil, maka pemerintah melalui BUMN untung berlipat dari harga tiket. Setahu saya, wisata candi Borobudur ini diurus oleh BUMN. Jadi, kalau pengunjung ke atas candi berkurang maka pemerintah untung (karena potensi kerusakan candi mengecil), tapi jika pengunjung tetap stabil maka pemerintah melalui BUMN tetap mendapatkan uang.

Saya menduga, pemerintah memang sudah paham dengan tabiat konsumtif warga Indonesia. Pembatasan apapun lebih sering tidak akan mempan. Bahkan, banyak yang rela merogoh duit lebih banyak agar tetap bisa mendapatkan sesuatu.

Hal yang mirip juga terjadi pada cukai rokok. Entah sudah berapa kali cukai rokok naik. Naiknya cukai rokok kabarnya untuk mengurangi perokok. Asumsinya cukai rokok naik, harga rokok naik, perokok berkurang.

Maka kebijakan ini juga mencari untung. Jika jumlah perokok berkurang maka program "melawan rokok" berhasil. Tapi jika jumlah perokok  stabil, pemerintah akan mengeruk duit sangat banyak dari cukai rokok.

Apakah perokok berkurang dengan naiknya harga rokok? Saya tak tahu. Tapi segelintir fenomena yang saya tahu bahwa komsumtifnya warga Indonesia itu memang luar biasa. Mereka siap membeli dengan harga mahal untuk "kesenangan".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun