Mohon tunggu...
rokhman
rokhman Mohon Tunggu... Freelancer - Kulo Nderek Mawon, Gusti

Olahraga

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pahlawan yang Merasa Masih Dikenang

9 September 2021   17:45 Diperbarui: 9 September 2021   17:49 323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi. foto: Kementerin PUPR dipublikasikan kompas.com

"Legenda kita Santo..." teriak MC langsung disoraki riuh rendah suara fans. Nama Santo dielu-elukan luar biasa. Suara supporter pun memekakkan telinga. Santo kemudian datang dan dari agak kejauhan bapak langsung melongo.

"Santo itu hanya pemain cadangan. Dia tak punya kontribusi apa-apa. Kenapa bisa disebut legenda. Mencetak gol pun tak pernah. Padahal, dia penyerang," kata bapak dengan menempelkan mulutnya ke telingaku.

"Santo...Santo..." teriak bapak yang tak bisa didengar karena riuh suara penonton yang luar biasa.

"Santo... Aku Arman," kata bapak lagi.

Alih-alih mendapatkan perhatian, orang di sekitar bapak merasa terganggu. Aku pun kebingungan sementara wajah bapak sudah memerah. Bapak memendam perih sebegitu rupa. Air matanya mengalir. Dia terus teriak nama Santo dan yang diteriaki tak mendengar sama sekali. Sampai kemudian suara bapak hilang.

Petugas keamanan kemudian mengusir kami dari VIP. Aku malu sekali dan juga sedih sebegitu rupa. Jauh-jauh sampai stadion yang dia banggakan, nama bapak tak diucapkan oleh para supporter. Bapak terus sesenggukan. Bapak kebingungan ketika namanya tak lagi diingat orang.

Setelah kami pulang, bapak hanya terkapar di tempat tidur. Bapak terus memendam sedih luar biasa. Kakinya yang cedera permanen karena membela Star FC itu pun makin membuatnya ciut hati.

***

"Tak ada tempat yang seindah kampung ini, Man," kata Pak Karjo memulai. Pak Karjo berbicara dengan bapak yang terbaring di kasur.

"Tak ada tempat yang seindah kampung ini. Kau masih ingat Kartiman? Lelaki yang selalu joget ria hanya pakai celana dalam ketika melihatmu bikin gol. Tak ada orang yang merayakan cintanya padamu seperti Kartiman mencintaimu," kata Pak Karjo yang mulai membuat bapak tersenyum.

"Kau bisa teriak kapan saja di kampung ini. Kau bisa teriak sembari memberi arahan bagaimana anak-anak itu menendang bola dengan baik. Kau kami bebaskan untuk teriak. Kami tak akan pernah terganggu. Karena kami cinta kamu. Cinta kami, cinta kampung ini, melebihi luberan penonton di stadion," kata Pak Karjo membikin air mata bapak mengalir. Mengalir bahagia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun