Saat itu, Liga Italia jadi rujukan untuk ditonton karena menarik dan bertabur bintang. Malam Senin atau Minggu malam adalah waktu bagi para penggemar bola nongkrong melihat Liga Italia. Saat itu, pamor Liga Inggris dan Liga Spanyol masih di bawah Liga Italia.
Namun, Liga Italia terpuruk. Mereka seperti mengalami kesulitan untuk bangkit sejak kasus suap yang membuat Juventus kehilangan gelarnya pada 2005-2006. Kasus itu menurunkan pamor Liga Italia. Pemain berkelas pun makin sedikit yang main di Liga Italia.
Liga Inggris kemudian jadi magnet baru karena mau membuka diri. Liga Inggris mulai banyak mengimpor pemain berkelas. Liga Spanyol punya magnet baru setelah adanya Lionel Messi. Di sisi lain, semakin ke sini, laga sepak  bola yang cepat lebih cenderung disukai.  Sementara, Italia dikenal dengan pertandingan yang mengandalkan taktik sehingga terkesan lambat.
Kini, ketika para pemain bintang berkelas pergi, Liga Italia sepertinya kembali akan jadi tontonan yang sepi. Klub Liga Italia tak lagi jadi magnet kuat. Apalagi, sejak Inter Milan juara Liga Champions 2010, belum ada lagi klub Italia yang juara Liga Champions.
Klub-klub Italia sepertinya juga kalah lobi dan pemilik dibanding klub dari Inggris, Spanyol, atau Prancis dalam hal ini PSG. Mereka kalah dalam memberi daya tarik agar pemain bintang bisa datang.Â
Jika pada akhirnya Liga Italia sepi penonton, maka sangat ironis. Sebab, Timnas Italia baru saja euphoria menjadi juara Euro 2020 yang baru lalu. Jika Liga Italia masih sepi peminat, pendapatan mereka pun berpotensi menurun. Tak sehat untuk industri sepak bola.Â