Mohon tunggu...
rokhman
rokhman Mohon Tunggu... Freelancer - Kulo Nderek Mawon, Gusti

Melupakan akun lama yang bermasalah

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Riuh Transfer Pemain dan Kekalahan Liga Italia

28 Agustus 2021   10:38 Diperbarui: 28 Agustus 2021   10:42 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cristiano Ronaldo saat masih berbaju Juventus. foto: AFP dipublikasikan kompas.com

Transfer pemain di musim panas ini memang mencuri perhatian. Tiga di antaranya yang mengguncang pemberitaan adalah Lionel Messi, Romelu Lukaku, dan Cristiano Ronaldo. Messi dari Barcelona ke Paris Saint-Germain, Lukaku dari Inter ke Chelsea, dan Ronaldo dari Juventus ke Manchester United. Uniknya, dari gemerlap transfer musim panas ini, geliat Liga Italia paling tidak berkilau. Liga yang beken di era 90-an ini kehilangan banyak pemain bintang.

Tengok saja para raksasa di Italia. Inter Milan sang juara bertahan, menjual topskor mereka musim lalu dengan 24 gol di Liga Italia. Romelu Lukaku yang jadi sosok penting di lini depan Inter Milan musim lalu, dijual ke Chelsea. Lukaku dijual dengan harga 115 juta Euro ke Chelsea. Nama beken lain yang dijual Inter adalah Achraf Hakimi yang dijual ke Paris Saint-Germain dengan harga 60 juta Euro.

Tentu saja dua pemain di atas, khususnya Lukaku, adalah sosok yang bisa menarik perhatian. Performa Lukaku yang garang menjadi daya tarik Liga Italia. Namun, ketika dia pergi ke Inggris, maka satu daya tarik Liga Italia hilang.

Dari dua penjualan besar itu, Inter mendapatkan duit 175 juta Euro. Bandingkan dengan pembelian Inter Milan. Mereka hanya mengeluarkan uang hamper 32 juta euro untuk mendapatkan empat pemain. Yang paling mahal adalah Zinho Vanheusden yang memiliki harga 16 juta Euro.

Juventus juga kehilangan bintang mengilapnya, Cristiano Ronaldo. Pemain 36 tahun ini adalah topskor Liga Italia musim lalu. Ronaldo adalah pemegang lima gelar Ballon d'Or. Dia tentu saja juga menjadi daya tarik Liga Italia. Tapi, Ronaldo memutuskan meninggalkan Juventus untuk ke Manchester United.

AC Milan juga kehilangan bintangnya, Gianluigi Donnarumma. Kiper berusia 22 tahun ini tidak memperpanjang kontrak dengan AC Milan. Donnarumma memilih pergi ke PSG. Padahal, Donnarumma bukan pemain kaleng-kaleng. Dia adalah kiper Timnas Italia sekaligus pemain terbaik Euro 2020.

Lalu siapa bintang besar yang berlabuh di Liga Italia? Tak tahulah. Kalau bintang tua ada, yakni Olivier Giroud yang datang ke AC Milan.  Ada juga pemain muda Tammy Abraham dari Chelsea menuju AS Roma. Tapi dua pemain itu kalah gemerlap dibanding bintang besar yang pergi dari Liga Italia.

Sulit Bangkit Usai 2006

Liga Italia adalah liga yang paling glamour di dunia pada dekade 80-an, 90-an, dan awal dekade 2000-an. Banyak pemain kelas dunia yang memilih bermain di Liga Italia. Sebut saja Ruud Gullit, Marco van Basten, Diego Maradona, Michel Platini, Gabriel Batistuta, sampai Andriy Shevchenko.

Saat itu, Liga Italia jadi rujukan untuk ditonton karena menarik dan bertabur bintang. Malam Senin atau Minggu malam adalah waktu bagi para penggemar bola nongkrong melihat Liga Italia. Saat itu, pamor Liga Inggris dan Liga Spanyol masih di bawah Liga Italia.

Namun, Liga Italia terpuruk. Mereka seperti mengalami kesulitan untuk bangkit sejak kasus suap yang membuat Juventus kehilangan gelarnya pada 2005-2006. Kasus itu menurunkan pamor Liga Italia. Pemain berkelas pun makin sedikit yang main di Liga Italia.

Liga Inggris kemudian jadi magnet baru karena mau membuka diri. Liga Inggris mulai banyak mengimpor pemain berkelas. Liga Spanyol punya magnet baru setelah adanya Lionel Messi. Di sisi lain, semakin ke sini, laga sepak  bola yang cepat lebih cenderung disukai.  Sementara, Italia dikenal dengan pertandingan yang mengandalkan taktik sehingga terkesan lambat.

Kini, ketika para pemain bintang berkelas pergi, Liga Italia sepertinya kembali akan jadi tontonan yang sepi. Klub Liga Italia tak lagi jadi magnet kuat. Apalagi, sejak Inter Milan juara Liga Champions 2010, belum ada lagi klub Italia yang juara Liga Champions.

Klub-klub Italia sepertinya juga kalah lobi dan pemilik dibanding klub dari Inggris, Spanyol, atau Prancis dalam hal ini PSG. Mereka kalah dalam memberi daya tarik agar pemain bintang bisa datang. 

Jika pada akhirnya Liga Italia sepi penonton, maka sangat ironis. Sebab, Timnas Italia baru saja euphoria menjadi juara Euro 2020 yang baru lalu. Jika Liga Italia masih sepi peminat, pendapatan mereka pun berpotensi menurun. Tak sehat untuk industri sepak bola. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun