Mohon tunggu...
rokhman
rokhman Mohon Tunggu... Freelancer - Kulo Nderek Mawon, Gusti

Melupakan akun lama yang bermasalah

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Dijodohin, Awalnya Ogah tapi Selanjutnya Uh Ah Uh Ah

20 Mei 2021   20:32 Diperbarui: 20 Mei 2021   21:02 5257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Foto: shutterstock dipublikasikan kompas.com

Ini kisah nyata dari seorang teman. Cerita ini sudah lama. Setelah pernikahannya, kami tak pernah lagi bertemu, sampai sekarang. Semoga keberkahan dan keselamatan menyelimutinya dan keluarganya.

Oiya, kata-kata belakang judul di atas maksudnya adalah kebahagiaan. Jadi ceritanya begini. Saat itu, belasan tahun lalu, saya punya seorang teman satu kost. Ceritanya kami sama-sama perantau, suku kami pun sama. Jadi seperti mudah klop.

Aku mengenal si teman ini sebagai anak baik dan tak terlalu banyak bicara. Tapi raut mukanya gembira. Tak terbersit dari wajahnya aura susah. Padahal, sedikit banyak ketika dia cerita masa lalu, aku tahu bahwa ada kesusahan luar biasa dalam hidupnya. Dia anak orang tak terlalu berada yang bisa kuliah di perguruan tinggi ternama di Indonesia.

Di saat itu, di usia yang sudah cukup, dia belum menikah. Bahkan belum punya pacar alias calon. Waktu itu, usiaku kisaran lima tahun lebih muda darinya.

Saat ngobrol soal wanita, si teman ini statusnya hanya naksir wanita. Saat bicara wanita, selalu soal wanita yang dia taksir. Satu ketika dia cerita seorang wanita yang dia taksir. Dia sangat bahagia sekali menceritakan bagaimana dirinya dan wanita yang dia taksir saling berpandangan.

Padahal hanya berpandangan. Tapi si teman ini sangat bahagia. Aura wajahnya memancar tak ketulungan. Lihat dia bahagia, aku pun ikut senang, walaupun dia hanya saling berpandangan dengan wanita yang ditaksir.

Di tengah romantika naksir wanita, si teman ini mudik. Setelah balik dari kampung halaman, si teman ini menceritakan padaku bahwa ibunya sudah ingin menimang cucu. Ya istilahnya ibunya ingin agar si teman ini segera menikah.  

Mungkin keluarganya berpikir bahwa teman saya ini memang agak sulit membangun hubungan dengan wanita. Akhirnya si teman saya ini dijodohkan dengan wanita yang dia sama sekali tak kenal. Nah mulai ada rasa ragu dalam dirinya. Di zaman sudah maju dan mudah, masih saja dijodohkan.

Seingatku, si teman ini diberi foto calonnya. Yah namanya juga foto, bisa juga dipoles sana-sini. Maka temanku ini agak tak sreg sebenarnya.

Sampai satu ketika si teman dan keluarganya  bertandang ke rumah calon istrinya. Adegannya mirip cerita film atau cerita perjodohan di masa lalu. Padahal kisah temanku ini adalah cerita tahun 2000-an.

Jadi antar keluarga bertemu, kemudian si calon istri masih di dalam, belum di ruang tamu. Antar keluarga berbincang ke sana ke mari. Temanku ini gelisah seperti hampir kalah judi.

"Nah calonku itu kemudian masuk ke ruang tamu sembari membawa minuman teh. Oalah ayuuuneee reeeek," cerita temanku.

"Nikah saat itu juga aku mau," katanya padaku ngebet sekali. Dia yang awalnya merasa akan kalah judi, malah berpikiran kalah sekalian ngga apa-apa asalkan segera menikah dengan gadis pembawa teh itu.

Obrolan itu adalah obrolan terakhirku dengannya secara tatap muka. Sebab, beberapa hari kemudian dia pulang kampung dan menikahi wanita cantik yang  tak dia kenal sebelumnya. Jadi proses antara dijodohkan sampai pernikahan, seingatku tak sampai sebulan. Cepat sekali pokoknya. Lebih cepat dari membuat skripsi.

Setelah pernikahan itu, dia pun hidup di kota berbeda. Aku putus hubungan. Nomor HP mungkin sudah berganti. Kami teman-teman kostnya juga kehilangan jejak.

Tiga tahun setelahnya, salah satu teman kami menemui jejak teman yang dijodohkan itu. Jejak di media sosial. Aku pun kemudian ikut menghubunginya, sekadar melepas rindu. Kabarnya dia sudah di luar Jawa dan punya satu anak.

Namun, itu pun jadi perbincangan terakhir kami. HP ku yang beberapa kali rusak plus aku yang tak main media sosial kala itu,  membuat kami tak pernah berbincang lagi.

***
Aku menyadari dan mengetahui, tidak semua laki-laki bisa dengan mudah bergaul dengan wanita. Aku juga pernah punya teman, ketika ditawari main ke kost oleh teman wanita, dimaknai   sebagai cinta.

"Apa dia naksir aku ya. Kok ngajak aku main ke kostnya," kata si teman padaku. Aku membatin, apakah cinta itu ditandai dengan meminta main ke kost? Apalagi wanita itu juga pernah menawariku main ke kostnya.

Ada juga yang karena ada wanita minta digandeng, temanku langsung memaknai sebagai cinta. Padahal si wanita itu memang takut menyeberang jalan. Dengan siapapun dia pasti minta digandeng. Denganku juga begitu!

Jadi tak semua lelaki bisa paham wanita. Tak semua lelaki bisa dengan mudah membangun hubungan dengan wanita. Kalaupun dengan begitu dia akhirnya dijodohkan, ya tak masalah.

Nikah itu kan soal kerja sama, soal saling memberi dan merima, soal harus ada yang mau mengalah. Maka jika dua insan sudah matang dan dijodohkan, aku pikir rumah tangganya akan baik baik saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun