Mohon tunggu...
ilham diwa pratama
ilham diwa pratama Mohon Tunggu... Lainnya - Pria

Hi

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Geopolitik Uni Eropa dan Asia-Pasifik

17 Januari 2021   01:48 Diperbarui: 17 Januari 2021   02:07 2075
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Geopolitik merupakan konsep bagaimana wilayah geografi suatu negara dapat mempengaruhi kekuatan politik negara tersebut. Menurut Rudolf Kjelln (1905), geopolitik merupakan ilmu pengetahuan yang memandang negara sebagai organisme geografis atau fenomena dalam ruang. Geopolitik berkaitan dengan geostrategic (wilayah geografi suatu negara dapat mempengaruhi kekuatan strategi negara tersebut ) dan geoekonomi (wilayah geografi suatu negara dapat mempengaruhi kekuatan ekonomi negara tersebut ). Jadi, dapat ditarik kesimpulan kalau politik berkaitan erat dengan kekuasaan, siapa yang berkuasa.


Uni Eropa merupakan organisasi supranasional yang memiliki 27 negara anggota pasca Brexit (keluarnya Inggris dari Uni Eropa hasil referendum). Atas dasar kedekatan wilayah geografis, budaya, politik dan ekonomi negara-negara di Eropa bersatu untuk mencapai kepentingan mereka yang juga kurang lebih sama yang pada awalnya tujuannya ekonomi. Pada awalnya organisasi ini bernama European Economic Country (EEC) kemudian berubah menjadi European Union (EU) pada tahun 1993 seiring berubahnya tujuan mereka yang pada awalnya hanya mencakup perekonomian menjadi mencakup segala aspek.


Kawasan Asia-Pasifik merupakan kawasan strategis yang mempertemukan negara-negara superpower (Amerika Serikat, China, Rusia, dan Jepang) yang juga memiliki perkembangan pesat, bisa dilihat begitu banyak organisasi-organisasi dan kerja sama (bilateral ataupun multilateral), ASEAN + 1 (ASEAN dan China), ASEAN + 3 (ASEAN, China, Korea Selatan dan Jepang), ASEAN Regional Forum (ARF), Pacific Basic Economic Council, ASEAN Vision Group, ASEAN Senior Official Meeting (SMO), East Asian Summit, Shanghai Cooperation Organization (SCO), Asia Pacific Economic Cooperation, Council on Security Cooperation in the Asia Pacific, East Asia Latin America Cooperation serta Northeast Asia Security Cooperation Dialogue (Sambaugh 2003; Acharya 2014). Amerika Serikat juga melihat potensi ini yang kemudian pada masa Presiden Barrack Obama Amerika Serikat mengeluarkan statemen untuk memfokuskan kekuatan (politik, ekonomi, dan militer) mereka di Asia-Pasifik, disebut juga Pivot Asia. Tidak hanya atas potensi yang ada, juga untuk menyeimbangkan kekuatan di kawasan ini. Amerika Serikat khawatir akan kemunculan China yang menjadi raksasa perekonomian baru. Asia-Pasifik, kawasan yang muncul sebagai kawasan dinamis untuk perdagangan internasional. Perubahan ekonomi dan politik di Asia-Pasifik terbilang cukup signfikan. Beberapa negara memiliki pertumbuhan yang cukup baik karena kehadiran China sebagai raksasa perekonomian yang turut membantu untuk memajukan kawasan ini. Sebagai organisasi supranasional yang dikenal dengan integrasi nya, Uni Eropa menjadi pengawas untuk multilateralisme. Tetapi, dalam upaya proses diplomatic perdagangan Uni Eropa menghadapi kendala, yaitu negara anggota. Para negara anggota memiliki kepentingan yang berbeda dan menerapkan kebijakan yang berbeda juga, oleh sebab itu atas kendala yang ada selama beberapa tahun belakangan Uni Eropa berfokus untuk melakukan kerja sama Free Trade Aggrement (FTA) bilateral.


UE saat ini merundingkan perjanjian perdagangan dan perjanjian politik secara paralel, tetapi pada kenyataannya, persyaratan politik ini menurunkan FTA ke bagian perjanjian politik, sambil membatasi kemampuan UE untuk terlibat dengan cara yang lebih fleksibel. Dalam hal ini, mitra sering kali enggan menerima hak asasi manusia dan komitmen politik lainnya yang diwajibkan oleh UE, karena mereka tidak melihat mengapa masalah perdagangan harus dibuat tergantung pada keadaan darurat tersebut (Zwagemakers, 2012: 4-5). Selain itu, UE juga telah menunjukkan bahwa ia memiliki kelonggaran untuk menyertakan keterlibatan politik atau tidak jika dianggap sesuai. Dengan demikian, Transatlantic Trade and Investment Partnership (TTIP), yang saat ini sedang dinegosiasikan dengan AS, tidak memberikan negosiasi pakta politik. Sebaliknya, FTA dengan Jepang mencakup perjanjian politik yang mengikat yang sebagian besar ditentang oleh pemerintah Jepang. Akibatnya, UE dikritik karena menerapkan standar yang berbeda bergantung pada mitranya. Kritik lain terkait dengan implementasi karena, secara umum, kebijakan persyaratan tidak memiliki mekanisme yang tepat untuk memantau dan mengevaluasi efektivitas klausul di negara mitra, membuat sebagian besar komitmen politik tidak dapat dilaksanakan (Hachez, 2015: 20). Standar persyaratan yang berbeda dan tingkat penegakan hukum yang rendah membahayakan legitimasi upaya UE untuk menghubungkan keterlibatan politik dan perdagangan dalam perjanjian internasional. Selain itu, persyaratan politik UE belum terbukti efektif dalam konteks internasional yang berubah dengan cepat saat ini, di mana mitra non-barat, negara-negara Asia-Pasifik di antara mereka.
Namun, kesepakatan perdagangan terpenting yang saat ini sedang dinegosiasikan di kawasan Asia-Pasifik bersifat plural dan UE tetap berada di luar inisiatif kawasan ini. Selain itu, bilateralisme perdagangan yang disertai dengan persyaratan politik telah terbukti tidak konsisten dengan tujuan kebijakan luar negeri UE yang dinyatakan untuk berkontribusi pada integrasi yang lebih besar di kawasan Asia-Pasifik, dan tidak sesuai dengan lanskap geopolitik yang berkembang pesat di kawasan tersebut. Persyaratan politik dan kurangnya kebijakan yang kohesif mempengaruhi hubungan Uni Eropa dengan negara-negara di Asia-Pasifik. Dengan perkembangan perdagangan dan bisnis di kawasan Asia-Pasifik membuat kawasan Asia-Pasifik sebagai pusat perhatian dunia dan terbilang pusat kemakmuran dunia dan menjadi prospek pertumbuhan Uni Eropa (European External Action Service, 2013). Selain ekonomi, Uni Eropa memiliki kepentingan strategis di Asia-Pasifik, keamanan, sejarah, dan konflik regional yang semakin mengkhawatirkan. Eropa dan Asia dihubungan oleh jalur laut dan udara yang memperkuat kepentingan Uni Eropa di kawasan Asia-Pasifik.


Perdagangan UE dengan mitra Asia-Pasifik telah berkembang selama beberapa tahun terakhir. Pada 2015 kawasan ini menyumbang 57,9% dari semua perdagangan Uni Eropa, sementara Eropa tetap menjadi mitra dagang terbesar bagi sebagian besar negara-negara ini. Negosiasi tentang Free Trade Agreement (FTA) sedang berlangsung dengan beberapa negara di kawasan, yang dapat meningkatkan arus perdagangan dengan mereka dan membantu Uni Eropa berintegrasi lebih banyak ke dalam ekonomi Asia.
Menyusul kegagalan negosiasi perjanjian perdagangan dengan ASEAN pada 2009, UE memulai pembicaraan bilateral dengan sepuluh negara di ASEAN. Negosiasi individu ini menciptakan ketegangan di antara negara-negara ASEAN dan akibatnya UE dikritik karena berusaha merusak persatuan ASEAN, yang jelas bertentangan dengan tujuan UE untuk mendorong integrasi regional di Asia. Di antara negara-negara ASEAN, Singapura adalah yang pertama memulai pembicaraan tentang FTA dengan UE. Negosiasi untuk FTA komprehensif diselesaikan pada bulan Oktober 2014, tetapi perjanjian tersebut masih belum berlaku karena perselisihan antara Komisi Eropa dan Dewan mengenai kompetensi Uni Eropa. Perundingan FTA sedang berlangsung dengan negara-negara ASEAN lainnya, seperti Malaysia, Vietnam, Thailand, dan Myanmar, sedangkan negosiasi FTA belum terwujud dengan Kamboja, Laos, Filipina, Brunei dan Indonesia.


Sampai saat ini, Free Trade Agreement (FTA) Uni Eropa-Korea Selatan, yang mulai berlaku pada tahun 2011, adalah satu-satunya perjanjian yang disepakati oleh Uni Eropa dengan negara Asia. Sebagai hasil dari penerapannya, sekitar 70% perdagangan bilateral sekarang bebas bea dan ekspor Uni Eropa ke Korea Selatan telah meningkat lebih dari 15% dalam tiga tahun terakhir. Namun, bukan berarti Uni Eropa tidak memiliki kerja sama dengan negara lain di Asia, Uni Eropa sedang merundingkan Free Trade Agreement (FTA).  Di Pasifik, FTA sedang dinegosiasikan dengan Selandia Baru. Negara ini bukan salah satu pasar ekspor terbesar UE, hanya menerima 0,2% dari ekspornya, tetapi FTA UE-Selandia Baru diharapkan dapat membuka pintu agenda perdagangan Eropa ke Australia dan ASEAN. Memang, Australia dan Selandia Baru terikat dalam pasar bersama oleh perjanjian Hubungan Ekonomi Lebih Dekat dengan perkiraan hasil ekonomi yang setara dengan Asosiasi Perdagangan Bebas Amerika Utara. Selain itu, kedua negara Pasifik telah menyelesaikan FTA yang ambisius dengan ASEAN. Akibatnya, hasil FTA UE-Selandia Baru dapat dioperasionalkan di luar Oseania oleh UE (Lee-Makiyama, 2015: 13-14).


Selama lima tahun terakhir, perkembangan komersial utama di Asia telah mengubah lanskap ekonomi kawasan, yang telah menjadi fokus perdagangan dan bisnis dunia. Faktor kunci dalam transformasi ekonomi ini adalah peningkatan perdagangan intra-regional Asia yang signifikan. Pertukaran komersial di kawasan ini tumbuh lebih cepat daripada di bagian dunia lainnya. Di balik fenomena ini terletak proliferasi FTA di antara negara-negara Asia: dari 53 pada tahun 2000 menjadi lebih dari 250 pada tahun 2015, 150 di antaranya adalah intra-regional (Asia Regional Integration Center, 2015)
persyaratan politik terkait dengan diplomasi perdagangan UE saat ini. Namun, jelas bahwa pendekatan legalistik untuk menggunakan pengaruh ini tidak terbukti sangat efektif jika dikaitkan dengan negara-negara di Asia-Pasifik, yang tetap menjadi satu-satunya wilayah di dunia yang tidak memiliki sistem hak asasi manusia yang institusional dan legal (Croydon, 2014: 290 ). Perbedaan, penundaan dan kebuntuan dalam dialog politik juga menunjukkan bahwa para mitra ini tidak sependapat dengan pandangan UE tentang PCA ini sebagai dasar hukum untuk kerja sama di masa depan yang dapat mengubah negara-negara ini menjadi mitra istimewa bagi UE. Oleh karena itu, persyaratan politik di Asia-Pasifik tidak memiliki pengaruh kuat yang sama seperti di negara-negara tetangga atau calon negara berkembang UE, di mana bantuan ekonominya, akses pasar dan prospek keanggotaan.


Oleh karena itu, pertanyaan kuncinya adalah apakah UE harus menyesuaikan pendekatan legalistik ini dengan konteks geopolitik yang menantang di kawasan Asia-Pasifik atau mencari cara lain untuk mempromosikan nilai-nilai demokrasinya di tengah-tengah upaya integrasi regional.

Asian European Meeting (ASEM)
Meluasnya pengaruh Eropa, meningkatnya interdependensi antara Eropa dan Asia, kebijakan Amerika Serikat telah melatar belakangi terbentuknya Asian European Meeting (ASEM). Kepentingan Uni Eropa dan mitranya serta memperbaiki ataupun memperkuat hubungan satu sama lain mewujudkan terbentuknya Asian European Meeting (ASEM), Association of Southeast Asian Nation (ASEAN) turut memainkan peran penting dalam proses terbentuknya Asian European Meeting (ASEM). Dalam hal ini Association of Southeast Asian Nation (ASEAN) memainkan peran mengenai Hak Asasi Manusia (HAM) yang telah menjadi hambatan dalam hubungan Uni Eropa-ASEAN, Myanmar. Pertemuan Uni Eropa-ASEAN di tahun 1999 tertunda karena permasalahan Myanmar masuk ke dalam ASEAN, yang pada saat itu Uni Eropa terang-terangan menunjukan penolakan terhadap masuknya Myanmar ke ASEAN.


Di Myanmar kebijakan UE terhadap Asia-Pasifik memiliki dampak yang paling terlihat. Ketika para pemimpin Myanmar mengumumkan niat mereka untuk bertransisi ke sistem pemerintahan yang lebih demokratis, UE dengan cepat membalas dengan menangguhkan sanksi dan terlibat, termasuk membuka kantor di Yangon pada awal 2012 dan negara-negara anggota UE dengan cepat menjadi donor bantuan utama untuk Myanmar. Menurut Charles Grant, direktur Pusat Reformasi Eropa, "UE telah membantu mengubah Myanmar menjadi lebih baik." Selain itu, Myanmar tidak lagi menjadi titik api pemisah antara Eropa yang menuntut sanksi dan ASEAN untuk diplomasi yang tenang. Sebaliknya, sekarang terdapat kemungkinan yang berbeda untuk meningkatkan kerja sama gabungan UE-ASEAN mengenai Myanmar, belum lagi dampak yang lebih besar dari koordinasi kebijakan bersama UE-AS dengan demokrasi yang sedang berkembang itu.


Referensi
https://ecfr.eu/article/commentary_what_is_europes_role_in_asia_pacific/ (Diakses, Sabtu 16 Januari 2020 1.37 AM)
Agastya Wardhana, Pusat Studi ASEAN, Universitas Airlangga "Grand Strategy Obama: Pivot to Asia"
https://media.neliti.com/media/publications/12751-ID-interregionalisme-dan-tantangan-pembentukan-komunitas-asean.pdf (Diakses, Sabtu 16 Januari 2020 1.37 AM)
Beatriz Prez de las Heras, Romanian journal of European affairs, "European Union - Asia-Pacific Trade Relations: Tentative Bilateralism amidst Competing Plurilateral Initiatives"
Leonard Hutabarat, " ASEM: Instrumen Diplomasi, Integrasi Regional, dan Pembentukan Rezim"
Kemlu.go.id (Diakses, Sabtu 16 Januari 2020 1.37 AM)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun