Mohon tunggu...
Muhammad Ilfan Zulfani
Muhammad Ilfan Zulfani Mohon Tunggu... Penulis - Kayanya pembelajar

Lahir dan tumbuh di Banjarmasin. Pernah tinggal di Depok.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Zakat dan Problem Sosial

12 Mei 2021   10:26 Diperbarui: 12 Mei 2021   11:43 400
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Yang manakah pilihan kata yang paling tepat, apakah memberi, menyerahkan, atau membayar zakat? Diksi yang paling tepat sebenarnya "membayar". Sama seperti ketika Anda memenuhi kewajiban terkait utang, Anda disebut membayar alih-alih disebut menyerahkan atau memberi.

Utang dalam hal tertentu sama dengan zakat. Artinya, total kekayaan bersih Anda adalah yang telah dikurangi utang sekaligus zakat. Pemahaman bahwa zakat adalah sesuatu yang harus dibayar atau 'harta milik orang lain yang ada pada kita' menjadi penting. Konsekuensi sosial dan filosofinya berbeda jika kita menyamakan zakat dengan sedekah.

Dalam studi ilmu sosial, ada terminologi yang sangat familiar yakni "masalah sosial". Mengartikan konsep masalah sosial ini kita dapat merujuk pada konsep lain yakni "masalah pribadi".

Si Fulan yang tidak bisa memenuhi kebutuhan dasarnya sehari-hari dapat diartikan sebagai masalah pribadi. Namun, kalau kita melihatnya melalui sudut pandang yang lebih luas, kemiskinan yang dialami oleh si Fulan juga merupakan masalah sosial. Misalnya, si Fulan jatuh miskin karena adanya PHK massal. Tentu saja pemutusan hubungan kerja di sini bukanlah semata-mata problem pribadi, ia berada di luar diri si korban PHK. Masalah sosial pun bisa mengakibatkan masalah sosial lain, misalnya naiknya angka kejahatan yang diakibatkan naiknya angka pengangguran.

Konsep masalah sosial juga menyiratkan bahwa masyarakat terlibat dalam menciptakan problem-problem yang dihadapi individu. Misalnya, dimilikinya properti oleh segelintir orang berakibat langsung terhadap terjadinya eksklusi sosial bagi orang-orang yang tidak memiliki properti. Contohnya lagi, buruknya kualitas pendidikan juga berakibat terhadap terjadinya ketidakmapanan segelintir populasi.

Zakat bisa menjadi sebuah solusi terhadap terjadinya masalah sosial kemiskinan beserta masalah sosial lain yang mengiringinya. Sebagaimana kita tahu, dua di antara delapan mustahik zakat adalah golongan fakir dan miskin.

Zakat adalah bukti bahwa agama Islam bukan semata-mata agama privat, tetapi juga sekaligus agama publik. Masalah kemiskinan yang mendasari penyebabnya pada proses sosial --berkaitan dengan masyarakat-- dijawab oleh solusi yang juga sosial yakni zakat. Orang-orang yang kelebihan harta dalam ukuran tertentu memiliki kewajiban untuk membayar zakat. Maka terjadilah distribusi kekayaan dari si kaya, atau setidaknya yang memiliki kelebihan harta, kepada yang berkekurangan.

Ibadah zakat adalah bentuk tanggung jawab wajib dari golongan yang diuntungkan terhadap yang tidak diuntungkan. Teori dan temuan-temuan sepanjang sejarah banyak sekali yang mendalilkan bahwa ada hubungan yang saling terkait antara dua kelompok tersebut. Misalnya, sosiolog Herbert J. Gans dalam karyanya yang kontroversial, The Positive Functions of Poverty mengemukakan jasa-jasa apa yang diberikan oleh orang miskin kepada yang tidak miskin. Di antara fungsi orang miskin yang dipaparkannya adalah fungsi "pekerjaan kasar" yang tidak dilakukan oleh orang yang tidak miskin, yang tetap penting dilakukan agar roda industri berjalan. Artinya, si kaya tidak bisa menjadi kaya jika tidak ada si miskin.

Tentu saja zakat tidak dapat dipahami sebagai sebuah 'penebusan dosa' yang transaksional. Apa yang saya kemukakan di sini adalah bahwa zakat merupakan kewajiban agama sekaligus kewajiban sosial. Di luar urusan distribusi ekonomi, zakat juga dapat mengurangi kerenggangan jarak sosial.

Sebagian memang ada yang menitipkan zakat di badan amil, tetapi tak sedikit juga yang membayar zakat secara langsung. Orang-orang yang membayar zakat langsung ke mustahik biasanya karena ingin orang terdekatnya atau yang dikenalnya yang menjadi penerima.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun