Apa yang lebih menarik selain segala seluk beluk tentang kereta api?
Tidak ada. Barangkali itu yang muncul dari benak para railfans -- pencinta kereta api -- jika mereka ditanya. Mereka yang begitu tertarik pada moda transportasi berbasis rel ini akan begitu semangat jika diajak berbicara mengenai kereta api.
Sebenarnya, ada banyak kegiatan yang dilakukan oleh para railfans (RF)  yang bisa memenuhi hati mereka untuk mencapai kepuasan. Mulai dari membicarakan sarana dan prasarana, sejarah perkeretaapian, melakukan hobi fotografi, dan  tentunya beberapa kegiatan lain. Diantara kegiatan tersebut, hunting atau mencari foto seputar kereta api, baik di stasiun, PJL, maupun spot-spot menarik lainnya bisa jadi merupakan hal paling menggembirakan.
Untuk melakukan kegiatan tersebut, tak jarang mereka merogoh kocek sendiri dengan menaiki kereta api. Sembari menaiki kereta api, maka kegiatan lain terutama mengambil gambar bisa dilakukan. Mengekplorasi stasiun dan beberapa rangkaian kereta pun juga menjadi hal yang tak bisa ditinggalkan.
Sayangnya, seiring berjalannya waktu, kegiatan semacam ini tidak dapat dilakukan secara bebas. Peraturan ketat dari PT KAI beberapa waktu terakhir membuat kegiatan eksplorasi menjadi tidak sebebas dulu. Misalnya, jika dulu penumpang boleh masuk ke dalam area stasiun asal bertiket, namun sekarang harus menunggu dulu jadwal untuk check in dengan rentang waktu keberangkatan kereta yang mepet. Tak hanya itu, beberapa bagian stasiun atau rangkaian kereta tak boleh diambil gambarnya secara sembarangan.
Inilah yang dikeluhkan beberapa RF beberapa waktu terakhir. Tak hanya itu, dengan harga tiket kereta api yang semakin mahal, rasanya lama-kelamaan hobi ini juga menjadi hobi yang mahal. Namun, pendapat semacam ini tidaklah sepenuhnya benar. Walau tak menaiki kereta api, masih ada banyak cara untuk melampiaskan hasrat dalam kegiatan mencintai transportasi ini.
Salah satunya dengan melakukan hunting foto di berbagai PJL ataupun spot lain. Kegiatan ini sendiri tentu tidak memakan banyak biaya. Saya sendiri hampir selalu merekam momen kereta api yang melewati PJL di sekitar lingkungan tempat tinggal saya. Walau tak bisa sebebas saat menaiki kereta secara langsung, tetapi dengan mengabadikan momen yang berharga tersebut, rasanya hati ini sudah bahagia.
Tak hanya mencari momen di stasiun, saat mengantarkan teman atau saudara ke stasiun, maka momen ini juga bisa digunakan untuk melampiaskan hasrat mengenai kereta api. Mulai dari menikmati arsitektur stasiun, mengamati apa yang baru dari transportasi massal ini, dan tentunya menikmati suara rangkaian kereta yang keluar masuk stasiun.
Jika sedang menaiki kerete api pun, berbagai semboyan yang turut mengiringi kereta api juga tak luput dari incaran mata. Semisal, semboyan 10G yang memuat batas berhenti kala kereta tiba di stasiun agar penumpang mendapatkan peron. Hal-hal kecil yang sederhana dan baru ditemukan seperti ini sebenarnya menjadi keasyikan tersendiri saat menjadi railfans. Bagaimana transportasi ini ditata sedemikian rupa adalah muara dari hal baru tersebut yang selalu ingin diketahui.
Makanya, ketika ada opini bahwa hobi ini merupakan hobi yang mahal, hal itu tidaklah selalu benar. Tidak selalu harus menaiki kereta api terutama kelas luxury yang berharga jutaan agar mendapatkan kepuasan. Bahkan, bagi saya sendiri, dengan menaiki kereta api lokal dengan tiket hanya 4.000 rupiah pun sudah cukup. Sudah ada hal-hal baru yang bisa saya amati dan bisa saya jadikan pelajaran.
Intinya, jika ingin melampiaskan hobi tentang kereta api, bukan pada harga tiket kereta yang kini jadi persoalan tetapi seberapa bisa kita memanfaatkan momentum dengan kereta api ataupun segala hal yang ada di dalamnya. Lagi-lagi, itu semua kembali kepada pribadi masing-masing. Kalau saya sendiri, meski ada keinginan untuk mengetahui beberapa rangkaian kereta ataupun stasiun  baru, tetapi saya tak memaksakan diri.
Mengingat saya tergolong baru dalam dunia ini, saya cukup memahami kerinduan para RF lama yang bisa leluasa untuk melakukan hobi mereka. Melihat rangkaian yang baru disambung dengan lokomotif, mengambi gambar di lokomotif, dan sederet kegiatan lain yang kini sangat mustahil dilakukan. Saya sendiri pernah diusir saat ingin mengambil gambar di Stasiun Notog, sebuah stasiun kecil di Purwokerto lantaran harus ada surat izin untuk mengambil gambar di sana.
Saya juga pernah dihalau kala ingin melihat proses penyambungan rangkaian kereta saat kereta yang saya naiki mengalami masalah di Stasiun Bangil. Walau kecewa, tetapi semua ini saya yakini sebagai langkah agar kegiatan transportasi massal ini bisa berjalan tertib.
Dari kerinduan ini munculah beberapa akun media sosial yang mengunggah gambar para RF zaman dulu. Gambar-gambar ini begitu berharga dan seakan tak akan bisa didapat lagi di masa sekarang. Salah satu gambar yang begitu menarik perhatian saya adalah gambar seorang masinis yang memesan minuman teh. Kegiatan yang dulu biasa saja ini sekarang malah menjadi bahan pembicaraan ketika beberapa waktu lalu ada seorang masinis yang pergi sebentar untuk membeli makanan di sebuah warung saat berhenti di sebuah PJL dekat stasiun.
Saat saya naik KA Tumapel -- KA lokal terakhir menuju Malang dari Surabaya -- beberapa RF yang ikut di dalamnya mencoba memberi pengertian kepada penumpang yang nekat turun meski kereta belum mencapai peron. Mereka menjelaskan dengan cukup gamblang jika kereta yang kami naiki sedang menunggu persinyalan dari stasiun dan meminta kepada para penumpang yang sudah berniat membuka pintu kereta untuk menghentikan aksinya. Kegiatan remeh semacam ini disadari atau tidak turut memberikan edukasi mengenai penggunaan transportasi ini.
Yang terpenting, bukan masalah bisa menaiki kereta atau membuat video yang paripurna, tetapi ada kebahagiaan saat bersinggungan dengan perkeretaapianlah yang membuat hati RF bahagia. Terlebih, jika pengetahuan akan perekertaapian ini bisa bermanfaat bagi sesama, rasanya kebahagiaan itu bisa penuh sepanjang rangkaian kereta api Sancaka dan Taksaka.
Salam. Â Â