Mohon tunggu...
Ikrom Zain
Ikrom Zain Mohon Tunggu... Tutor - Content writer - Teacher

Hanya seorang pribadi yang suka menulis | Tulisan lain bisa dibaca di www.ikromzain.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kemerdekaan Filipina dan Spirit Menulis dari Jose Rizal

12 Juni 2019   07:38 Diperbarui: 12 Juni 2019   20:02 417
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kalau ditanya, siapa yang menjadi sosok inspirasi saya dalam menulis? Jawaban tegas akan keluar dari mulut saya: Jose Rizal.

Ya, pahlawan kemerdekaan Filipina yang perayaannya tepat pada hari ini menjadi sosok yang benar-benar membuat bara api saya dalam menulis (semoga) tidak pernah padam. 

Apapun yang terjadi dan apapun yang saya dapat. Mengapa saya begitu mengidolakan sosok tersebut dan tidak mencari sosok dari Indonesia saja?

Jawabannya cukup berat. Tapi yang pasti, Jose Rizal adalah sosok yang melakukan kegiatan menulis dengan tujuan keberpihakannya kepada kaum-kaum tertindas. Rizal menjadi motor untuk perlawanan rakyat Filipina dalam meraih kemerdekaan dari Spanyol.

Tulisannya begitu tajam. Ia mampu menggubah karya sastra dengan bahasa yang begitu apik untuk menunjukkan kondisi sosial masyarakat Filipina pada masa akhir penjajahan Spanyol. Tak sekadar melalui tulisan jurnalisme biasa, segala ketidakadilan pada bangsanya bisa ia tuangkan dalam karya sastra seperti novel.

Salah satu novelnya berjudul Noli Me Tangere (jangan sentuh aku) malah membuatnya "hidup tidak tenang". Pemerintah kolonial Spanyol mencapnya sebagai penghasut revolusi. 

Meski tidak secara langsung melakukan perlawanan terhadap penjajah Spanyol, berkat tulisannya yang vokal, Rizal menjadi incaran. Ia tahu itu dan tetap bergeming untuk terus menulis dan menulis.

Di Eropa, saat ia tertolak dari negaranya, dengan semangat membara, kegiatannya untuk menulis tak pernah padam. Novel selanjutnya berjudul El Filibusterismo (era keserakahan) pun ditulis. 

Rizal yang muak dengan segala keserakahan di tanah airnya terus menulis tulisan yang mengkritik kebijakan pemerintahan, seperti sewa tanah yang tinggi bagi rakyat jelata. 

Berbagai tulisan vokal yang mengecam penjajahan di Filipina pun terus diterbitkan. Hingga akhirnya, saat kembali ke tanah airnya tahun 1896, ia harus dieksekusi mati di usianya yang baru 35 tahun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun