Mohon tunggu...
M. IKHWAN ZAKARIA AL FARIS
M. IKHWAN ZAKARIA AL FARIS Mohon Tunggu... Guru

Penulis Novel : Si Buah Hati

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Peran Guru Sebagai Teladan

23 Juni 2025   19:42 Diperbarui: 23 Juni 2025   19:42 580
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pembelajaran Kelas (Sumber: Album Pribadi)

Seiring dengan perubahan kurikulum dari waktu ke waktu, berbagai penyesuaian pun turut terjadi dalam dunia pendidikan. Guru tidak lagi hanya dituntut untuk menyiapkan materi ajar harian, tetapi juga dibebani dengan beragam tugas tambahan dan kewajiban administratif. Dalam kondisi apapun, guru tetap diharapkan tampil sebagai sosok ideal. Reaksi terhadap tuntutan ini pun beragam ada yang mampu menjalaninya dengan antusias, namun tidak sedikit pula yang merasa terbebani sehingga fungsi utama sebagai pengajar menjadi kurang optimal. Fokus mereka sering kali tersita pada hal-hal seperti platform Merdeka Mengajar (PMM), penyusunan bahan ajar, pemberian umpan balik, pengumpulan sertifikat seminar, dan sebagainya.

Sudah saatnya peran esensial guru sebagai pendidik dikembalikan sebagaimana mestinya, bukan sekadar sebagai pengurus administrasi. Guru sebaiknya diberikan ruang untuk merancang metode pembelajaran yang relevan dan efektif, serta mencermati pertumbuhan dan potensi setiap siswanya. Pendidikan adalah sesuatu yang dinamis dan harus menyesuaikan dengan karakteristik generasi yang terus berkembang, termasuk karena pengaruh kemajuan teknologi informasi global. Informasi kini begitu mudah diakses dari berbagai sumber, namun peran guru tetap menjadi elemen kunci. Tugas guru adalah memanfaatkan teknologi secara bijak dan mengasah kemampuan dalam menanamkan nilai-nilai serta membentuk karakter peserta didik.

Merujuk pada pemikiran pendidikan dari Rabindranath Tagore, sekolah yang ideal adalah tempat di mana siswa bisa meneladani gurunya. Guru bukan hanya menyampaikan teori, tetapi juga menjadi contoh nyata dalam kehidupan sehari-hari, membangun kreativitas bersama siswa, dan menanamkan nilai-nilai moral yang kuat. Dalam proses pembentukan karakter yang menyeluruh, guru perlu hadir dengan membawa semangat profesionalisme dan idealisme dalam menjalankan tugasnya.

Guru ideal sejatinya tidak hanya menyampaikan materi pelajaran, tetapi juga menjadi panutan dalam nilai dan perilaku. Dalam konteks pendidikan abad ke-21, guru dituntut untuk tidak hanya membentuk kecerdasan intelektual, tetapi juga karakter emosional dan sosial. Inilah mengapa pendekatan pembelajaran yang mengintegrasikan Empathy (empati), Mindfulness (kesadaran penuh), Compassion (welas asih), dan Critical Inquiry (penyelidikan kritis) menjadi sangat relevan dan penting untuk diterapkan. Nilai-nilai ini membentuk pondasi karakter peserta didik agar siap menghadapi tantangan zaman dengan akal sehat dan hati yang jernih.

Empati dalam pembelajaran artinya guru mampu menempatkan dirinya pada posisi murid, memahami kondisi emosional mereka, dan menciptakan suasana kelas yang inklusif. Ketika siswa merasa dipahami, mereka akan lebih terbuka dan percaya diri. Namun, di sisi lain, guru kerap kali menghadapi tantangan dalam mengenali perasaan semua murid secara personal, terlebih dengan jumlah siswa yang banyak dalam satu kelas dan keterbatasan waktu pembelajaran. Oleh karena itu, guru perlu mengembangkan strategi observasi yang lebih tajam dan menciptakan forum-forum kecil untuk membangun hubungan emosional yang sehat.

Mindfulness, atau kesadaran penuh, mengajarkan guru dan siswa untuk hadir secara utuh dalam proses belajar. Guru yang mengajarkan mindfulness akan membimbing siswa agar fokus pada pembelajaran tanpa terganggu oleh tekanan luar. Tantangan dalam menerapkan ini biasanya datang dari lingkungan belajar yang bising, interupsi digital dari gawai siswa, atau suasana kelas yang tidak kondusif. Guru perlu menciptakan rutinitas kesadaran seperti jeda reflektif sebelum pelajaran dimulai, atau teknik pernapasan singkat yang bisa membantu siswa untuk "hadir" secara mental dan emosional.

Compassion, atau welas asih, merupakan sikap memahami dan ingin meringankan beban orang lain. Guru dengan welas asih tidak hanya memberi hukuman atas kesalahan siswa, tetapi mencari tahu penyebabnya dan membimbing dengan cara yang manusiawi. Ini adalah nilai penting dalam membentuk iklim belajar yang suportif dan aman secara psikologis. Namun, guru sering dihadapkan pada dilema antara memberikan sanksi atau pendekatan pembinaan, terutama ketika tekanan administratif mengharuskan laporan ketertiban dan pencapaian target. Diperlukan keberanian dan kebijakan hati agar guru tetap mampu menunjukkan kasih dalam ketegasan.

Critical Inquiry, atau penyelidikan kritis, mendorong siswa untuk berpikir mendalam, bertanya, dan mempertanyakan. Guru yang menerapkan prinsip ini tidak mendikte jawaban, tetapi mengarahkan siswa untuk menemukan makna dan solusi sendiri. Tantangan utama dalam hal ini adalah kurikulum yang padat dan tekanan capaian nilai, yang membuat guru cenderung berorientasi pada hasil akhir daripada proses berpikir. Untuk itu, guru perlu merekayasa pembelajaran agar tetap sesuai kurikulum namun memberikan ruang dialog terbuka, eksplorasi masalah nyata, dan tugas-tugas reflektif yang merangsang daya nalar.

Mewujudkan pembelajaran yang mengintegrasikan keempat nilai luhur ini tidak bisa lepas dari keteladanan guru. Guru yang teladan adalah mereka yang tidak hanya mengajarkan, tetapi juga mempraktikkan empati dalam interaksi, menjalani tugas dengan kesadaran penuh, menyebarkan kasih sayang dalam ketegasan, dan mendorong siswanya untuk berpikir secara jernih dan kritis. Itulah wujud nyata dari guru yang tidak sekadar mengajar, tetapi juga membentuk jiwa sejalan dengan filosofi Tagore bahwa guru sejati adalah mereka yang membangun peradaban melalui keteladanan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun