Mohon tunggu...
Ikhtiyatoh
Ikhtiyatoh Mohon Tunggu... Pengembara

"Jangan memaksakan diri untuk berlari jika memang tak mampu. Cukup kiranya tidak berjalan di tempat hingga hidupmu lebih bermanfaat untuk orang banyak".

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Gonta-ganti Kurikulum: Gen Z Harus Siap Hadapi Tantangan Abad 21

28 September 2025   02:00 Diperbarui: 28 September 2025   22:59 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gen Z lebih mengutamakan fleksibilitas, gaji sebanding dengan beban kerja, serta peluang untuk berkembang. Pada akhirnya, idealisme tersebut justru menjadikan mereka rentan dipecat dan resign. Tampak bahwa harapan pergantian kurikulum demi melahirkan output yang mampu beradaptasi dengan dunia industri belum terealisasi.

Gen Z Penuh Problematika

Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan data kelompok demografis terbesar Indonesia saat ini adalah Gen Z. Sebanyak 74,93 juta jiwa atau 27,94% dari total populasi lahir di antara tahun 1997-2012. Di tahun 2025 ini, Gen Z memiliki rentang usia 13-28 tahun.

Seperti diketahui, Gen Z lahir di era digital dengan akses informasi tanpa batas. Mereka hidup di tengah derasnya arus teknologi informasi. Hal ini menjadikan mereka cenderung berpikir kritis dan penuh inovasi. Namun, kehidupan yang serba instan menjadikan mereka bermental rapuh.

Kondisi mental mereka berdampak pada kehidupan sosial hingga merembet ke dunia kerja. Karakter paling menonjol dari Gen-Z adalah freedom (kebebasan). Tak heran jika mereka lebih sulit diatur dibanding generasi sebelumnya. Tuntutan kebebasan menjadikan Gen Z menghadapi banyak problem, di antaranya:

Pertama, candu gadget. Data.ai merilis laporan State of Mobile 2024 yang menyebutkan warga Indonesia menghabiskan waktu dengan perangkat mobile terlama di dunia, yaitu 6,05 jam/hari. Posisi kedua diraih warga Thailand yang menghabiskan 5,64 jam/hari disusul Argentina 5,33 jam/hari (cnbcindonesia.com, 3/2/2024).

Senada yang diungkapkan Psikiater Konsultasi Anak dan Remaja Rumah Sakit Jiwa Menur (RSJ Menur) Surabaya, Ivana Sajogo bahwa jumlah kasus kecanduan gadget meningkat sekitar 20%. Ivana menambahkan, kasus kecanduan gadget rata-rata dialami oleh anak usia 14-19 tahun (wartakita.id, 15/12/2023).

Kedua, meningkatnya kejahatan anak dan remaja. Data dari EMP Puskiknas Bareskrim Polri per 1 Januari s/d 20 Februari 2025 menunjukkan, sebanyak 437 anak berhadapan dengan hukum sebagai terlapor kasus pencurian. Sebanyak 460 anak sebagai terlapor atas kasus penganiayaan dan pengeroyokan.

Selain itu, sebanyak 349 anak terlapor kasus narkoba dan tujuh anak terlapor kasus perkelahian pelajar dan mahasiswa (pusiknas.polri.go.id, 21/2/2025). Disebutkan bahwa perilaku tindak kejahatan biasanya dilakukan remaja berusia 13-18 tahun. Namun, data EMP tersebut menunjukkan terlapor berusia di bawah umur.

Ketiga, menurunnya minat belajar dan nilai akademik. Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek) sempat mengungkapkan, pendaftaran calon mahasiswa ke perguruan tinggi menurun. Hal ini tentu dipengaruhi oleh berbagai faktor. Disamping mahalnya biaya kuliah, menurunnya minat belajar turut menjadi faktor.

Masyarakat bisa melihat, generasi saat ini cenderung lebih peduli skincare dibanding belajar. Dulu, ketika seorang anak ditanya tentang cita-cita, akan dijawab dengan dokter, guru, atau insinyur. Namun, generasi saat ini berbeda. Mereka lebih memilih menjadi pesepakbola atau youtuber sebagai cita-cita.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun