Kabut otak membuatnya sulit fokus saat rapat, perubahan suasana hati yang tiba-tiba mengusik hubungan dengan rekan kerja, dan kepercayaan dirinya runtuh saat berkaca: "Saya tak mengenali diri sendiri."Â
Tapi di balik kisah pilu itu, Adelle justru menemukan kekuatan baru. Setelah menjalani terapi hormon (HRT) dan menerima kondisinya, ia kini aktif menjadi penyuluh bagi perempuan lain yang mengalami hal serupa. "Saya tak mau ada yang merasa sendirian seperti dulu," katanya.Â
Musim gugur dalam tubuh perempuan menopause memang terasa seperti badai. Gejala fisiknya beragam: keringat malam yang membasuh piyama, kulit yang tiba-tiba sekering daun musim kemarau, atau berat badan yang naik meski porsi makan tak berubah.Â
Tapi seperti pohon yang tak pernah sama dalam melepas daun, pengalaman setiap perempuan pun unik. Ada yang hanya merasakan gejala ringan, sementara sebagian lain---seperti Adelle---harus berjuang melawan gelombang panas dan emosi yang fluktuatif.Â
Namun, musim gugur juga membawa kebebasan. Coba bayangkan: tak perlu lagi repot membawa pembalut darurat di tas, tak ada lagi kram perut mengganggu saat meeting penting, atau kebahagiaan spontan saat bisa pakai celana putih tanpa khawatir "kecelakaan".Â
Seorang kawan bercanda, "Menopause itu hadiah terakhir dari menstruasi---seperti dapat piala 'sudah cukup menderita'." Humor gelap ini, meski sederhana, mengingatkan kita: di balik ketidaknyamanan, ada ruang untuk bernapas lega.Â
Lalu, bagaimana dengan perubahan emosional? Mood swing menopause sering dijadikan bahan lelucon---"hati-hati sama ibu-ibu menopause!"---seolah ini aib yang harus disembunyikan.Â
Tapi coba tanya pada mereka yang mengalami: di balik emosi yang naik-turun, ada pertanyaan eksistensial yang menggedor. "Apakah saya masih berarti?" "Apa peran saya sekarang?". Inilah fase ketika perempuan tak hanya berurusan dengan hormon, tapi juga dengan identitas yang sedang bertransformasi.Â
Lantas, bagaimana menyambut musim gugur ini dengan tangan terbuka? Kuncinya ada pada penerimaan dan adaptasi.Â
Pertama, edukasi adalah senjata utama. Buku, webinar, atau konsultasi ke dokter bisa menjadi panduan. Dr. Sheila de Liz, penulis "Woman on Fire", menekankan: "Menopause bukan kegagalan tubuh. Ini evolusi."Â
Kedua, rawat tubuh dengan pola makan kaya kalsium dan vitamin D---plus olahraga ringan seperti yoga atau jalan pagi. Tak perlu muluk-muluk; 30 menit sehari sudah cukup untuk menjaga tulang dan hati tetap kuat.Â