Mohon tunggu...
Elok Ike Setiawati
Elok Ike Setiawati Mohon Tunggu... -

otak ini tak pernah berhenti untuk terus bekerja, memikirkan sesuatu yg layaknya untuk segera dituntaskan...beradu kata dan menjadi sepenggal kalimat yang ingin dituangkan dalam sebuah tulisan....*mencoba mengukir tintah*

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sebuah Tembok Diskriminasi untuk Perempuan

11 Mei 2013   10:46 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:45 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pagi hari disambut dengan rintihan hujan, suasan yang cukup mendukung untuk memproses kata-kata ini.  Namun, aku tak konsentrasi dengan suasana ruangan yang aku tempati. Ah... biarlah makin tak karuan kata-kata yang ada dalam pikiran ku ini yang selalu berputar dan ingin mencari ruang untuk melekatkan kata-kata ini menjadi sebuah tulisan yang indah dan jelas untuk dipahami.

Sejenak... yang ada dalam pikiran ku ini cuma kalimat " keterbatasan perempuan untuk beraktivitas di luar rumah  yang dipengaruhi oleh stigma masyarakat".

Bagi ku takzamannya lagi, perempuan masih terkukung tradisi. Di mana perempuan jauh lebih baik di rumah dibanding harus bekerja di luar rumah. Di era perkembangan arus informasi yang kian pesat, tentunya memberikan akses bagi perempuan untuk meningkatkan kapasitas diri. Seorang ibu tak mesti hanya bersikap pasif dengan mengurus anak dan suami di rumah.

Suatu ketidakwajaran bila di masa yang sudah modern seperti sekarang ini masih saja mengenal idiom jawa yang mengidentikkan perempuan dengan dapur, sumur dan kasurnya. Perempuan tak sebatas hanya beraktifitas di ketiga tempat itu tetapi juga dapat merambah di bidang lainnya. Apalagi saat ini sudah mengenal dengan istilah emansipasi wanita di mana wanita berhak memperoleh perlakuan yang sama dan sejajar dengan pria. Namun ternyata saat ini masih banyak orang yang beranggapan bahwa wanita hanya berkutat pada ketiga tempat tersebut, sungguh sebuah ketidakadilan untuk wanita!

Saat seorang perempuan memutuskan untuk menikah atau berkeluarga, tidak berarti akan menghilangkan kesempatan bagi perempuan untuk maju dan mengembangkan potensi dirinya. Asalkan dapat membagi waktu, tentunya perempuan dapat  melakoni pekerjaan apa saja. Bekerja di luar rumah tak hanya dapat meningkatkan kapasitas diri, namun juga dapat membantu ekonomi keluarga.

Jangan jadikan keluarga sebagai alasan untuk mematikan potensi diri. Tuhan menganugrahkan wanita dengan banyak kelebihan. Seyognya,  dengan kelebihan diri  itulah, dapat membuat wanita bisa lebih memiliki banyak manfaat bagi orang banyak.

Dalam kenyataannya masih banyak seorang laki-laki ataupun suami yang masih melarang jika seorang istri meminta izin kepada suaminya agar sang istri bisa berkecimpung di ruang publik.  Ataupun sebagai orang tua masih melarang seorang anak  perempuan  untuk bisa beraktivitas di luar rumah layaknya teman-temannya yang lain. Dengan berbagai alasan yang terkadang sering kali tidak jelas, tetap saja tidak diperbolehkan, bukankah itu suatu keinginan yang wajar, apabila perempuan/istri  mempunyai kapabilitas yang tinggi. Dan itu membuat perempuan menjadi tidak semangat dan merasa bahwa apa yang ia cita-citakan hanya sebuah harapan.

Perempuan memang tidak dapat memungkiri kodratnya yang sering disingkat dengan 5M  yaitu Menstruasi, Mengandung, Melahirkan, Menyusui dan Menopouse. Tetapi apa salahnya jika wanita juga mengenyam pendidikan yang sama tingginya dengan pria dan bekerja sebagaimana pria disamping menjalankan tugasnya sebagai ibu rumah tangga. Perempuan tak ingin melangkah di depan pria ataupun di belakang pria melainkan hanya ingin melangkah bersama beriringan dengan pria. Bukankah dengan bekerja itu berarti perempuan juga dapat mengasah keterampilan lainnya yang dimiliki dan memperluas pengetahuannya selain hanya di dapur, sumur dan kasur? Bukankah pria akan lebih bangga bila memiliki seorang istri yang menjadi wanita karier tanpa mengenyampingkan keluarganya?

Dalam sebuah keluarga, pria lah yang lebih diutamakan dalam menempuh pendidikan tinggi sedangkan wanita hanya dinomor duakan saja karena adanya anggapan bahwa kelak wanita hanya sebagai istri saja yang tidak diperuntukkan bekerja di luar rumah. Bahkan tak sedikit pula wanita yang mengenyam pendidikan tinggi tetapi hanya untuk memudahkan proses pencarian jodohnya. Lantas setelah lulus pendidikan, wanita-wanita ini tidak memanfaatkan gelar yang telah diraihnya.

Perempuan memang memiliki keterbatasan, namun tak berarti keterbatasan itu  menjadi alasan untuk tidak dapat mengembangkan diri.  Perempuan tentunya tidak akan mungkin dapat menyamai seorang pria  dalam bekerja.

Kendati  begitu, dengan kelebihan perempuan, dapat meningkatkan kapasitas atau kemampuan diri untuk bisa lebih maju.

Perempuan saat ini harus dapat meningkatkan kemampuan dirinya. Dengan meningkatkan kemampuan dirinya, maka perempuan dapat menjalankan berbagai peranan sekaligus. Apalagi jika seorang perempuan yang single parent dalam membesarkan anak- anaknya. Dia sudah jadi super mom bagi anak-anaknya.

Kemandulan pemikiran yang membuat diri kita dijauhkan dari kemandirian, bahkan terlalu dilindungi. Menghilangkan stigma dan memberikan dukungan adalah bentuk nyata dan wujud cinta kasih agar harapan dan cita tak hanya sekedar asa yang menggantung.


Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun