Beberapa waktu terakhir, berita OTT KPK kembali ramai menghiasi layar televisi dan lini masa media sosial. Pejabat publik ditangkap, uang miliaran rupiah disita, dan masyarakat pun mengelus dada. Pertanyaan klasik muncul lagi: "Kapan korupsi akan berakhir di negeri ini?"
Jawabannya mungkin sederhana, tapi tidak instan: mulai dari pendidikan karakter, sejak dini.
Kejujuran yang Sering Terlupakan
Di banyak sekolah, kita terbiasa menekankan pentingnya matematika, bahasa, atau sains. Tapi, nilai kejujuran sering kali hanya menjadi slogan di dinding kelas. Padahal, kejujuran adalah pondasi utama agar ilmu pengetahuan bisa membawa manfaat, bukan justru dimanipulasi.
Saya teringat ketika melakukan visitasi akreditasi ke sebuah lembaga PAUD di Kota Tangerang. Di sana, anak-anak diajarkan untuk antri menunggu giliran, tidak mengambil mainan temannya tanpa izin, Guru dengan sabar menekankan, "Kalau mau pinjam, bilang dulu, kalau tidak boleh, jangan dipaksa." Dari situ saya sadar, pendidikan antikorupsi sejatinya bisa dimulai dari hal-hal kecil, dengan membiasakan jujur dan menghargai hak orang lain.
Era OTT, Era Refleksi
OTT demi OTT seakan memberi cermin kepada kita, ada yang salah dalam membangun karakter bangsa. Pendidikan karakter yang digaungkan dalam kurikulum seharusnya tidak berhenti pada hafalan nilai Pancasila atau sekadar proyek profil pelajar, tapi harus benar-benar hidup dalam keseharian anak-anak.
Bayangkan jika sejak PAUD hingga SMA, anak-anak terus ditempa dengan praktik kejujuran, tidak mencontek saat ujian, berani mengakui kesalahan, tidak mengambil hak orang lain. Maka kelak, ketika mereka dewasa dan memegang jabatan, mentalitas koruptif tidak akan mudah tumbuh dalam dirinya.
Kejujuran sebagai Mata Pelajaran Wajib
Mungkin sudah saatnya "Kejujuran" diperlakukan seperti mata pelajaran wajib, sama pentingnya dengan matematika atau bahasa. Tidak selalu dengan buku teks, tetapi lewat pengalaman nyata, permainan, proyek kelompok, diskusi etika, hingga simulasi dilema moral.
Dengan begitu, pendidikan tidak hanya mencetak generasi cerdas, tapi juga generasi berintegritas. Sebab, bangsa yang pintar tanpa kejujuran hanya akan melahirkan pejabat yang licik.