Ada kalimat yang belakangan sering terdengar di berbagai podium:
"Maju, Adil, Merata, Tidak Korupsi."
Kalimat sederhana, empat kata yang tampak seperti slogan biasa. Tapi buat sebagian orang yang sudah cukup lama hidup di antara pidato, baliho, dan rapat koordinasi, empat kata itu terdengar agak berbeda. Ada semacam getar. Bukan karena baru, tapi karena seharusnya sudah lama kita sampai di sana.
Dua puluh lima tahun bukan waktu yang singkat bagi sebuah provinsi.
Sudah cukup banyak kepala daerah berganti, visi misi diperbarui, dokumen RPJMD disahkan, dan target-target indikator disusun sedemikian rapi. Tapi kalau kita mau jujur, yang sering berganti lebih cepat dari pemimpin adalah narasi besar tentang arah pembangunan itu sendiri.
Kita sering mendengar kata "maju" di tiap periode pemerintahan, tapi jarang sempat bertanya: maju untuk siapa?
Apakah kemajuan diukur dari seberapa tinggi gedung yang dibangun di utara, atau seberapa jauh anak di selatan bisa menempuh pendidikan tanpa harus pindah kota?
Kadang kemajuan diukur dari jumlah proyek yang selesai, bukan dari jumlah hidup yang membaik.
"Adil" dan "merata" juga dua kata yang sering berjalan beriringan di naskah sambutan, tapi jarang benar-benar berdampingan dalam kebijakan.
Adil itu soal keberanian menimbang tanpa takut kehilangan dukungan.
Merata itu soal memastikan yang jauh juga terjangkau.
Dan dua-duanya butuh pemimpin yang berani tidak populer.
Sebab pemerataan bukan perkara membagi proyek, tapi membagi kesempatan. Dan keadilan tidak akan pernah hadir di meja rapat yang sibuk memikirkan citra.
Lalu datanglah kata ketiga: tidak korupsi.
Sebuah pernyataan yang sederhana tapi terasa radikal di negeri yang sudah terbiasa dengan "asal bagian aman."
Menjadi tidak korupsi, dalam konteks birokrasi, bukan cuma soal menolak amplop. Tapi juga soal melawan sistem yang diam-diam menormalisasi kebiasaan salah. Mulai dari main mata dalam tender, sampai sekadar meminjam nama demi laporan kegiatan.
Korupsi, di banyak tempat, sudah lama menjadi bahasa yang tak tertulis tapi dipahami bersama.
Karena itu, ketika ada kepala daerah yang berani mengucapkan "tidak korupsi" dengan lantang di forum resmi, saya tidak ingin buru-buru sinis.
Barangkali, kita perlu memberinya ruang. Bukan ruang untuk memuji, namun ruang untuk membuktikan.
Yang menarik, keempat kata tadi: maju, adil, merata, tidak korupsi bukan hanya janji politis. Ia bisa menjadi arah moral jika benar-benar dijadikan kompas kerja.