Mohon tunggu...
Syamsurijal Ijhal Thamaona
Syamsurijal Ijhal Thamaona Mohon Tunggu... Penulis - Demikianlah profil saya yg sebenarnya

Subaltern Harus Melawan Meski Lewat Tulisan Entah Esok dengan Gerakan Fb : Syamsurijal Ad'han

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Agama yang Mencumbu Tradisi

4 Maret 2021   17:19 Diperbarui: 4 Maret 2021   17:25 306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
A photo taken in a Javanese madrassah in the Dutch Colonial period. Left hand corner of the picture shows two pairs of wooden Javanese clogs. In Cape Town, these were called kaparangs and could be found in many old masjids in cape town. Also notice the manner of teaching and learning the holy Quran, using a 'kalam' (wooden stick) to point. this method still used in many old-school madrassahs in cape town. Also the usage of melayu terms for arabic vowels - fat'ha = dettis (di atas), Kasrah = bawah, Dommah = dapan, tanween = dua dettis, dua dapan, dua bawah, Shaddah = saptu (Sumber: https://www.sites.google.com/site/aljaamiahacademy)

Sarak Menghormati adat

Adat Memuliakan sarak

Adat dan sarak tidak saling membatalkan putusan

Kalau Adat tidak dapat memutuskan satu perkara

Maka adat bertanya pada sarak

Jika Sarak tidak dapat memutuskan satu perkara

Sarak bertanya kepada adat

Keduanya tidak akan keliru dalam mengambil keputusan

Kalimat di atas, konon, menurut Mattulada, berasal dari piagam Ada'-Sarak yang diterbitkan oleh Abdul Makmur Khatib Tunggal  atau lebih dikenal dengan nama Datuk ri Bandang. Piagam ini dikeluarkan, saat Datuk ri Bandang menjadi qadhi di kerajaan Wajo.

Tentu amat menarik mencermati isi dari piagam ada'-sarak ini yang menunjukkan bagaimana  Islam menempatkan tradisi atau adat-istiadat yang hidup di masyarakat. Dalam piagam itu terang terlihat, bahwa syara' atau syariat, alih-alih menyingkirkan adat, sebaliknya malah merangkulnya. Syariat dan tradisi menjadi dua entitas yang satu sama lain saling melengkapi dan menghidupi. Bukan sebaliknya,  yang satu mencampakkan yang lainnya.

Jika benar teks-teks tersebut muncul atas inisiatif Datuk ri Bandang saat menjadi qadhi di Wajo, maka ini semakin istimewa. Seperti jamak kita ketahui, Datuk ri Bandang adalah penganjur Islam dengan orientasi fikih yang kental. Hal ini menjelaskan pada kita, bahwa ulama dulu yang berorientasi fikih sekalipun tetap saja merangkul adat dan tradisi.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun