Mohon tunggu...
Syamsurijal Ijhal Thamaona
Syamsurijal Ijhal Thamaona Mohon Tunggu... Penulis - Demikianlah profil saya yg sebenarnya

Subaltern Harus Melawan Meski Lewat Tulisan Entah Esok dengan Gerakan Fb : Syamsurijal Ad'han

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

"Haji Bawakaraeng", Sekudung Cerita dari Orang-orang Kaki Langit

13 Agustus 2019   14:53 Diperbarui: 14 Agustus 2019   16:31 2816
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tidak ada yang tahu persis apa yang dilakukan oleh lelaki bersahaja dan orang-orang yang bersamanya di puncak Bawakaraeng. Tetapi ada sementara kalangan yang menyebut; 'Si lelaki bersahaja dan berkulit sedikit legam ini naik haji di Bawakaraeng'.

"Dengarkanlah! Saya akan menuturkan segala sisik melik perjalanan saya ke puncak gunung itu, terserah nanti engkau menyimpulkannya seperti apa anak muda!"

Kalimat yang sederhana saja, tetapi ibarat mantra, saya langsung terdiam. Lalu bak tentara siaga satu, saya memasang kuping baik-baik. Gestur saya jelas memperlihatkan kepadanya, saya sangat siap mendengar cerita itu.

Subuh masih merayap-rayap, matahari masih berada di balik selimut dan gelap masih menyungkupi mayapada. Tetapi dalam suasana gelap dan udara dingin di kampung itu, lelaki berkulit sedikit legam itu, bersama beberapa sejawat dan sanak kadangnya telah berjalan menyusuri jalan desa yang berbatu-batu. 

Sesekali cahaya senter menerangi jalan yang akan mereka lalui. Rata-rata orang-orang tersebut berjaket dan menyampirkan sarung di pundaknya. Beberapa orang membawa tas di punggungnya, sebagian lainnya menenteng bungkusan dari sarung, entah berisi apa. Mereka berjalan cepat ke arah barat, menerobos gelap dan menyibak dinginnya subuh yang terasa menusuk-nusuk kulit .

Kurang lebih tiga jam mereka berjalan, sampailah di kaki gunung Lompobattang. Sejenak mereka beristirahat. Sebagian bekal mulai disantap. Selanjutnya berjalan dimulai lagi.

Kini mereka sudah mulai mendaki, menyelusuri jalan setapak, sekali-dua kali menerobos semak belukar. Tak ada kompas petunjuk arah, tidak ada alat mendaki, pakaian hanya jaket sekenanya untuk melindungi dari sengatan dingin yang luar biasa.

Mereka memang bukan pendaki, tetapi warga biasa dari kampung itu. Tetapi mendaki Gunung Lompobattang, selanjutnya menuju ke Bawakaraeng adalah kebiasaan mereka pada bulan Zulhijah, khususnya menjelang hari raya Idul Adha.

Dalam perjalanan menuju ke puncak gunung, tanpa petunjuk arah, mereka bukannya tidak pernah tersesat, tetapi di situlah keajaiban sering datang tak terduga. 

Suatu waktu mereka kehilangan arah. Barat dan timur jadi kabur, utara-selatan tak ketahuan juntrungannya, pada saat itulah tiba-tiba seorang lelaki tua entah dari mana datangnya datang menghampiri si lelaki bersahaja berkulit sedikit legam itu. Meraih tangannya lalu menuntunnya menuju puncak.

"Siapa lelaki tua itu?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun