Day 16 (Selasa, 3 Juni 2025/7 Dzulhijjah 1446H)
Alhamdulillah pagi ini saya bangun dengan penuh syukur dan semangat. Saya sudah selesai haid. Saya ikut salat subuh berjamaah di lobby lantai 6 alias di depan kamar. Usai salat, pembimbing KBIHU menyampaikan kultum. Â Singkat tapi sangat menyentuh hati. Tema yang diangkat tentu saja seputar ibadah haji yang akan kami jalankan. Beliau menyampaikan tausiyah yang diambil dari tafsir Ibnu Katsir.
Ibnu Katsir menyebutkan bahwa di antara orang-orang yang berhaji banyak yang hanya berdoa untuk dunia saja (Al Baqarah: 200), sehingga mereka tidak akan mendapat bagian apapun di akhirat. Semestinya, jemaah haji memanfaatkan waktu di Arafah dengan berdoa untuk dunia dan akhirat sebagaimana doa sapu jagat kita. (lihat tulisan saya sebelumnya https://www.kompasiana.com/iisnuryati1944/68ef51fb34777c768e2bfb32/haji-itu-pada-bulan-bulan-yang-ditentukan-catatan-perjalanan-haji-1446-h-day-15). Mendengar penjelasan ini, saya auto mereview catatan doa-doa yang telah saya siapkan.
Selesai aktivitas rutin pagi, kami fokus pada persiapan menuju Armuzna. Kami mengepak barang-barang yang harus kami bawa ke sana selama 5 hari. Beberapa dari kami sudah beberapa kali bongkar ulang isi ransel karena selalu ada perubahan informasi yang mengharuskan kami membawa ini itu. Saya sendiri juga membongkar ulang ransel karena ada pengumuman kami harus membawa batik KBIHU.
Selain bongkar ulang isi ransel, hari ini juga diwarnai dengan informasi yang sangat dinamis, alias berubah-ubah, terutama yang bersinggungan dengan jadwal keberangkatan ke Arafah. Awalnya kami dijadwalkan berangkat setelah Dhuhur, tapi berubah menjadi jam 9. Jadi kami harus bersiap lebih awal.
Oh ya, mulai pagi ini para jemaah calon haji dari Indonesia tidak menerima jatah makan berupa nasi boks seperti biasanya, melainkan diganti dengan makanan siap saji. Hal ini karena katering penyedia jasa makanan mulai fokus ke Armuzna (Arofah, Muzdalifah, dan Mina). Setiap orang menerima 6 paket makan yang dikemas dalam 10 bungkus. 3 paket untuk tgl 7 Dzulhijjah, 1 paket untuk tanggal 8, dan 2 paket untuk tanggal 13 (setelah Armuzna). Makanan ini disajikan dalam bentuk sachet disertai  semacam kotak plastik sebagai tempat untuk memanaskan.
Makanan siap saji yang kami terima berupa nasi dan lauk yang sudah dibekukan sehingga untuk menyantapnya perlu dipanaskan lebih dulu dengan cara merendamnya di air panas selama 7 - 10 menit. Menurut saya dan teman-teman, baik nasi maupun lauk rasanya tetap enak. Apalagi lauknya dimasak di Indonesia, setelah diproses baru dikirim ke Makkah. Otomatis cita rasa Indonesianya sangat mengena. Dan setelah saya amati, nasi siap saji ini ternyata diproduksi di Sukoharjo, kabupaten yang berbatasan langsung dengan kabupaten saya tinggal. Jadi berasa makan makanan sendiri.
Lauk yang kami dapat berupa rendang, semur ayam dan semur daging, serta nasi uduk dengan sosis. Saya bisa menyantap semuanya, kecuali sosis. Saya tidak doyan sosis. Jemaah disilakan memilih menu mana yang akan dimakan dulu. Sedikit catatan untuk nasi memang tidak seempuk kalau dimasak langsung, teksturnya masih agak keras. Mungkin butuh waktu yang lebih lama dan air yang sangat panas untuk merendamnya.
Malam harinya, saya dan suami salat isya di taman sambil makan malam. Kami juga ingin melemaskan kaki dengan berjalan karena seharian hanya di hotel. Sebenarnya di depan kamar juga didirikan salat jamaah yang diselenggarakan oleh KBIHU, tapi kami tidak ikut karena salatnya dijamak qashar. Kami pilih salat maghrib dan isya sesuai waktunya. Beberapa teman yang sepemikiran dengan kami juga memilih salat jamaah di taman atau masjid Ar Rahman.
Memang pada waktu safar, kita diberi keringanan untuk menjamak dan mengqashar salat. Tapi kami merasa sayang kalau di tanah suci ini tidak dimanfaatkan untuk salat sunah. Dengan menjamak, otomatis kita kehilangan kesempatan salat sunah rawatib. Selain itu, kita juga kehilangan waktu berdoa sesudah salat. Tanah suci ini tempat yang mustajab, pahala salat dilipatgandakan. Jika tidak ada udzur, seperti akan bepergian ke tempat lain, saya tidak mengambil rukhshah ini.
Sampai di taman, kami segera mengambil tempat yang nyaman. Sebuah spot dekat lampu menjadi pilihan saya. Kami membuka bekal makan malam. Momen seperti ini sungguh romantis bagi saya. Hanya duduk berdua di bawah langit Makkah menikmati makan. Makan berdua dengan suami juga menguntungkan. Bukan apa-apa, kalau makanan saya tidak habis, ada yang menghabiskan hehehe.
Masih ada waktu beberapa lama sebelum masuk isya, saya manfaatkan membaca Al Qur'an. Saya punya "hutang" tilawah karena haid empat hari. Sesekali saya jeda dengan membahas persiapan keberangkatan ke Arafah besok pagi. Kami saling mengecek barang yang akan dibawa. Suami saya memastikan saya membawa bekal makanan yang cukup karena saya tidak boleh terlambat makan.
Waktu Isya tiba. Saya dan suami merapat ke depan. Angin berhembus cukup kencang saat salat, melambaikan jilbab yang dikenakan jemaah perempuan. Saya dengarkan suara imam ternyata sama dengan yang kemarin. Saya simpulkan imam di sini tidak berganti alias imam tunggal. Kali ini imam membaca kisah Musa yang ada di surat Thaha mulai ayat 9 sampai 37.
Rangkaian ayat-ayat ini mengisahkan tentang nabi Musa menerima wahyu kenabian di lembah suci Thuwa. Pada ayat-ayat selanjutnya, Allah mengabarkan mukjizat Nabi Musa yaitu keluar cahaya dari tangan beliau setelah dikempit di ketiak dan tongkat yang bisa berubah menjadi ular. Nabi Musa juga menerima tugas dakwah yang berat, yaitu menyeru Fir'aun, manusia yang menyebut dirinya tuhan.
Ada satu pelajaran menarik dari doa Nabi Musa ketika menerima perintah di atas. Untuk menghadapi Fir'aun, beliau tidak meminta tambahan pasukan atau kekuatan senjata melainkan memohon kelapangan dada dan kemudahan urusan. "Ya Rabbku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku". Kelapangan dada dan kemudahan urusan merupakan senjata yang lebih ampuh dari senjata apapun.
Doa yang diajarkan Nabi Musa ini wajib menjadi "senjata andalan" kita untuk meminta ketenangan hati, kemudahan dalam menghadapi kesulitan, dan kelancaran dalam berbicara. Doa ini juga mengajarkan pentingnya berserah diri dan memohon pertolongan Allah SWT dalam setiap langkah kehidupan. Dalam situasi panik menghadapi suatu urusan, baik besar maupun kecil, kalau sudah membaca doa ini rasanya hati menjadi tenang. Begitu juga menjelang haji, sangat penting untuk mengulang-ulang doa yang satu ini.
Nabi Musa melengkapi doanya dengan mengajukan permohonan agar Harun, saudaranya, diangkat sebagai nabi untuk menguatkan beliau dalam berdakwah. Nabi Musa merupakan satu-satunya nabi yang mengajukan permohonan seperti ini. Nabi Musa memiliki kekurangan yaitu kurang fasih dalam berbicara, sehingga membutuhkan dukungan Harun. Permohonan ini dikabulkan oleh Allah. Nabi Musa dan Nabi Harun pun bersatu berdakwah di kalangan Bani Israil. Sebuah pelajaran tentang pentingnya saling melengkapi dalam menjalankan dakwah.
Salat Isya usai. Sebagian besar pengunjung hotel masih melanjutkan bercengkerama di taman. Â Saya dan suami pilih kembali ke hotel agar bisa segera istirahat. Kami menunggu lampu berubah merah lalu menyeberang jalan menuju hotel. Dinginnya AC hotel langsung menyergap kami begitu pintu hotel terbuka otomatis. Sebuah nikmat di antara panasnya cuaca Makkah.
Barang Bawaan ke Armuzna
Untuk menentukan berapa barang yang akan dibawa ke Armuzna, harus memastikan dulu apakah akan ikut nafar awal atau tsani. Kalau ikut nafar tsani, otomatis butuh perlengkapan lebih banyak karena selisih menginap satu hari.
Agar lebih mudah dalam membawa perlengkapan, sebaiknya semua perlengkapan dibawa dengan tas ransel. Menggunakan koper cenderung tidak fleksibel. Ransel ukuran sedang dengan banyak ruang akan sangat membantu.
Berdasar pengalaman saya, barang-barang yang perlu dibawa (saya ikut nafar awal) antara lain:
- Kain ihram 1 lembar (untuk laki-laki). 1 stel (2 lembar) kain ihram dipakai saat berangkat dan cukup membawa 1 lembar saja untuk berjaga-jaga mengganti yang bawah. Laki-laki wajib memakai kain ihram sampai melempar jumrah aqabah (tanggal 10 Dzulhijjah), setelah itu bisa ganti baju biasa. Membawa 2 lembar baju ihram akan memberatkan dan tidak efisien.
- Baju biasa 1 - 2 stel (untuk laki-laki) dan 2 gamis untuk perempuan lengkap dengan pakaian dalam dan identitas KBIHU/kloter (syal dll). Pilih gamis model basic agar tidak merepotkan saat berjalan dan warna gelap seperti biru atau hitam agar tidak terlihat kotor.
- Celana panjang untuk dalaman gamis dan kaos kaki (lebih praktis pakai kaos kaki wudhu) untuk perempuan. Perlengkapan ibadah (mukena, al Qur'an, tasbih dll)
- APD (masker, payung, kaca mata hitam, topi lebar, pelembab dll)
- Obat-obatan (oralit, krim untuk pegal-pegal, minyak, obat-obatan pribadi lainnya)
- Tumbler, botol semprot, dan gelas
- Buku doa dan catatan titipan doa
- Uang wajib dibawa (jangan ditinggal di hotel)
- Alat mandi (handuk, sabun non parfum, odol non parfum, sikat dll sesuai kebutuhan)
- Tas serut kecil (dibutuhkan saat melempar jumroh yang cukup untuk membawa botol minum)
- Alas duduk (tikar plastik tipis/matras)
- Coklat/gula jawa (jika dibutuhkan untuk energi saat berjalan)
- Bagi lansia, perlu membawa pampers (berjaga-jaga kalau antrian kamar mandi sangat panjang). Kantong urin menurut saya tidak bisa digunakan karena tidak ada tempat yang longgar dan tersembunyi untuk buang air kecil.
- Lauk tambahan jika diperlukan (terutama bagi yang pantang makanan tertentu). Tidak perlu membawa snack karena di Armuzna makanan sangat melimpah.
- Sandal jepit untuk ke kamar mandi (jika diperlukan)
Catatan: Perlengkapan bisa disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing dengan tetap mempertimbangkan kepraktisan (jika terjadi situasi di mana kita harus berjalan kaki ke Mina sehingga tidak merepotkan)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI