Mohon tunggu...
Iin Indriyani
Iin Indriyani Mohon Tunggu... Novelis - Penikmat Keheningan

Penulis dan Buruh Migran Taiwan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Arti Sahabat

29 Maret 2020   20:06 Diperbarui: 29 Maret 2020   20:01 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tidak! Aku tidak mungkin memarahinya di saat seperti ini. Apa yang dia lakukan pasti beralasan. Ada kalanya manusia berada pada titik terendahnya. Dan dia membutuhkan uluran tangan orang lain untuk membantunya kembali berdiri. Dan aku sangat mengerti posisinya. Toh, aku juga sama lemahnya dengan Asyila. Hanya saja seberapa pun besar masalah yang kuhadapi, emosiku tidak akan sampai pada hal tolol yang hampir merenggut nyawanya. Bunuh diri! Hanya terbesit di otak orang-orang yang hatinya kosong dari menyembah Tuhan.

"Apa yang membuatmu senekat ini? Kau lupa bahwa kau tidak sendirian di sini?"

Asyila semakin terisak. Ia kembali memelukku dengan erat. "Maafkan aku. Aku benar-benar stress karena tekanan majikan dan juga ingatan tentang masalalu yang seakan mencabik hatiku."

"Dan kau lupa padaku, kan? Aku teman dekatmu selama ini. Aku sahabatmu."

"Tidak. Sungguh tidak. Semua ini terjadi begitu saja. Pada malam aku dimarahi oleh majikan perempuanku, aku langsung disuruh membereskan sebuah almari kecil. Di dalam almari itu ada obat-obatan. Aku tidak tahu untuk apa. Aku langsung meminumnya dengan dosis yang berlebihan. Kemudian aku lari dan mengunci diri di dalam kamar. Dengan kondisi badan gemetaran, aku mengambil silet dan merobek urat nadiku berkali-kali. Setelahnya aku tidak sadar lagi dan ketika bangun sudah ada di rumah sakit ini." Isaknya semakin menjadi-jadi. Para pasien lansia memandang heran ke arah kami.

Aku memejamkan kedua mataku. Airmata yang meleleh kuusap dengan ujung jilbabku. Kulihat Asyila mulai tenang, lalu kutuntun dia untuk menceritakan keseluruhan kejadiannya. Dia berkata bahwa Suster sempat mengikat kedua kaki dan tangannya di ranjang. Untuk mengantisipasi agar Asyila tidak melakukan hal gila lagi. Suster curiga karena Asyila selalu berlama-lama di dalam toilet. Mereka menemukan sebuah tali yang mereka kira akan digunakan Asyila untuk bunuh diri lagi. Mungkin itu yang membuat penerjemahnya mencetus bahwa otaknya sakit. "Yang sakit itu bukan tubuhnya, tapi otaknya."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun