Mohon tunggu...
IIM IMANDALA
IIM IMANDALA Mohon Tunggu... Guru - Membuka cakrawala berpikir melalui menulis

Guru SLBN Cicendo Kota Bandung dan Sebagai Mahasiswa S3 Nanjing Normal University China

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

SLB Dibubarkan?

24 Agustus 2017   08:57 Diperbarui: 24 Agustus 2017   09:04 418
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pendidikan inklusif di Indonesia, khususnya di Jawa Barat telah bergulir sejak tahun 2003. Sejak tahun tersebut, Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat telah melakukan berbagai kegiatan, mulai dari sosialisasi hingga uji coba menerapkan pendidikan inklusif pada jenjang pendidikan dasar. Kegiatan-kegiatan tersebut telah menyentuh kabupaten/kota yang ada di Jawa Barat.

Salah satu bentuk kegiatan uji coba implementasi pendidikan inklusif adalah dengan memasukkan anak berkebutuhan khusus (ABK) ke sekolah reguler, sedangkan selama ini anak berkebutuhan khusus bersekolah di sekolah khusus/ Sekolah Luar Biasa (SLB). Anak-anak berkebutuhan khusus sekolah dan belajar bersama di kelas yang sama dengan anak-anak pada umumnya, tentunya itu hal yang baru dan masih asing. Tidaklah heran jika memunculkan respon yang beragam.

Respon yang muncul dari masyarakat terutama yang berkecimpung dalam dunia pendidikan, berbeda-beda. Ada yang mendukung, tapi tidak sedikit pula yang masih menolak, bingung, dan tidak peduli dengan sistem pendidikan ini. Resistensi masyarakat semakin kuat ketika pemahaman pendidikan inklusif adalah sebatas menyekolahkan anak berkebutuhan khusus di sekolah reguler, misalnya ke Sekolah Dasar (SD). Guru-guru di SD semakin bingung ketika harus menerima (ABK) sebagai muridnya. Sudah terbayang oleh mereka beban berat mendidik semakin berat ketika di kelasnya hadir ABK.

Guru-guru di SLB pun merasakan kebingungan terhadap sistem pendidikan inklusif ini. Guru-guru SLB khawatir jika sekolahnya kekurangan murid atau tidak ada murid sama sekali karena muridnya sekolah di SD. Mereka bertanya-tanya akankah SLB ini dibubarkan/ditutup jika pendidikan inklusif terus digulirkan?. Begitulah sedikit contoh respon yang muncul dalam implementasi pendidikan inklusif di Jawa Barat.

Lalu, bagaimanakah sebenarnya pendidikan inklusif itu? Apakah benar SLB akan dibubarkan jika pendidikan inklusif terus diimplementasikan?

Pendidikan Inklusif

Pendidikan inklusif adalah pendidikan yang mengakomodasi semua anak tanpa memandang kondisi fisik, intelektual, emosional, social, maupun kondisi lainnya. Pendidikan yang memungkinkan semua anak belajar di kelas reguler bersama-sama tanpa memandang perbedaan yang mungkin ada pada mereka.

Pendidikan inklusif juga diartikan sebagai suatu sistem untuk memperbaiki sistem pendidikan melalui perubahan kebijakan dan pelaksanaan yang eksklusif menjadi inklusif. Pendidikan inklusif berfokus pada peminimalan dan penghilangan berbagai hambatan-hambatan terhadap akses, partisipasi dan belajar bagi semua anak terutama bagi mereka yang secara sosial terdiskriminasikan sebagai akibat kecacatan dan kelainannya.

Sistem pendidikan inklusif mendorong guru, administrator sekolah, anak, keluarga dan masyarakat untuk membantu pembelajaran anak. Misalnya, di kelas, peserta didik beserta guru bertanggung jawab kepada pembelajaran dan secara aktif berpartisipasi di dalamnya. Mereka belajar berkaitan dengan materi apa yang dibutuhkan dan bermakna dalam kehidupannya. Pendidikan inklusif juga mempertimbangkan kebutuhan, minat, dan keinginan kita sebagai guru. Ini berarti memberikan kesempatan kepada kita untuk belajar bagaimana mengajar yang lebih baik.

Jadi pendidikan inkluisf itu bukan sekedar measukkan ABK ke sekolah reguler tapi yang paling penting adalah bagaimana meningkatkan layanan pendidikan bagi setiap anak Melalui sistem ini memungkin setiap anak dapat memperoleh hak pendidikan formal di sekolah yang terdekat dengan tepat tinggalnya, tanpa membeda-bedakan latar belakang sosial, budaya, gender, ekonomi, cacat atau tidak, agama, ras, suku, dll.

SLB Bubar?

Manakala pendidikan inklusif ini berjalan dan ada anak berkebutuhan khusus mengikuti pendidikan di sekolah reguler maka itu membutuhkan layanan pendidikan khusus bagi anak-anak tersebut. Sedangkan guru-guru di sekolah reguler itu pada umumnya belum memahami layanan pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus.

Lalu, Siapakah yang memberikan layananya itu? Yang memberikan layanan adalah semua pihak yang ada di sekolah itu dan mendapat dukungan penuh dari tenaga ahli pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Sekolah reguler yang menerima anak berkebutuhan khusus berhak memperoleh layanan dukungan dari tenaga ahli pendidikan khusus, yaitu guru SLB. 

Sekolah reguler dapat bekerja sama dengan SLB terdekat untuk memperoleh tenaga ahli tersebut. Sekolah reguler dan SLB bersama-sama memberikan layanan yang terbaik bagi anak berkebutuhan khusus, bahkan tidak hanya bagi anak, tapi juga antar guru bisa bertukar pikiran dan berkonsultasi mengenai masalah-masalah kesulitan belajar yang dialami oleh semua anak serta para orangtua pun dapat memanfaatkan kerjasama itu sebagai tempat belajar bagaimana mendidik anaknya di rumah.

Dari adanya kerjasama tersebut mengisyaratkan bahwa SLB tetap ada meskipun pendidikan inklusif diimplementasikan. Tidak benar SLB bubar jika pendidikan inklusif dilaksanakan. Bahkan di negara-negara yang lebih maju dalam penerapan pendidikan inklusifnya, contoh Jepang dan Amerika Serikat, SLB tetap ada dan dibutuhkan serta peran dan fungsinya bertambah. SLB tetap memiliki siswa meskipun sebagian besar anak berkebutahan khusus bersekolah di sekolah reguler. Bagi anak berkebutuhan khusus yang tingkat kelainannya berat dan sangat berat sehingga tidak memungkin memperoleh layanan pendidikan khusus di sekolah reguler terdekat, maka ia bisa bersekolah di SLB.

Di negara kita pun akan seperti itu, SLB tidak hanya memberikan layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus, tapi memberikan pula layanan dukungan kepada sekolah-sekolah reguler yang menerima anak-anak berkebutuhan khusus. Tidak hanya itu, SLB juga menjadi pusat berbagai sumber daya untuk meningkatkan kualitas layanan pendidikan secara khusus menuju pendidikan yang inklusif.

 Jadi sekali lagi, SLB tidak akan bubar. Amiin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun