Saya berkunjung ke Candi Wurung pada 28 Desember 2019 lalu ditemani Bram, Amblong. Saat menuju lokasi, kami didampingi Pak Romidi, Kepala Desa Ponjen yang mantan vokalis band death metal, beserta pemuda desanya.
Lokasi Candi Wurung cukup tersembunyi dan jauh dari pemukiman penduduk. Kami berkendara sekitar 1 jam perjalanan dari kota Purbalingga ke Desa Ponjen. Transit di rumah Pak Kades, masih lanjut sekitar 20 menit untuk sampai di Dukuh Kepyar, lokasi terdekat yang bisa dilalui kendaraan serta masih ada pemukiman.
Kemudian, kita harus berjalan kaki menuju lokasi melewati pematang sawah, jalan setapak yang cukup menanjak dan terjal menembus kebun warga, hutan rakyat dan hutan milik Perum Perhutani. Lama perjalanan sekitar 2 jam untuk sampai di Candi Wurung yang berada di puncak bukit, lahanya miki Perhutani berbatasan dengan garapan warga.
Catatan : perjalanan 2 jam karena kami banyak berhenti ya. Kalau warga setempat paling hanya 1 jam bahkan kurang.
Cerita Candi Wurung
Bapak Yusroji, 70 tahun, sesepuh setempat menyebutkan Candi Wurung sudah ditemukan sejak lama. Yusroji yang memiliki garapan tepat berbatasan dengan Candi Wurung menyebut lokasi situs tersebut sebagai "Wana Sepuh" (Dalam Bahasa Jawa, 'wana' berarti hutan, 'sepuh' berarti tua).
Menurut Yusroji, lokasi dimana Candi Wurung berada cukup dikeramatkan warga. Banyak yang datang dengan tujuan untuk menyepi, bersemedi atau mencari 'jimat'.
Ada cerita menarik mengenai penyebab candi tersebut gagal diselesaikan. Lewat cerita turun-temurun yang dituturkan Yusroji, wurung-nya bangunan batu tersebut karena para jin yang bertugas membangunnya tak bisa memenuhi tenggat waktu penyelesaian yaitu sebelum mentari terbit.
"Saat matahari terbit bangunan belum juga selesai dan kemudian ditinggalkan, istilahnya kena 'kepyar' begitu, sehingga jin pada pergi," ujar Yusroji.